Kisah Ahmad Yani, Jenderal TNI Pemegang Samurai Legendaris Jepang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani adalah perwira tinggi TNI AD yang dikenal sangat cerdas. Dia adalah satu dari tujuh perwira tinggi TNI AD yang terbunuh dalam peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Pada masa itu, dia adalah petinggi TNI AD paling berpengaruh selain AH Nasution.
Foto/Instagram Revolusi-1965
Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 19 Juni 1922. Pendidikan formalnya diawalinya di HIS atau sekolah setingkat Sekolah Dasar di Bogor. Setelah selesai pada 1935, Yani melanjutkan sekolah di MULO atau setingkat SMP lalu masuk ke AMS (setingkat SMA) pada 1938.
Dua tahun di AMS, Yani lalu mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer. Ia menempuh pendidikan militer di Malang, Jawa Timur selama enam bulan dan pertengahan tahun 1941 Sersan Cadangan Bagian Topografi Ahmad Yani ditugaskan di Bandung.
Tapi melihat potensi yang cukup besar, Yani pun dikirim ke Bogor, Jawa Barat untuk mengikuti pendidikan militer secara lebih intensif. Setelah kembali ke Bandung, Yani sempat menjadi guru bahasa sampai akhirnya Jepang masuk Indonesia.
Yani kemudian mengikuti pendidikan militer Heiho di Magelang, Jawa Tengah lalu bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA). Selama masa pendidikan keras empat bulan itulah, kemampuan dan jiwa Ahmad Yani memperoleh pengakuan. Kapten Yanagawa Moichiro sebagai pengawas pelatihan memberikan Ahmad Yani sebuah katana (pedang samurai Jepang) sebagai pengakuan atas kompetensinya.
“Beliau memang seorang prajurit, ahli strategi perang sejak masuk PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Dia juga pandai main ‘Sendai’, olahraga Jepang dengan pedang samurai. Karena pandainya itu, dia bisa lulus dengan baik dan diberi pedang (gunto) yang paling panjang. Itu diakui Pak Sarwo Edhie (Wibowo),” ujar Amelia A Yani beberapa waktu lalu, dikutip dari Okezone, Selasa (25/10/2022).
Setelah terbentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan TKR Purwokerto. Tahun 1948 dirinya ikut beroperasi dalam menumpas pemberontakan PKl Muso di Madiun. Pada Agresi Militer Belanda II dia diangkat sebagai Komandan Wehrkreise II daerah Kedu.
Foto/Instagram Revolusi-1965
Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 19 Juni 1922. Pendidikan formalnya diawalinya di HIS atau sekolah setingkat Sekolah Dasar di Bogor. Setelah selesai pada 1935, Yani melanjutkan sekolah di MULO atau setingkat SMP lalu masuk ke AMS (setingkat SMA) pada 1938.
Dua tahun di AMS, Yani lalu mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer. Ia menempuh pendidikan militer di Malang, Jawa Timur selama enam bulan dan pertengahan tahun 1941 Sersan Cadangan Bagian Topografi Ahmad Yani ditugaskan di Bandung.
Tapi melihat potensi yang cukup besar, Yani pun dikirim ke Bogor, Jawa Barat untuk mengikuti pendidikan militer secara lebih intensif. Setelah kembali ke Bandung, Yani sempat menjadi guru bahasa sampai akhirnya Jepang masuk Indonesia.
Yani kemudian mengikuti pendidikan militer Heiho di Magelang, Jawa Tengah lalu bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA). Selama masa pendidikan keras empat bulan itulah, kemampuan dan jiwa Ahmad Yani memperoleh pengakuan. Kapten Yanagawa Moichiro sebagai pengawas pelatihan memberikan Ahmad Yani sebuah katana (pedang samurai Jepang) sebagai pengakuan atas kompetensinya.
“Beliau memang seorang prajurit, ahli strategi perang sejak masuk PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Dia juga pandai main ‘Sendai’, olahraga Jepang dengan pedang samurai. Karena pandainya itu, dia bisa lulus dengan baik dan diberi pedang (gunto) yang paling panjang. Itu diakui Pak Sarwo Edhie (Wibowo),” ujar Amelia A Yani beberapa waktu lalu, dikutip dari Okezone, Selasa (25/10/2022).
Setelah terbentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan TKR Purwokerto. Tahun 1948 dirinya ikut beroperasi dalam menumpas pemberontakan PKl Muso di Madiun. Pada Agresi Militer Belanda II dia diangkat sebagai Komandan Wehrkreise II daerah Kedu.