Tragedi Kanjuruhan Coreng Citra Sepak Bola Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tragedi Kanjuruhan yang memakan ratusan korban jiwa menjadi keprihatinan banyak pihak. Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya itu dinilai sebagai tragedi nasional yang mencoreng citra sepak bola Indonesia.
"Citra kita sebagai bangsa yang beradab bisa berubah karena tragedi ini. Bayangkan, ada ratusan orang meninggal dunia. Dan yang meninggal itu justru penonton yang tak bersalah," kata inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10/2022).
Menurut tokoh Jatim ini, tragedi Kanjuruhan memalukan karena wajah sepak bola Indonesia dan menimbulkan citra negatif di mata masyarakat dunia. Beberapa media internasional seperti Reuters, BBC, CNBC bahkan Al-Jazeera juga ikut menyorot insiden maut itu.
Habib Syakur meminta agar pemerintah tidak hanya menyampaikan ucapan dukacita tapi menindak tegas provokator bahkan panitia dan aparat yang dianggap tidak mengetahui mekanisme untuk menjaga keamanan stadion.
"Saya berharap pemerintah melakukan investigasi atas berbagai pihak baik dari panitia yang tidak mampu mengantisipasi adanya insiden ini," katanya.
Sudah menjadi rahasia umum Arema FC dan Persebaya merupakan musuh bebuyutan di kancah persepakbolaan nasional. Kedua klub itu saling bersaing kuat hingga para suporter fanatik di masing-masing pihak ikut terpengaruh oleh rivalitas tersebut.
"Pemerintah juga harus menindak tegas. Tidak bisa hal memalukan seperti ini ditoleransi, kalau kita ingin sepak bola Indonesia maju, harus ada tindak tegas berbagai pihak," kata Habib Syakur.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan 125 Orang
Untuk diketahui, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pecah saat Arema FC dikalahkan 2-3 oleh Persebaya. Suporter Arema FC yang tak rela klub kesayangannya tumbang di kandang sendiri, melakukan kericuhan dengan memasuki arena lapangan. TNI dengan sigap segera memukul mundur para suporter fanatik tersebut.
Tak berapa lama terlihat asap mengepul di pinggiran lapangan. Asap tersebut berasal dari gas air mata yang dilemparkan oleh aparat ke suporter yang turun ke lapangan. Namun karena melempar terlalu pinggir, para penonton yang tak terprovokasi malah terkena asap kimia tersebut yang menyebabkan mereka panik dan berusaha menyelamatkan diri. Kepanikan dan tak adanya pintu evakuasi membuat penonton berdesak-desakan agar bisa keluar.
Asap yang membuat mata perih dan menyesakkan napas tak pelak membuat penonton yang berdesakan itu lemas dan diketahui 125 orang meninggal dalam insiden tersebut.
Mengacu pada aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion, Amnesty International mengkritik aparat dan mendesak pihak pemerintah untuk melakukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan independen. Mereka yang terbukti melanggar diadili di pengadilan terbuka dan tidak semata-mata menerima sanksi internal atau administratif.
"Hilangnya nyawa ini tidak bisa dibiarkan begitu saja," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Sejalan dengan ucapan Usman Hamid, Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid meminta agar pemerintah mencopot dan memberi sanksi tegas pada pemimpin aparat.
"Citra kita sebagai bangsa yang beradab bisa berubah karena tragedi ini. Bayangkan, ada ratusan orang meninggal dunia. Dan yang meninggal itu justru penonton yang tak bersalah," kata inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10/2022).
Menurut tokoh Jatim ini, tragedi Kanjuruhan memalukan karena wajah sepak bola Indonesia dan menimbulkan citra negatif di mata masyarakat dunia. Beberapa media internasional seperti Reuters, BBC, CNBC bahkan Al-Jazeera juga ikut menyorot insiden maut itu.
Habib Syakur meminta agar pemerintah tidak hanya menyampaikan ucapan dukacita tapi menindak tegas provokator bahkan panitia dan aparat yang dianggap tidak mengetahui mekanisme untuk menjaga keamanan stadion.
"Saya berharap pemerintah melakukan investigasi atas berbagai pihak baik dari panitia yang tidak mampu mengantisipasi adanya insiden ini," katanya.
Sudah menjadi rahasia umum Arema FC dan Persebaya merupakan musuh bebuyutan di kancah persepakbolaan nasional. Kedua klub itu saling bersaing kuat hingga para suporter fanatik di masing-masing pihak ikut terpengaruh oleh rivalitas tersebut.
"Pemerintah juga harus menindak tegas. Tidak bisa hal memalukan seperti ini ditoleransi, kalau kita ingin sepak bola Indonesia maju, harus ada tindak tegas berbagai pihak," kata Habib Syakur.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan 125 Orang
Untuk diketahui, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pecah saat Arema FC dikalahkan 2-3 oleh Persebaya. Suporter Arema FC yang tak rela klub kesayangannya tumbang di kandang sendiri, melakukan kericuhan dengan memasuki arena lapangan. TNI dengan sigap segera memukul mundur para suporter fanatik tersebut.
Tak berapa lama terlihat asap mengepul di pinggiran lapangan. Asap tersebut berasal dari gas air mata yang dilemparkan oleh aparat ke suporter yang turun ke lapangan. Namun karena melempar terlalu pinggir, para penonton yang tak terprovokasi malah terkena asap kimia tersebut yang menyebabkan mereka panik dan berusaha menyelamatkan diri. Kepanikan dan tak adanya pintu evakuasi membuat penonton berdesak-desakan agar bisa keluar.
Asap yang membuat mata perih dan menyesakkan napas tak pelak membuat penonton yang berdesakan itu lemas dan diketahui 125 orang meninggal dalam insiden tersebut.
Mengacu pada aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion, Amnesty International mengkritik aparat dan mendesak pihak pemerintah untuk melakukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan independen. Mereka yang terbukti melanggar diadili di pengadilan terbuka dan tidak semata-mata menerima sanksi internal atau administratif.
"Hilangnya nyawa ini tidak bisa dibiarkan begitu saja," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Sejalan dengan ucapan Usman Hamid, Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid meminta agar pemerintah mencopot dan memberi sanksi tegas pada pemimpin aparat.
(abd)