Din Syamsuddin Ajak Umat Lintas Agama Bekerja Sama Membangun Peradaban Baru Pascapandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Prof Din Syamsuddin mengajak umat lintas agama bekerja sama membangun peradaban dunia baru pascapandemi. Hal itu dikatakan Din Syamsuddin dalam pidatonya pada Konferensi Internasional Komunitas Sant'Egidio di Roma, Italia, Selasa (25/10/2022).
Konferensi tahunan ini mengangkat tema The Cry for Peace/Il Grido della Pace (Jeritan untuk Perdamaian) dihadiri 300 peserta dari berbagai agama dari banyak negara, dan ribuan pengembira anggota Komunitas Sant'Egidio dari berbagai negara. Dari Indonesia ikut hadir KH Dr. Marsudi Syuhud, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pada Upacara Pembukaan yang berlangsung di La Nuvola atau Rome Convention Centre, ikut hadir Presiden Italia Sergio Mattarella, Presiden Prancis Emmanuel Macron, serta Sekjen Liga Muslim Sedunia Dr Muhammad Abdul Karim Al-Isa. Kedua Presiden sama menyatakan bahwa agama sangat diperlukan pada masa sekarang ini, khususnya pada masa pascapandemi.
Dalam rilis yang diterima SINDOnews, di bagian awal pidatonya pada sesi tentang Pelajaran dari Pandemi (Lessons from the Pandemic), Din mengatakan bahwa pandemi adalah bentuk musibah yang merupakan takdir Ilahi, tapi merupakan akibat ulah insani. Din mengutip Surat Ar-Rum Ayat 41 yang artinya "Telah nyata kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia, maka Allah SWT menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".
"Pandemi Covid-19 adalah kejadian luar biasa yang perlu dijadikan pelajaran. Untuk itu, umat berbagai agama harus mengambil hikmah dari musibah, yaitu membangun solidaritas atas dasar persaudaraan kemanusiaan," ujar Din yang juga Chairman of World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia) itu.
Kolaborasi lintas agama, lanjut Din, adalah suatu keharusan. Menurut Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, tidak ada satu kelompok agama yang bisa mengatasi masalah sendiri. Kolaborasi lintas agama, menurut mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, tidak berarti mencampuradukkan keyakinan agama-agama. Kolaborasi mengambil bentuk kerja sama kemanusiaan. Sejatinya, agama diturunkan untuk umat manusia dan kemanusiaan.
Kolaborasi lintas agama, lanjut Din, bukanlah hal baru. Umat berbagai agama sudah banyak bekerja sama, seperti di Indonesia, Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) sudah sering bekerja sama dengan Catholic Relief Service, World Vision (Protestan), Buddha Tzechi, dan lain-lain, khususnya dalam penanggulangi bencana alam.
"Kini saatnya, umat berbagai agama perlu mengembangkan kerja sama dalam menanggulangi akibat pandemi dan membangun peradaban dunia baru pascapandemi," pungkas Din.
Konferensi tahunan ini mengangkat tema The Cry for Peace/Il Grido della Pace (Jeritan untuk Perdamaian) dihadiri 300 peserta dari berbagai agama dari banyak negara, dan ribuan pengembira anggota Komunitas Sant'Egidio dari berbagai negara. Dari Indonesia ikut hadir KH Dr. Marsudi Syuhud, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pada Upacara Pembukaan yang berlangsung di La Nuvola atau Rome Convention Centre, ikut hadir Presiden Italia Sergio Mattarella, Presiden Prancis Emmanuel Macron, serta Sekjen Liga Muslim Sedunia Dr Muhammad Abdul Karim Al-Isa. Kedua Presiden sama menyatakan bahwa agama sangat diperlukan pada masa sekarang ini, khususnya pada masa pascapandemi.
Dalam rilis yang diterima SINDOnews, di bagian awal pidatonya pada sesi tentang Pelajaran dari Pandemi (Lessons from the Pandemic), Din mengatakan bahwa pandemi adalah bentuk musibah yang merupakan takdir Ilahi, tapi merupakan akibat ulah insani. Din mengutip Surat Ar-Rum Ayat 41 yang artinya "Telah nyata kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia, maka Allah SWT menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".
"Pandemi Covid-19 adalah kejadian luar biasa yang perlu dijadikan pelajaran. Untuk itu, umat berbagai agama harus mengambil hikmah dari musibah, yaitu membangun solidaritas atas dasar persaudaraan kemanusiaan," ujar Din yang juga Chairman of World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia) itu.
Kolaborasi lintas agama, lanjut Din, adalah suatu keharusan. Menurut Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, tidak ada satu kelompok agama yang bisa mengatasi masalah sendiri. Kolaborasi lintas agama, menurut mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, tidak berarti mencampuradukkan keyakinan agama-agama. Kolaborasi mengambil bentuk kerja sama kemanusiaan. Sejatinya, agama diturunkan untuk umat manusia dan kemanusiaan.
Baca Juga
Kolaborasi lintas agama, lanjut Din, bukanlah hal baru. Umat berbagai agama sudah banyak bekerja sama, seperti di Indonesia, Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) sudah sering bekerja sama dengan Catholic Relief Service, World Vision (Protestan), Buddha Tzechi, dan lain-lain, khususnya dalam penanggulangi bencana alam.
"Kini saatnya, umat berbagai agama perlu mengembangkan kerja sama dalam menanggulangi akibat pandemi dan membangun peradaban dunia baru pascapandemi," pungkas Din.
(zik)