Dua Tahun Tersisa, Bersiap Menghadapi Badai
loading...
A
A
A
TIDAK terasa delapan tahun sudah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menakhodai negeri ini. Sempat diterpa badai krisis ekonomi yang melanda dunia dan pandemi Covid-19, setapak demi setapak Indonesia melangkah ke arah yang lebih baik dengan optimistis.
Perekonomian Indonesia menghadapi berbagai tantangan sejak awal 2015. Bahkan, sejak awal pemerintahan Joko Widodo bersama Jusuf Kalla berdaulat (Oktober 2014), perekonomian Indonesia sudah menghadapi banyak tekanan. Pelemahan rupiah, pertumbuhan ekonomi yang tak sesuai harapan, inflasi yang bergejolak pascakebijakan dicabutnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), hingga devisa negara yang terus terkuras.
Mengatasi itu semua, Presiden Jokowi bersama tim ekonominya merancang “obat” untuk menguatkan kembali fondasi perekonomian negara. Obat tersebut diformulasikan dalam bentuk paket-paket kebijakan ekonomi yang berisikan berbagai insentif dan kebijakan kemudahan.
Selama delapan tahun, ada sisi menarik dari sosok Pak Jokowi yang telah beberapa kali melakukan reshuffle kabinet. Kepala Negara mencopot dan mengangkat beberapa menteri dan wakil menteri baru. Tak hanya itu, bahkan ia beberapa kali memindahkan posisi menteri. Pertukaran dan perubahan susunan Kabinet Indonesia Maju terakhir dilakukan Jokowi di Istana Negara, Rabu, 15 Juni 2022.
Sejak 2014 dimana ia menjabat sebagai Presiden RI, terhitung Jokowi telah me-reshuffle kabinetnya sebanyak tujuh kali.
Saat melangkah ke periode kedua, Presiden Jokowi memaparkan lima hal yang menjadi fokus kerja pemerintahan pada 2019-2024 bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Pertama, menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama. Dalam hal ini, Kepala Negara hendak membangun SDM yang pekerja keras, dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta akan mengundang talenta-talenta global untuk bekerja sama.
Kedua, pemerintah terus melanjutkan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur tersebut menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, serta mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat.
Ketiga, Presiden Jokowi ingin segala bentuk kendala regulasi disederhanakan, dan dipangkas. Dalam hal ini, pemerintah bersama DPR menerbitkan dua undang-undang (UU) besar, yaitu UU Cipta Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
Masing-masing UU tersebut menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga langsung direvisi sekaligus.
Keempat, Presiden Jokowi melakukan penyederhanaan birokrasi secara besar-besaran. Tak hanya itu, investasi untuk penciptaan lapangan kerja juga diprioritaskan di samping memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang.
Kelima adalah transformasi ekonomi. Indonesia harus bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun program tersebut bukan tanpa hambatan. Periode kedua Jokowi menghadapi tantangan sangat berat, saat pandemi Covid-19 yang meruntuhkan sendi ekonomi secara global dan berimbas ke dalam negeri dalam jangka waktu dua tahun lebih. Pun di sisa dua tahun pemerintahan Jokowi, masih dihadapkan pada dua badai.
Pertama, persiapan Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada tahun depan. Kekhawatiran resesi dunia berada di depan mata. Berdasarkan informasi dari markas Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, diklaim ada 28 negara yang sudah ikut antre di IMF untuk mencegah resesi ekonomi global pada 2023.
Selain itu, Indonesia juga bersiap menghadapi tahun politik menjelang Pemilu 2024. Gemuruh politik tentunya harus dikendalikan dengan baik. Ekonomi dan politik ibarat dua sisi yang satu sama lain saling beririsan. Kita berharap semoga Indonesia bisa melewati dua badai besar tersebut dengan aman dan terkendali.
Perekonomian Indonesia menghadapi berbagai tantangan sejak awal 2015. Bahkan, sejak awal pemerintahan Joko Widodo bersama Jusuf Kalla berdaulat (Oktober 2014), perekonomian Indonesia sudah menghadapi banyak tekanan. Pelemahan rupiah, pertumbuhan ekonomi yang tak sesuai harapan, inflasi yang bergejolak pascakebijakan dicabutnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), hingga devisa negara yang terus terkuras.
Mengatasi itu semua, Presiden Jokowi bersama tim ekonominya merancang “obat” untuk menguatkan kembali fondasi perekonomian negara. Obat tersebut diformulasikan dalam bentuk paket-paket kebijakan ekonomi yang berisikan berbagai insentif dan kebijakan kemudahan.
Selama delapan tahun, ada sisi menarik dari sosok Pak Jokowi yang telah beberapa kali melakukan reshuffle kabinet. Kepala Negara mencopot dan mengangkat beberapa menteri dan wakil menteri baru. Tak hanya itu, bahkan ia beberapa kali memindahkan posisi menteri. Pertukaran dan perubahan susunan Kabinet Indonesia Maju terakhir dilakukan Jokowi di Istana Negara, Rabu, 15 Juni 2022.
Sejak 2014 dimana ia menjabat sebagai Presiden RI, terhitung Jokowi telah me-reshuffle kabinetnya sebanyak tujuh kali.
Saat melangkah ke periode kedua, Presiden Jokowi memaparkan lima hal yang menjadi fokus kerja pemerintahan pada 2019-2024 bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Pertama, menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama. Dalam hal ini, Kepala Negara hendak membangun SDM yang pekerja keras, dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta akan mengundang talenta-talenta global untuk bekerja sama.
Kedua, pemerintah terus melanjutkan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur tersebut menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, serta mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat.
Ketiga, Presiden Jokowi ingin segala bentuk kendala regulasi disederhanakan, dan dipangkas. Dalam hal ini, pemerintah bersama DPR menerbitkan dua undang-undang (UU) besar, yaitu UU Cipta Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
Masing-masing UU tersebut menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga langsung direvisi sekaligus.
Keempat, Presiden Jokowi melakukan penyederhanaan birokrasi secara besar-besaran. Tak hanya itu, investasi untuk penciptaan lapangan kerja juga diprioritaskan di samping memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang.
Kelima adalah transformasi ekonomi. Indonesia harus bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun program tersebut bukan tanpa hambatan. Periode kedua Jokowi menghadapi tantangan sangat berat, saat pandemi Covid-19 yang meruntuhkan sendi ekonomi secara global dan berimbas ke dalam negeri dalam jangka waktu dua tahun lebih. Pun di sisa dua tahun pemerintahan Jokowi, masih dihadapkan pada dua badai.
Pertama, persiapan Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada tahun depan. Kekhawatiran resesi dunia berada di depan mata. Berdasarkan informasi dari markas Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, diklaim ada 28 negara yang sudah ikut antre di IMF untuk mencegah resesi ekonomi global pada 2023.
Selain itu, Indonesia juga bersiap menghadapi tahun politik menjelang Pemilu 2024. Gemuruh politik tentunya harus dikendalikan dengan baik. Ekonomi dan politik ibarat dua sisi yang satu sama lain saling beririsan. Kita berharap semoga Indonesia bisa melewati dua badai besar tersebut dengan aman dan terkendali.
(bmm)