Mengelola Daya Beli dalam Pusaran Inflasi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PASCAPANDEMI , dunia kini berjibaku menghadapi tantangan inflasi di berbagai negara yang terus melaju sehingga memantik potensi perlambatan ekonomi imbas kombinasi pemulihan ekonomi, pengetatan moneter, hingga perang Rusia-Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraina telah turut mendorong harga-harga pangan dan energi dunia meningkat tajam. Negara-negara pengimpor pun cukup tak kuasa menahan kenaikan harga komoditas tersebut hingga akhirnya lonjakan harga memicu inflasi di banyak negara.
Inflasi menjadi salah satu kekhawatiran utama bagi berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Pada perkembangannya, inflasi di banyak negara kini telah melonjak ke level tertinggi multi-tahun yang didorong oleh rebound dalam aktivitas ekonomi pasca pandemi dan gangguan rantai pasokan dampak konflik Rusia-Ukraina. McMahon menyebutkan bahwa tingkat inflasi rata-rata di seluruh dunia saat ini adalah 7,4%. Angka tersebut melonjak tinggi dari tingkat inflasi global sebesar 4,35% pada 2021, dan 3,18% pada 2020.
Inflasi dapat menjadi akar dari dinamika ekonomi yang berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi akibat pandemi. IMF menyebutkan bahwa perang Rusia-Ukraina akan memangkas proyeksi perekonomian 143 negara di tahun 2022 atau sebesar 86% pertumbuhan ekonomi global.
IMF memperkirakan bahwa ekonomi dunia di tahun 2022 hanya akan tumbuh sebesar 3,2% dan diperkirakan akan melambat menjadi 2,9% di tahun 2023. Angka tersebut mengalami penurunan masing-masing 0,4% dan 0,7% dari proyeksi yang dikeluarkan di Bulan April 2022.Oleh sebab itu, semua negara perlu membangun kebijakan exit strategy berupa upaya untuk menekan inflasi, sekaligus menahan daya beli tidak sampai anjlog.
Menjaga Keseimbangan “Demand” dan “Supply”
Tingkat harga merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam sistem perekonomian modern, karena bisa menjaga keseimbangan alokasi sumber daya ekonomi dalam suatu negara. Inflasi yang tinggi akan mengaburkan harga sebagai indikator pasar dan bahkan akan mendistorsi harga-harga sebagai dasar pengambil keputusan usaha, investasi bahkan konsumsi.
Oleh karena pemerintah berkepentingan untuk menjaga inflasi sesuai dengan target, jika tidak terkendali akan berdampak pada misalnya berkurangnya tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi negara-negara berkembang. Selain itu, inflasi tinggi juga mendorong terjadinya defisit neraca perdagangan, pelemahan nilai kurs, sehingga berpotensi meningkatkan beban pembayaran utang luar negeri.
Pada Juli 2022 Indonesia mencatatkan inflasi tertingi sejak Oktober 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi tahunan pada Juli 2022 mencapai 4,94%. Inflasi tahunan Juli 2022 tercatat lebih tinggi dari inflasi tahunan Juni 2022 yang bertengger di level 4,35%. Secara bulanan, inflasi Juli mencapai 0,64% (mtm) dan inflasi tahun kalender 2022 sebesar 3,84%.
Terkait penyebab inflasi pada 2022, Menteri Keuangan RI menyebutkan bahwa telah terjadi dorongan dari sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga-harga komoditas dunia dan gangguan pasokan di domestik yang akhirnya mendongkrak kenaikan inflasi.
Data mencatat bahwa inflasi kelompok volatile food mengalami kenaikan yang signifikan akibat kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan akibat cuaca. Kenaikan harga makanan dan energi menggerek inflasi bergerak naik, bahkan berpotensi pada kisaran yang anomali bagi inflasi pangan. Oleh karenanya, penting bagi pemerintah saat ini untuk mengendalikan harga pangan demi menjaga inflasi berada di ambang batas wajar.
Tak dimungkiri bahwa sektor energi dan pangan menjadi penyumbang terbesar dalam kenaikan inflasi. Sehingga kebijakan untuk meminimalisasi dampak kenaikan tersebut mutlak perlu dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan menjaga ketersediaan stok pangan di masyarakat. Pemerintah secara intens perlu memonitor dan mengevaluasi penerapan kebijakan pangan nasional agar sesuai dengan kondisi terkini melalui upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi.
Implementasi strategi dapat difokuskan melalui optimalisasi pemanfaatan teknologi dan digitalisasi pertanian sisi hulu-hilir, pengembangan konektivitas, serta penguatan kerja sama antar daerah.
Di samping menjaga pasokan pangan nasional, pemerintah juga perlu menjaga daya tahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tengah ancaman inflasi, mengingat jumlah mereka yang sangat massif. Perbaikan disisi supply jaminan bahan baku, bantuan keuangan/kredit, seharusnya terus dijaga. Walaupun demikian, inovasi, kreativitas, adalah kunci utama bagi UMKM untuk bertahan.
Kebijakan Fiskal yang Komprehensif
Proses pemulihan ekonomi Indonesia, setelah terdampak pandemi, sedang berjalan dengan capaian yang sangat baik. Perkembangan sejumlah indikator ekonomi sudah berada di jalur yang benar, pun pemulihan ekonomi yang dirasakan masyarakat mulai menggeliat. Survei Konsumen Bank Indonesia Juni 2022 mengindikasikan bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap kuat. Rata-rata IKK triwulan II 2022 tercatat sebesar 123,4, lebih tinggi dari 114,6 pada triwulan I 2022. Peningkatan tersebut didorong oleh optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini pada semua aspek, yaitu ketersediaan lapangan kerja, kegiatan usaha, dan penghasilan.
Kebijakan pemerintah saat ini, tidak hanya fokus pada menahan dan bahkan menambah daya beli masyarakat, melalui BLT kepada masyarakat terdampak, hal yang sama juga dilakukan oleh pemda, sehingga cakupan akan semakin luas. Konsepsi ini adalah menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk membeli produk-produk UMKM yang ada disekitar wilayahnya. Bagaimana jika lokasi jauh?
Maka pemerintah (kementrian atau dinas di daerah) bisa menciptakan pasar dadakan (seperti pasar rakyat) yang berpindah-pindah dengan menjual produk UMKM yang ada di wilayah tersebut. Secara umum, pemerintah menjaga daya beli, mendukung peningkatan produksi serta mempertemukan mereka di pasar yang disiapkan oleh pemerintah, sebagai kebeijakan fiskal yang komprehensif (menjaga supply, menjaga daya beli serta menciptakan pasar).
Berjalan di tengah badai inflasi bukanlah hal mudah. Pemerintah (baik pusat dan daerah) serta Bank Indonesia, perlu terus berkomitmen untuk memperkuat sinergi agar inflasi tetap terjaga sesuai kisaran sasarannya. Informasi dan ekspektasi yang positif terhadap perekonomian, akan mendorong masyarakat mematuhi kebijakan yang diambil pemerintah.
Sangat pemerintah tampil didepan dan menyatakan bahwa pemerintah betul-betul menjaga kesejahteraan masyarakat, tidak perlu ada panic buying tetap terus bergotong royong, kegiatan-kegiatan yang sifatnya membantu masyarakat lain, perlu terus digalakkan. Bagi masyarakat Indonesia, ini bukan yang pertama yang dihadapi, bangsa ini sudah teruji dan akan terus menjadi lebih baik, dan berkesinambungan menuju Indonesia Maju. Semoga.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)