Teori Denny JA: Sosiologi Agama di Era Kecerdasan Buatan
loading...

Denny JA menyebut revolusi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya mengubah cara mengolah informasi, tetapi juga mempengaruhi cara memahami dan menjalankan agama. Foto/Ist
A
A
A
JAKARTA - Revolusi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya mengubah cara mengolah informasi, tetapi juga mempengaruhi cara memahami dan menjalankan agama. Fenomena ini menjadi fokus pemikiran Denny JA, yang melahirkan teori baru tentang agama dan spiritualitas di era AI.
Teori ini kini mulai diajarkan di berbagai kampus, baik sebagai mata kuliah mandiri maupun bagian dari kurikulum yang sudah ada.
Dalam khazanah sosiologi agama yang telah dirintis oleh pemikir besar seperti Edward Burnett Tylor, Karl Marx, Émile Durkheim, dan Max Weber, teori Denny JA hadir sebagai jembatan antara era klasik dan modern.
Teori ini menawarkan perspektif segar tentang bagaimana agama dan spiritualitas berevolusi di tengah gempuran teknologi digital.
Anick HT, Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta menjelaskan bahwa teori Denny JA tidak dimaksudkan untuk menggantikan teori-teori klasik, melainkan memperkaya pemahaman kita tentang interaksi agama dengan perubahan zaman.
“Agama adalah fenomena sosial yang dinamis. Dengan kehadiran AI, kita melihat perubahan signifikan dalam akses informasi, interpretasi teks suci, dan peran agama dalam masyarakat,” ujar Anick, Minggu (16/2/2025).
Salah satu poin utama dalam teori Denny JA adalah pergeseran dalam akses dan otoritas keagamaan. Jika sebelumnya informasi agama dikendalikan oleh pemuka agama dan institusi keagamaan, maka kini AI membuka akses yang lebih luas dan instan terhadap berbagai tafsir agama.
Teori ini kini mulai diajarkan di berbagai kampus, baik sebagai mata kuliah mandiri maupun bagian dari kurikulum yang sudah ada.
Dalam khazanah sosiologi agama yang telah dirintis oleh pemikir besar seperti Edward Burnett Tylor, Karl Marx, Émile Durkheim, dan Max Weber, teori Denny JA hadir sebagai jembatan antara era klasik dan modern.
Teori ini menawarkan perspektif segar tentang bagaimana agama dan spiritualitas berevolusi di tengah gempuran teknologi digital.
Anick HT, Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta menjelaskan bahwa teori Denny JA tidak dimaksudkan untuk menggantikan teori-teori klasik, melainkan memperkaya pemahaman kita tentang interaksi agama dengan perubahan zaman.
“Agama adalah fenomena sosial yang dinamis. Dengan kehadiran AI, kita melihat perubahan signifikan dalam akses informasi, interpretasi teks suci, dan peran agama dalam masyarakat,” ujar Anick, Minggu (16/2/2025).
Salah satu poin utama dalam teori Denny JA adalah pergeseran dalam akses dan otoritas keagamaan. Jika sebelumnya informasi agama dikendalikan oleh pemuka agama dan institusi keagamaan, maka kini AI membuka akses yang lebih luas dan instan terhadap berbagai tafsir agama.
Lihat Juga :