Kado Pahit Hari Tani

Sabtu, 24 September 2022 - 10:40 WIB
loading...
Kado Pahit Hari Tani
Khudori. FOTO/Dok SINDO
A A A
Khudori
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP),

Bagi petani, 24 September merupakan tanggal keramat. Persis 59 tahun lalu, Presiden Soekarno menetapkan 24 September sebagai Hari Tani. Tanggal itu dipilih karena bertepatan dengan pengesahan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Mengapa? UUPA merupakan produk anak bangsa yang diniscayakan membalik sistem sosial feodal warisan kolonialisme. Saat itu, sumberdaya agraria dikuasai segelintir elite. UUPA yang bercorak populis hendak membalik kondisi agraria yang tidak adil itu.

Penetapan Hari Tani didasari oleh peran dan posisi penting petani sebagai penopang eksistensi sebuah bangsa. Di negara manapun, baik di negara maju dan lebih-lebih di negara berkembang, posisi dan peran petani tak tergantikan.

Oleh karena itu, di negara maju sekali pun petani ditempatkan sebagai profesi terhormat dan dilindungi negara. Sayangnya, saat UUPA baru dilaksanakan beberapa tahun pergantian rezim terjadi.

Sejak itu sampai saat ini UUPA mati suri: keberadaannya masih legal dan diakui tetapi tak pernah dilaksanakan serius. Akhirnya, cita-cita UUPA memuliakan dan mensejahterakan petani bagai menggantang asap. Petani tetap dalam wajahnya yang dulu; miskin, gurem, udik, dan jauh dari kemajuan.

Di era Presiden Jokowi ada upaya melaksanan UUPA dengan mengeluarkan Perpres Reforma Agraria No 86/2018. Di dua periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, perpres ini masuk peti-es alias tak pernah dibuat.

Perpres Reforma Agraria mengamanatkan adanya Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pusat hingga kabupaten/kota. Semua provinsi dan kabupaten membentuknya.

GTRA mengadakan rakor untuk melihat potensi reforma agraria (RA) dan membahas aduan masyarakat. Hasil putaran GTRA provinsi dan kabupaten melahirkan surat usulan lokasi-lokasi untuk ditetapkan sebagai tanah obyek RA oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang. Ali-alih usulan ditetapkan, dibahas pun tidak (Nurdin, 2022).

Janji-janji membagikan 9 juta hektare (ha) program RA jauh dari realisasi. Sebaliknya, justru terjadi selebrasi program RA semu dalam dua bentuk: perhutanan sosial dan sertifikasi tanah. RA yang dimaksudkan untuk membalik pola penguasaan dan kepemilikan lahan yang timpang tak berubah.

Sistem sosial yang hendak dikoreksi lewat UUPA tak tersentuh. Didera berbagai kebijakan destruktif, kini sektor pertanian jauh dari seksi. Bagi tenaga terdidik, sektor pertanian tidak menarik.

Maka, terjadilah gerontokrasi tenaga kerja pertanian. Sempitnya kesempatan kerja di perdesaan dan pertanian membuat tenaga kerja muda mengais rezeki ke kota jadi buruh. Sebagian lagi mengadu nasib sebagai buruh migran dengan risiko nyawa.

Terkait peluang kerja di perdesaan, sebetulnya bisa ditempuh dengan industrialisasi pertanian dan pembangunan perdesaan. Namun, pemerintah gagal membangun keduanya.

Indikatornya bisa dilihat dari tingkat kemiskinan. Per Maret 2009, jumlah penduduk miskin perdesaan mencapai 20,6 juta orang atau sekitar 63,4% dari total penduduk miskin. Per Maret 2022, angka kemiskinan di perdesaan mencapai 14,34 juta orang atau 54,8% dari total warga miskin.

Ini fakta getir: pembangunan meminggirkan warga perdesaan. Data ini menunjukkan, puluhan tahun pembangunan ekonomi ternyata kemiskinan tidak pernah beranjak jauh dari desa. Pelbagai laporan peningkatan produksi pangan tidak membuat petani makin sejahtera.

Meningkatnya kemiskinan di perdesaan berhubungan dengan penurunan produktivitas di sektor pertanian, baik produktivitas lahan maupun tenaga kerja. Sejak otonomi daerah pada 2001, produktivitas lahan pertanian kini hanya 2,2 ton pangan ekuivalen per ha. Padahal, dekade 1980-an produktivitas lahan 5,6 ton per ha.

Produktivitas tenaga kerja pertanian idem ditto: menurun dari 4,1 ton pangan per tenaga kerja tahun 1980-an kini tinggal 2 ton pangan ekuivalen per tenaga kerja (Arifin, 2010). Hal ini terjadi karena lahan kian letih dan rusak, sarana irigasi dan infrastruktur perdesaan merosot, riset dan penyuluhan tak terurus.

Data-data yang ada menunjukkan petani saat ini justru lebih miskin ketimbang 60-70 tahun lalu. Tahun 1960-an satu kuintal beras sama nilainya dengan 10 gram emas (Pakpahan, 2007). Saat itu para petani mampu mengirimkan anak-anaknya sekolah ke perguruan tinggi.

Sekarang keadaannya berbalik. Untuk mendapatkan satu gram emas, petani harus menjual satu kuintal beras. Bagaimana mungkin mereka bisa menyekolahkan anaknya. Petani tetap dalam jurang kemiskinan.

