Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Dibandingkan Negara G20
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren bagus usai dihantam pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menjadi yang tertinggi di antara negara-negara G20. Ini tak lepas dari kinerja apik perekonomian nasional.
Deputi Bidang Ekonomi Kepemimpinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amilia Adininggar Widyasanti mengatakan, Indonesia masuk pada pemulihan ekonomi jika dibandingkan negara anggota G20 lain.
"Kalau kita bandingkan dengan negara-negara G20 lainnya, Indonesia termasuk pada perekonomian yang sudah pulih. Artinya, yang sudah pulih adalah level Produk Domestik Bruto riil (PDB) nya itu sudah kembali pada level sebelum krisis. Dan ini hanya dialami sebagian dari anggota negara G20," kata Amalia secara virtual webinar bertema "Konflik Negara Adidaya dan Disrupsi Ekonomi Global: Strategi Indonesia" dikutip, Rabu (5/10/2022).
Menurut Amalia, perekonomian Indonesia masih jauh lebih baik dari negara maju lainnya, misalnya dibandingkan Meksiko, Amerika Serikat, Perancis, Italia, dan bahkan Singapura dan Malaysia. Ekonomi Indonesia relatif jauh lebih kuat. Meskipun masih di bawah Vietnam, yang ekonominya tumbuh 7,7%.
"Sementara sebagian anggota G20 lainnya belum masuk pada tahap pemulihan. Kalau membandingkan Indonesia pada 2021 dan dibandingkan 2019 sebelum krisis, kita sudah ada di atas level PDB riil sebelum krisis," ujar Amalia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan membaiknya mobilitas masyarakat dan tingginya harga komoditas. Hal itu menurut Piter tak lepas dari kinerja yang baik dari pemerintah dan lembaga otoritas lainnya yaitu Bank Indonesia dan OJK.
"Terlepas adanya good luck karena kenaikan harga komoditas, tetapi perekonomian indonesia yang bertahan ditengah pandemi sehingga mampu pulih cepat ketika pandemi mereda tidak bisa dipungkiri adalah disebabkan oleh tepatnya kebijakan yang diambil selama masa pandemi," ujar Piter.
Pakar Ekonomi dari IAIN Ambon M. Hanafi Holle mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan dan tertinggi dari negara-negara anggota G20 karena adanya normalisasi aktivitas ekonomi Indonesia dari yang tadinya sempat anjlok akibat Covid-19.
“Normalisasi ekonomi itu kemudian dipicu oleh pengeluaran-pengeluaran konsumen atau rumah tangga dan kegiatan manufaktur di Indonesia terus tumbuh, karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme,” katanya.
Menurut Holle, faktor lain penunjang membaiknya ekonomi Indonesia adalah investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit. “Faktor-faktor itulah yang membuat ekonomi Indonesia di kuartal II masih membaik, meski Pemerintah dihadapkan dengan ancaman krisis ekonomi global,” ujarnya.
Inflasi tahunan Indonesia kembali meningkat pada September lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi mencapai 5,95%, tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25% (yoy). Sedangkan, inflasi bulanan sebesar 1,17%.
“Memang umumnya inflasi meningkat ketika perekonomian sedang bergejolak. Selain itu, lonjakan permintaan barang dari masyarakat pun biasanya menimbulkan demand pull inflation. Namun pada inflasi kali ini, tidak hanya dari demand, tapi dari sisi cost juga. Ini yang bisa berbahaya,” papar Holle.
Untuk menghindari terjadi inflasi yang lebih tinggi, Holle menyarankan agar pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat sehingga ancaman stagflasi bisa terhindarkan, karena masyarakat Indonesia lebih tergantung pada konsumsi.
“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Pemerintah, seperti lewat bantuan langsung tunai (BLT) dan tidak menaikkan kembali harga yang diatur pemerintah, yakni BBM hingga tarif listrik atau harga lainnya termasuk tax,” jelasnya.
Meski begitu, berdasarkan data terakhir dari BPS, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II 2022 tumbuh sebesar 5,44%. Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27%.
“Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74%. Memang dengan jumlah penduduk 276 juta, pasar domestik Indonesia sangat menjanjikan. Itu artinya barang-barang komoditas domestik mestinya menjadi konsumsi masyarakat, dan ini peran pemerintah untuk terus menyanyikan cintai produk dalam negeri,” ungkapnya.
“Jadi ketergantungan RI terhadap pasar internasional jangan sampai melebihi domestik. Ya, hanya sebagai barang komplementer atau pelengkap,” tambahnya.
Holle juga menyarankan agar pemanfaatan ekonomi digitalisasi terus dipacu oleh pemerintah. Pasalnya, ke depan perusahaan akan memerlukan bantuan agar dapat meningkatkan transfer teknologi, mengakses angkatan kerja yang melek teknologi.
