Gotong Royong Dinilai Bisa Jadi Solusi Swasembada Daging Sapi

Kamis, 08 September 2022 - 02:27 WIB
loading...
Gotong Royong Dinilai...
Gotong royong antara pemerintah, peternak rakyat, perguruan tinggi, dan pengusaha ternak diperlukan dalam mencapai target swasembada daging sapi untuk jangka panjang. Foto: Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Gotong royong antara pemerintah, peternak rakyat, perguruan tinggi, dan pengusaha ternak diperlukan dalam mencapai target swasembada daging sapi untuk jangka panjang. Sinergi itu diyakini akan membantu Indonesia dalam mencapai target swasembada sapi untuk jangka panjang.

Guru Besar IPB University Muladno mengungkapkan bahwa perkembangan budi daya ternak sapi di Indonesia ditentukan oleh empat unsur. Empat unsur itu adalah peternak rakyat, pengusaha ternak, pemerintah, dan akademisi perguruan tinggi.

“Sinergi dan kolaborasi komunitas dan pengusaha menjadi satu-satunya penyelesaian (budi daya sapi), yang tentu saja didampingi pemerintah dan perguruan tinggi. Namanya gotong royong produktif,” ujar Muladno dikutip pada Rabu (7/9/2022).





Dia menilai setiap unsur itu punya kekuatan masing-masing. Namun, mereka sampai saat ini belum bergotong royong maksimal agar bisa menutupi kelemahan masing-masing.

“Saya ingin sampaikan apa kekuatan peternak rakyat? Pertama, jumlahnya banyak dan menguasai (budi daya ternak). Kepemilikan sapi di Indonesia dikuasai oleh peternak rakyat, yang kecil-kecil. Sebesar 98% populasi sapi dikuasai oleh mereka. Termasuk yang indukan,” imbuhnya.

Peternak rakyat juga punya kekuatan karena tekun dan menyayangi hewan ternaknya. Mereka menjadikan ternak sebagai tabungan, amanah, dan bertanggung jawab terhadap peternaknya.

“Sayang kekuatan ini belum dimaksimalkan. Yang saya dengar dari sejak saya kuliah sampai hari ini, itu menjadi seolah-olah kekurangan. Padahal ini kekuatan," kata mantan Dirjen Peternakan Kementan itu.

Dia mengatakan, pengusaha ternak memiliki kekuatan keuangan yang mapan, jaringan bisnis luas, keunggulan bersaing, berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dalam efisiensi dan produktivitas, serta dipercaya oleh lembaga keuangan seperti bank. “Ini tidak dimiliki oleh peternak-peternak kecil,” ujarnya.

Sedangkan unsur perguruan tinggi, kata dia, memiliki kekuatan ilmu pengetahuan dan mampu mengembangkan teknologi. Lalu, berjiwa pendidik, kreatif dan inovatif, detail dan komprehensif, serta berorientasi keilmuan.

Adapun unsur pemerintah yang diwakili Kementerian Pertanian punya kekuatan berupa kewenangan untuk mengatur, memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan dana rakyat untuk kesejahteraan rakyat, berjangkauan luas, taat pada atasan dan prosedural, serta memiliki banyak aset lahan untuk pengembangan peternakan. “Jadi, mestinya kekuatan dari empat pihak itu minimal ini kalau diramu sedemikian rupa menjadi kekuatan,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mengatasi menurunnya populasi sapi di Indonesia, terutama karena penyakit mulut dan kuku (PMK), tahap awal yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir dan karakter budi daya sapi para peternak rakyat. Caranya, memberikan edukasi layak tentang usaha ternak sapi.

Dia menambahkan, aalah satunya memasukkan peternak dalam Sekolah Peternak Rakyat (SPR) yang digagas perguruan tinggi tempat dia mengabdi. “Kalau mau bilang pengembangbiakkan ternak sapi, maka yang paling penting adalah peternak rakyat," tuturnya.

Dia menilai edukasi bagi peternak rakyat dibutuhkan agar mereka memiliki kesetaraan penguasaan ilmu dengan pemerintah, pengusaha, dan perguruan tinggi. “Peternak rakyat harus disamakan frekuensinya dengan tiga unsur lain. Supaya (frekuensinya) sama, setara segalanya,” ungkapnya.

Dia meyakini jika empat unsur tadi sudah setara, akan mempermudah gotong royong untuk mencapai target Indonesia swasembada sapi, bahkan untuk jangka panjang. “Dengan cara seperti ini nantinya bisa menambah populasi sapi. Nanti industri daging dan pengolahan produk bisa juga. Ratusan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) bisa dipekerjakan untuk ini," ucapnya.

Agar bisa berswasembada pada 2026, berdasarkan proyeksi Dosen Peternakan IPB University, Afton Atabany, populasi sapi lokal harus berjumlah 37 juta ekor atau dua kali lipat dari jumlah saat ini yang sekitar 18,5 juta ekor. Setiap tahun dibutuhkan impor sapi indukan sebanyak 1 juta ekor, yang dalam pemeliharaannya harus memiliki angka kelahiran 70% dan angka kematian maksimal 30%.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1171 seconds (0.1#10.140)