Fahri Hamzah Sebut Ada yang Menangis saat Harga BBM Naik, Sindir Siapa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah mengatakan munculnya aksi protes hingga unjuk rasa di sejumlah daerah akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan hal yang wajar. Menurutnya, tidak ada orang yang bisa menerima kenaikan harga BBM.
Di setiap rezim suatu parpol pernah menjadi oposisi dan saat menjadi oposisi pasti menolak kenaikan BBM. Bahkan sampai menangis di kala itu.
"Tidak ada orang yang menerima kenaikan harga BBM itu. Karena setiap rezim itu pernah menjadi oposisi dan ketika mereka menjadi oposisi itu juga menolak kenaikan BBM, dan bahkan ada yang sampai nangis-nangis dan lain-lain. Itu pada masa lalu," ujar Fahri dalam diskuai Gelora Talk bertajuk "Akhirnya Harga BBM Melambung Tinggi, Apa Dampaknya?" yang dikutip, Kamis (8/9/20222).
Menurut mantan Wakil Ketua DPR ini, kalau rezim yang sekarang berkuasa ini ditentang oleh partai politik dan juga masyarakat karena menaikkan harga BBM maka mau tidak mau harus menerima. Karena itu adalah universal language atau bahasa universal rakyat yang mengharapkan harga BBM itu turun.
"Itu ada dalam lagu, ada dalam puisi, juga dalam sastra. Jadi sebenarnya memang kita semua sudah menerima bahwa kenaikan harga BBM itu tidak enak, tidak baik dan tidak selayaknya dilakukan," tandasnya.
Padahal, kata Fahri, yang paling penting adalah bagaimana membaca sikap negara. Namun sayangnya, karena dari waktu ke waktu, dari rezim ke rezim itu gagal dijurubicarai dan gagal dikomunikasikan kepada masyarakat maka rakyat semakin tidak menerima argumentasi kenaikan harga BBM. Misalnya, pemerintah selalu menyampaikan subsidi salah sasaran, pertanyaannya kenapa setiap rezim selalu salah sasaran.
"Sesuatu yang dianggap baik kok ditolak, kalau dianggap baik kenapa mesti ditolak, misalnya istilah 'salah sasaran', itu paling kacau. Itu terminologi itu dari dulu bilang salah sasaran, dari awal pemerintahan berdasarkan itu. Nah rakyat sekarang bilang, eh kamu jangan salah sasaran lagi ya. Itu kan yang bikin salah sasarankan negara, pemerintahan selama ini. Jadi ini adalah omong kosong-omong kosong yang tidak bisa diteruskan, karena logikanya itu tidak bisa diterima oleh masyarakat," terang Fahri.
Apalagi, Fahri menlanjutkan saat ini Indonesia sedang menikmati winfall atau keuntungan yang didapatkan dari lonjakan harga komoditas yang tidak terduga di seluruh dunia, di mana harga-harga komoditas Indonesia naik. Indonesia sejak zaman penjajahan dulu memang hidup atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa karena semua yang dinikmati adalah sumber daya alam yang begitu melimpah.
Bahkan, dia menambahkan, pencapaian di ekonomi pun terus digaungkan oleh pemerintah. Bahkan perekonomian Indonesia membaik dan terus membaik, tapi kenapa rakyat disengsarakan dengan kenaikan BBM. Baca juga:
"Kita dijajah juga itu kan karena sumber daya alam dan yang ini kita masih menggunakan sumber daya alam sebagai alat untuk menekan masyarakat. Padahal pada dasarnya Winfall itu sebenarnya baik."
"Kalau saya mendengar laporan pendapatan apa namanya pajak hasil bumi dan kemungkinan berefek 70-80% daripada pendapatan pajak, ya kira-kira akhir tahun ini pendapatan pajak kita saja sampai Rp2.000-an triliun, yang akan menjadi komposisi terbesar daripada pendapatan negara kita. Jadi kok ini ada berita gembira yang selalu diungkapkan oleh pemerintah setiap hari, tapi kok efeknya rakyat yang dibikin sengsara. Padahal yang paling jelek dari kenaikan BBM itu kan inflasi," pungkas Fahri.
Di setiap rezim suatu parpol pernah menjadi oposisi dan saat menjadi oposisi pasti menolak kenaikan BBM. Bahkan sampai menangis di kala itu.
"Tidak ada orang yang menerima kenaikan harga BBM itu. Karena setiap rezim itu pernah menjadi oposisi dan ketika mereka menjadi oposisi itu juga menolak kenaikan BBM, dan bahkan ada yang sampai nangis-nangis dan lain-lain. Itu pada masa lalu," ujar Fahri dalam diskuai Gelora Talk bertajuk "Akhirnya Harga BBM Melambung Tinggi, Apa Dampaknya?" yang dikutip, Kamis (8/9/20222).
Menurut mantan Wakil Ketua DPR ini, kalau rezim yang sekarang berkuasa ini ditentang oleh partai politik dan juga masyarakat karena menaikkan harga BBM maka mau tidak mau harus menerima. Karena itu adalah universal language atau bahasa universal rakyat yang mengharapkan harga BBM itu turun.
"Itu ada dalam lagu, ada dalam puisi, juga dalam sastra. Jadi sebenarnya memang kita semua sudah menerima bahwa kenaikan harga BBM itu tidak enak, tidak baik dan tidak selayaknya dilakukan," tandasnya.
Padahal, kata Fahri, yang paling penting adalah bagaimana membaca sikap negara. Namun sayangnya, karena dari waktu ke waktu, dari rezim ke rezim itu gagal dijurubicarai dan gagal dikomunikasikan kepada masyarakat maka rakyat semakin tidak menerima argumentasi kenaikan harga BBM. Misalnya, pemerintah selalu menyampaikan subsidi salah sasaran, pertanyaannya kenapa setiap rezim selalu salah sasaran.
"Sesuatu yang dianggap baik kok ditolak, kalau dianggap baik kenapa mesti ditolak, misalnya istilah 'salah sasaran', itu paling kacau. Itu terminologi itu dari dulu bilang salah sasaran, dari awal pemerintahan berdasarkan itu. Nah rakyat sekarang bilang, eh kamu jangan salah sasaran lagi ya. Itu kan yang bikin salah sasarankan negara, pemerintahan selama ini. Jadi ini adalah omong kosong-omong kosong yang tidak bisa diteruskan, karena logikanya itu tidak bisa diterima oleh masyarakat," terang Fahri.
Apalagi, Fahri menlanjutkan saat ini Indonesia sedang menikmati winfall atau keuntungan yang didapatkan dari lonjakan harga komoditas yang tidak terduga di seluruh dunia, di mana harga-harga komoditas Indonesia naik. Indonesia sejak zaman penjajahan dulu memang hidup atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa karena semua yang dinikmati adalah sumber daya alam yang begitu melimpah.
Bahkan, dia menambahkan, pencapaian di ekonomi pun terus digaungkan oleh pemerintah. Bahkan perekonomian Indonesia membaik dan terus membaik, tapi kenapa rakyat disengsarakan dengan kenaikan BBM. Baca juga:
"Kita dijajah juga itu kan karena sumber daya alam dan yang ini kita masih menggunakan sumber daya alam sebagai alat untuk menekan masyarakat. Padahal pada dasarnya Winfall itu sebenarnya baik."
"Kalau saya mendengar laporan pendapatan apa namanya pajak hasil bumi dan kemungkinan berefek 70-80% daripada pendapatan pajak, ya kira-kira akhir tahun ini pendapatan pajak kita saja sampai Rp2.000-an triliun, yang akan menjadi komposisi terbesar daripada pendapatan negara kita. Jadi kok ini ada berita gembira yang selalu diungkapkan oleh pemerintah setiap hari, tapi kok efeknya rakyat yang dibikin sengsara. Padahal yang paling jelek dari kenaikan BBM itu kan inflasi," pungkas Fahri.
(kri)