Deputi Bidang Ekonomi Kepemimpinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amilia Adininggar Widyasanti mengatakan, Indonesia masuk pada pemulihan ekonomi jika dibandingkan negara anggota G20 lain.
"Kalau kita bandingkan dengan negara-negara G20 lainnya, Indonesia termasuk pada perekonomian yang sudah pulih. Artinya, yang sudah pulih adalah level Produk Domestik Bruto riil (PDB) nya itu sudah kembali pada level sebelum krisis. Dan ini hanya dialami sebagian dari anggota negara G20," kata Amalia secara virtual webinar bertema "Konflik Negara Adidaya dan Disrupsi Ekonomi Global: Strategi Indonesia" dikutip, Rabu (5/10/2022).
Menurut Amalia, perekonomian Indonesia masih jauh lebih baik dari negara maju lainnya, misalnya dibandingkan Meksiko, Amerika Serikat, Perancis, Italia, dan bahkan Singapura dan Malaysia. Ekonomi Indonesia relatif jauh lebih kuat. Meskipun masih di bawah Vietnam, yang ekonominya tumbuh 7,7%.
"Sementara sebagian anggota G20 lainnya belum masuk pada tahap pemulihan. Kalau membandingkan Indonesia pada 2021 dan dibandingkan 2019 sebelum krisis, kita sudah ada di atas level PDB riil sebelum krisis," ujar Amalia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan membaiknya mobilitas masyarakat dan tingginya harga komoditas. Hal itu menurut Piter tak lepas dari kinerja yang baik dari pemerintah dan lembaga otoritas lainnya yaitu Bank Indonesia dan OJK.
"Terlepas adanya good luck karena kenaikan harga komoditas, tetapi perekonomian indonesia yang bertahan ditengah pandemi sehingga mampu pulih cepat ketika pandemi mereda tidak bisa dipungkiri adalah disebabkan oleh tepatnya kebijakan yang diambil selama masa pandemi," ujar Piter.
Pakar Ekonomi dari IAIN Ambon M. Hanafi Holle mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan dan tertinggi dari negara-negara anggota G20 karena adanya normalisasi aktivitas ekonomi Indonesia dari yang tadinya sempat anjlok akibat Covid-19.
“Normalisasi ekonomi itu kemudian dipicu oleh pengeluaran-pengeluaran konsumen atau rumah tangga dan kegiatan manufaktur di Indonesia terus tumbuh, karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme,” katanya.
Menurut Holle, faktor lain penunjang membaiknya ekonomi Indonesia adalah investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit. “Faktor-faktor itulah yang membuat ekonomi Indonesia di kuartal II masih membaik, meski Pemerintah dihadapkan dengan ancaman krisis ekonomi global,” ujarnya.
Inflasi tahunan Indonesia kembali meningkat pada September lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi mencapai 5,95%, tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25% (yoy). Sedangkan, inflasi bulanan sebesar 1,17%.
“Memang umumnya inflasi meningkat ketika perekonomian sedang bergejolak. Selain itu, lonjakan permintaan barang dari masyarakat pun biasanya menimbulkan demand pull inflation. Namun pada inflasi kali ini, tidak hanya dari demand, tapi dari sisi cost juga. Ini yang bisa berbahaya,” papar Holle.
Untuk menghindari terjadi inflasi yang lebih tinggi, Holle menyarankan agar pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat sehingga ancaman stagflasi bisa terhindarkan, karena masyarakat Indonesia lebih tergantung pada konsumsi.
“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Pemerintah, seperti lewat bantuan langsung tunai (BLT) dan tidak menaikkan kembali harga yang diatur pemerintah, yakni BBM hingga tarif listrik atau harga lainnya termasuk tax,” jelasnya.
Meski begitu, berdasarkan data terakhir dari BPS, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II 2022 tumbuh sebesar 5,44%. Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27%.
“Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74%. Memang dengan jumlah penduduk 276 juta, pasar domestik Indonesia sangat menjanjikan. Itu artinya barang-barang komoditas domestik mestinya menjadi konsumsi masyarakat, dan ini peran pemerintah untuk terus menyanyikan cintai produk dalam negeri,” ungkapnya.
“Jadi ketergantungan RI terhadap pasar internasional jangan sampai melebihi domestik. Ya, hanya sebagai barang komplementer atau pelengkap,” tambahnya.
Holle juga menyarankan agar pemanfaatan ekonomi digitalisasi terus dipacu oleh pemerintah. Pasalnya, ke depan perusahaan akan memerlukan bantuan agar dapat meningkatkan transfer teknologi, mengakses angkatan kerja yang melek teknologi.
(cip)