Dalam kondisi seperti itu, peluang kerja, termasuk menjadi buruh migran –meskipun berisiko kematian—dianggap lebih bermartabat ketimbang menganggur.

Jika memang pemerintah berniat mengembalikan martabat warga dan bangsa, terutama petani, Hari Tani harus dijadikan momentum membalik arah pembangunan: dari sektor non-tradable (sektor keuangan, jasa, realestat, transportasi dan komunikasi, serta perdagangan/hotel/restoran) yang bersifat padat modal, teknologi dan pengetahuan ke sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan manufaktur) yang padat tenaga kerja dan berbasis lokal. Sebab, orientasi pembangunan semacam itu telah menciptakan kesenjangan kota-desa, keterbelakangan desa, dan marjinalisasi ekonomi perdesaan. Orientasi ini harus dihentikan.

Tanpa perubahan terhadap pilihan strategi industrialisasi dan pembangunan nasional mustahil kemiskinan di perdesaan bisa dihapus. Untuk menghapus kemiskinan di perdesaan harus dilakukan pembangunan perdesaan. Terkait ini, tidak ada pembangunan perdesaan tanpa pembangunan pertanian.

Oleh karena itu, usaha menciptakan peluang kerja (menghapus kemiskinan) tidak akan berhasil tanpa upaya sistematis membenahi kebijakan dan keberpihakan pada sektor pertanian dan industri pengolahan yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertanian.

Dari sisi petani, tanah, modal, pengetahuan dan teknologi, serta akses pasar menjadi kebutuhan primer. Tidak cukup hanya redistribusi tanah (landreform).

Selain itu, prioritas atau fokus pembangunan ekonomi seharusnya bukan hanya berada di pertanian atau pendalaman struktur industri. Tetapi juga membangun proses industrialisasi yang mampu mengubah pola transformasi ekonomi ke arah transformasi ekonomi yang menghasilkan pola perubahan struktural yang memperkuat ekonomi Indonesia di masa datang.

Kesalahan industrialisasi tanpa transformasi struktur ekonomi tidak hanya memiskinkan petani, tapi juga membuat fondasi ekonomi rapuh. Tanpa mau mengubah pola industrialisasi dan orientasi pembangunan, bakal selalu tercipta kado pahit di Hari Tani.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Sinergitas Lintas Sektor...
Sinergitas Lintas Sektor Kunci Wujudkan Swasembada Pangan
Prabowo: Saya Mau Jadi...
Prabowo: Saya Mau Jadi Presiden yang Menurunkan Harga!
Prabowo Patok Harga...
Prabowo Patok Harga Gabah Kering Rp6.500, Gerbang Tani: Perlu Dikawal di Lapangan
Petani Nelayan Terlempar...
Petani Nelayan Terlempar dari Lahannya oleh Pinokio Sudah Biasa
Komisi IV DPR: Naiknya...
Komisi IV DPR: Naiknya HPP Gabah dan Jagung untuk Wujudkan Petani Sejahtera
SPKS: Keputusan Prabowo...
SPKS: Keputusan Prabowo Hapus Utang Petani Bentuk Keberpihakan pada Rakyat
Prabowo Hapus Utang...
Prabowo Hapus Utang Macet UMKM hingga Nelayan, MPR: Terobosan yang Luar Biasa
Wamentan Sudaryono Ajak...
Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
Dampak Positif Rencana...
Dampak Positif Rencana Prabowo Hapus Utang Petani dan Nelayan
Rekomendasi
Ikan Berkepala Gumpalan...
Ikan Berkepala Gumpalan Ditemukan di Antara 27 Spesies Baru di Peru
Netanyahu Marah Luar...
Netanyahu Marah Luar Biasa dalam Sidang Korupsi: Anda Menempatkan Saya di Neraka!
Profil dan Biodata Bobon...
Profil dan Biodata Bobon Santoso Youtuber Masak yang Kini Mualaf, Istrinya Langsung Unfollow
Berita Terkini
Presiden Bakal Umumkan...
Presiden Bakal Umumkan Tunjangan Guru ASN Langsung ke Rekening
38 menit yang lalu
Menkomdigi Sebut Status...
Menkomdigi Sebut Status Seskab Berlandaskan Kewenangan Konstitusional
1 jam yang lalu
Ahok Penuhi Panggilan...
Ahok Penuhi Panggilan Kejagung: Apa yang Saya Tahu Akan Saya Sampaikan!
1 jam yang lalu
Daftar Lengkap 10 Kapolda...
Daftar Lengkap 10 Kapolda Baru pada Mutasi Polri Maret 2025, Ini Nama-namanya
2 jam yang lalu
Mutasi Polri Maret 2025:...
Mutasi Polri Maret 2025: Irjen Rusdi Hartono Jabat Kapolda Sulsel, Brigjen Mardiyono Kapolda Bengkulu
3 jam yang lalu
Daftar Polwan Baru Jabat...
Daftar Polwan Baru Jabat Kapolres pada Mutasi Polri Maret 2025, Ini Nama-namanya
3 jam yang lalu
Infografis
Akhirnya, Ukraina Sepakati...
Akhirnya, Ukraina Sepakati Gencatan Senjata 30 Hari dengan Rusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved