Cerita Mistis Markas Grup 2 Kopassus: dari Pohon Angker hingga Misteri Keris Pakubuwono

Minggu, 09 Oktober 2022 - 12:10 WIB
loading...
Cerita Mistis Markas Grup 2 Kopassus: dari Pohon Angker hingga Misteri Keris Pakubuwono
Markas Grup 2 Kopassus di Kartasura, Jawa Tengah, menyimpan banyak sejarah. Lokasi ini dahulu merupakan lahan yang diberikan Sunan Amangkurat III. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Markas Grup 2 Kopassus di Kartasura, Jawa Tengah, menyimpan banyak sejarah. Lokasi ini dahulu merupakan lahan yang diberikan Sunan Amangkurat III kepada Bupati Pasuruan Untung Surapati.

Suatu ketika pada beberapa tahun silam, musibah beruntun terjadi di Markas Komando Grup 2 Kopassus /Sandi Yudha, Kartasura, Jawa Tengah. Seorang prajurit pasukan elite TNI Angkatan Darat tersebut meninggal dunia karena kecelakaan motor.

Tak berselang lama, peristiwa serupa terjadi lagi. Lagi-lagi anggota meninggal karena tabrakan. Ternyata tak hanya dua. Setelah itu terjadi lagi prajurit mengalami kecelakaan, juga meninggal dunia.



Nostalgia Saleh diunggah di akun Youtube Kandang Menjangan Channel, dikutip Minggu (9/10/2022). Saleh, Jenderal Kopassus lulusan Akademi Militer 1991 tersebut kini menjabat sebagai Pangdam XVII/Cenderawasih.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Saleh menceritakan, dalam terawangan 'orang pintar' tersebut musibah demi musibah karena pohon di dekat salah satu barak prajurit ditebang.

"Pohon yang rumahnya jin itu ditebang rupanya. Itu korban kedua, ketiga lah itu (yang meninggal). Jin itu minta enam (nyawa)," tutur Saleh di depan Komandan Grup 2 Kopassus Inf Sabdono Budi Wiryanto dan jajaran yang menyambutnya.

Mendengar cerita itu, para anggota tampak terdiam, seolah tak percaya. Menyadari cerita itu terdengar aneh, Saleh pun menegaskan kisah beberapa tahun silam itu.

"Ini bener lho, saya enggak bohong. Makanya Grup 2 ini jangan kamu anggap sembarangan," tutur jenderal bintang dua berdarah Ambon, Maluku, itu lantas tertawa lebar. "Minta enam," katanya lagi.

Saleh lantas melapor kepada sang komandan. Mengingat Lubis orang Batak, tentu saja tak percaya dengan cerita itu. "Ah, jangan macam-macam kau Leh," kata Saleh menirukan.

Namun tak lama setelah kejadian itu, seorang prajurit meninggal lagi karena kecelakaan. Itu peristiwa keempat.

Saleh pun dipanggil lagi. Dia diperintah untuk menangani. Di situlah oleh paranormal yang menerawang Saleh diminta menyembelih ayam cemani sebagai tolak bala.



Namun dalam proses itu, meninggal lagi prajurit sampai total enam orang. Percaya tak percaya, menurut Saleh, setelah kejadian keenam, tidak ada lagi prajurit meninggal karena kecelakaan bermotor.

Dalam nostalgia itu Saleh juga menceritakan, ketika awal dinas di Kandang Menjangan sebagai Kasie Pers, di laci meja kerjanya ternyata ada sebilah keris. Konon keris itu milik Pakubuwono X. Namun seiring perjalanan waktu, keris itu entah di Mana sekarang.

Bekas Markas Untung Surapati

Markas Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan berada di atas lahan seluas 250 hektare yang dulunya merupakan lahan yang diberikan Sunan Amangkurat III (1703-1705) dari Kerajaan Mataram berpusat di Keraton Kartasura, kepada Bupati Pasuruan Untung Surapati.

Wilayah yang diberikan kepada Untung Surapati ini berada di barat Keraton Kartasura yang dikenal dengan nama Kampung Babirong. Kampung ini menjadi tempat bersembunyi dan berlatih perang bagi pengikut Untung Surapati yang berhasil meng-ambush pasukan VOC bersenjata lengkap di bawah Kapitan Francois Tack dan ratusan prajuritnya pada Februari 1686.

Ketika kekuasaan beralih kepada Pakubuwono I dan ibu kota Keraton Kasunanan berpindah lagi ke Surakarta, wilayah ini dijadikan pesanggrahan keraton lengkap dengan segara dan juga tempat untuk menjerat hewan sehingga kemudian dienal dengan sebutan "grogolan". Grogol adalah perangkap hewan.

Menurut sejarawan yang juga akademisi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, Sunan Amangkurat II hingga Sunan Pakubuwono II telah menggunakan Kawasan Kandang Menjangan sebagai tempat rusa berbiak untuk diburu para bangsawan dalam kesempatan khusus.

"Untuk mencegah rusa melarikan diri dari Kandang Menjangan, sekeliling kawasan tersebut dipagari balok kayu jati. Ribuan rusa berkembang biak dan pada waktu tertentu diadakan acara perburuan," kata Heri dalam buku Kopassus untuk Indonesia karya Iwan Santosa dan EA Natanegara.

Lokasi ini sempat terlantar Ketika ibu kota Matarm pindah ke Desa Sala (kini Kota Surakarta) pada 1744 menyusul hancurnya Keraton Surakarta sebagai dampak Perang Geger Pacinan melawan VOC pada 1740-1743.

Pada masa kekuasaan Sunan Pakubuwono IV (1788-1820), tepatnya pada 1811 diadakan pembenahan bekas lahan Keraton Kartasura. Hewan-hewan peliharaan dipindahkan Kembali ke bekas lahan Keraton Kartasura termasuk termasuk kawanan rusa sehingga Kandang Menjangan hidup kembali.

Saat ini, sebagian bangunan pesanggrahan itu masih berdiri utuh dan berada di bagian belakang Markas Grup 2 Kopassus. Bangunan dipelihara dan masih terlihat baik, walaupun dibiarkan kosong.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1203 seconds (0.1#10.140)