Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Dibandingkan Negara G20
loading...
A
A
A
“Normalisasi ekonomi itu kemudian dipicu oleh pengeluaran-pengeluaran konsumen atau rumah tangga dan kegiatan manufaktur di Indonesia terus tumbuh, karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme,” katanya.
Menurut Holle, faktor lain penunjang membaiknya ekonomi Indonesia adalah investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit. “Faktor-faktor itulah yang membuat ekonomi Indonesia di kuartal II masih membaik, meski Pemerintah dihadapkan dengan ancaman krisis ekonomi global,” ujarnya.
Inflasi tahunan Indonesia kembali meningkat pada September lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi mencapai 5,95%, tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25% (yoy). Sedangkan, inflasi bulanan sebesar 1,17%.
“Memang umumnya inflasi meningkat ketika perekonomian sedang bergejolak. Selain itu, lonjakan permintaan barang dari masyarakat pun biasanya menimbulkan demand pull inflation. Namun pada inflasi kali ini, tidak hanya dari demand, tapi dari sisi cost juga. Ini yang bisa berbahaya,” papar Holle.
Untuk menghindari terjadi inflasi yang lebih tinggi, Holle menyarankan agar pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat sehingga ancaman stagflasi bisa terhindarkan, karena masyarakat Indonesia lebih tergantung pada konsumsi.
“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Pemerintah, seperti lewat bantuan langsung tunai (BLT) dan tidak menaikkan kembali harga yang diatur pemerintah, yakni BBM hingga tarif listrik atau harga lainnya termasuk tax,” jelasnya.
Meski begitu, berdasarkan data terakhir dari BPS, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II 2022 tumbuh sebesar 5,44%. Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27%.
“Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74%. Memang dengan jumlah penduduk 276 juta, pasar domestik Indonesia sangat menjanjikan. Itu artinya barang-barang komoditas domestik mestinya menjadi konsumsi masyarakat, dan ini peran pemerintah untuk terus menyanyikan cintai produk dalam negeri,” ungkapnya.
“Jadi ketergantungan RI terhadap pasar internasional jangan sampai melebihi domestik. Ya, hanya sebagai barang komplementer atau pelengkap,” tambahnya.
Holle juga menyarankan agar pemanfaatan ekonomi digitalisasi terus dipacu oleh pemerintah. Pasalnya, ke depan perusahaan akan memerlukan bantuan agar dapat meningkatkan transfer teknologi, mengakses angkatan kerja yang melek teknologi.
Menurut Holle, faktor lain penunjang membaiknya ekonomi Indonesia adalah investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit. “Faktor-faktor itulah yang membuat ekonomi Indonesia di kuartal II masih membaik, meski Pemerintah dihadapkan dengan ancaman krisis ekonomi global,” ujarnya.
Inflasi tahunan Indonesia kembali meningkat pada September lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi mencapai 5,95%, tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25% (yoy). Sedangkan, inflasi bulanan sebesar 1,17%.
“Memang umumnya inflasi meningkat ketika perekonomian sedang bergejolak. Selain itu, lonjakan permintaan barang dari masyarakat pun biasanya menimbulkan demand pull inflation. Namun pada inflasi kali ini, tidak hanya dari demand, tapi dari sisi cost juga. Ini yang bisa berbahaya,” papar Holle.
Untuk menghindari terjadi inflasi yang lebih tinggi, Holle menyarankan agar pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat sehingga ancaman stagflasi bisa terhindarkan, karena masyarakat Indonesia lebih tergantung pada konsumsi.
“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Pemerintah, seperti lewat bantuan langsung tunai (BLT) dan tidak menaikkan kembali harga yang diatur pemerintah, yakni BBM hingga tarif listrik atau harga lainnya termasuk tax,” jelasnya.
Meski begitu, berdasarkan data terakhir dari BPS, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II 2022 tumbuh sebesar 5,44%. Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27%.
“Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74%. Memang dengan jumlah penduduk 276 juta, pasar domestik Indonesia sangat menjanjikan. Itu artinya barang-barang komoditas domestik mestinya menjadi konsumsi masyarakat, dan ini peran pemerintah untuk terus menyanyikan cintai produk dalam negeri,” ungkapnya.
“Jadi ketergantungan RI terhadap pasar internasional jangan sampai melebihi domestik. Ya, hanya sebagai barang komplementer atau pelengkap,” tambahnya.
Holle juga menyarankan agar pemanfaatan ekonomi digitalisasi terus dipacu oleh pemerintah. Pasalnya, ke depan perusahaan akan memerlukan bantuan agar dapat meningkatkan transfer teknologi, mengakses angkatan kerja yang melek teknologi.