Stunting dari Perspektif Kedokteran Gigi

Senin, 12 September 2022 - 07:06 WIB
loading...
Stunting dari Perspektif Kedokteran Gigi
Dr drg S. Ratna Laksmiastuti Octavian, Sp.KGA Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak dan Dosen FKG Universitas Trisakti. Foto/istimewa
A A A
Dr drg S. Ratna Laksmiastuti Octavian, Sp.KGA
Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak dan Dosen FKG Universitas Trisakti

KATA stunting, akhir-akhir ini menjadi sangat familiar dan banyak dibicarakan di masyarakat maupun media massa. Sebenarnya stunting telah lama menjadi isu prioritas nasional. Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia oleh Kementerian Kesehatan, tercatat pada tahun 2018, prevalensinya di angka 30,8% dan di tahun 2021 sebanyak 24,4%.

Menurut standar atau batas toleransi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, karena prevalensinya lebih besar dari 20% (seperlima dari jumlah keseluruhan Balita). Indonesia merupakan negara dengan beban anak stunting peringkat 5 dunia.

Stunting adalah masalah kekurangan gizi atau malnutrisi kronis yang secara klinis ditandai dengan tubuh yang pendek, di bawah rata-rata tinggi normal anak seusianya. Stunting merupakan suatu kondisi gangguan pertumbuhan pada anak Balita yang mengalami ukuran badan kurang dari normal berdasarkan usia dan jenis kelamin yang sama. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis sejak 1.000 hari pertama kehidupan waktu berada di kandungan dan baru terlihat saat anak berusia sekitar 2 tahun.

Bertepatan dengan Hari Kesehatan Mulut dan Gigi Nasional yang jatuh pada hari ini, Senin 12 September 2022, stunting berhubungan erat dan saling berhubungan timbal balik dengan kesehatan gigi dan mulut. Keadaan malnutrisi yang berlangsung lama atau kronis dapat menyebabkan: 1) gangguan tumbuh kembang, 2) gangguan perkembangan kognitif, motorik, 3) terganggunya aspek emosional dan intelektual, 4) anak lebih rentan terhadap penyakit infeksi, 5) peningkatan morbiditas dan mortalitas, 6) peningkatan risiko mengidap penyakit degeneratif saat dewasa dan 7) memengaruhi kesehatan rongga mulut.

Stunting dan Karies Gigi

Kondisi kekurangan gizi atau malnutrisi kronis dapat menyebabkan gangguan perkembangan kelenjar saliva atau kelenjar ludah. Kelenjar saliva akan mengalami atrofi, sehingga berdampak pada penurunan laju aliran saliva, mengurangi efek buffer saliva dan penurunan kemampuan self cleansing, sehingga meningkatkan risiko terjadinya karies atau gigi berlubang pada anak. Laju aliran saliva memiliki hubungan secara langsung dengan terjadinya karies melalui oral clearance yang membantu menyingkirkan patogen (virus, bakteria, jamur) dari gigi dan permukaan mukosa.

Buffer berfungsi menetralisir pH setelah makan dan meminimalkan waktu untuk terjadinya demineralisasi. WHO telah menyatakan bahwa karies merupakan masalah kesehatan yang bersifat global, banyak ditemukan di sebagian besar wilayah negara-negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling banyak ditemukan pada anak-anak.

Prevalensi karies diketahui 7 kali lebih tinggi dibanding rhinitis alergika, dan 5 kali lebih tinggi dibanding asma. Karies gigi pada anak yang tidak dirawat akan menyebabkan beberapa hal yang tidak menguntungkan, di antaranya, timbulnya rasa sakit dan tidak nyaman, sehingga dapat menimbulkan gangguan asupan nutrisi karena anak malas makan.

Bila berlangsung dalam waktu yang lama, maka akan terjadi gangguan tumbuh kembang pada anak. Kondisi terganggunya psikomotorik serta intelektual dari efek stunting pada anak, dapat mengakibatkan kesulitan menyikat gigi sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya karies gigi, akibat akumulasi plak.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2421 seconds (0.1#10.140)