Guru Besar ITS: Pengelolaan Wilayah Pesisir Butuh Regulasi Jangka Panjang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengelolaan serta pemanfaatan wilayah pesisir di Indonesia sampai sekarang belum optimal. Di antara kendalanya yaitu banyaknya pihak yang terlibat serta regulasi kerap berganti.
Menurut Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Daniel M Rosyid, pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut pada dasarnya sebuah game. Permainan ini melibatkan berbagai aktor atau pemain yang berusaha mendapatkan manfaat sumber daya pesisir dan laut.
Layaknya sebuah permainan, pemanfaatan wilayah pesisir tentu membutuhkan aturan main. Daniel mengatakan, regulasi sebagai aturan main tertulis bertujuan agar permainan berlangsung sehat. Para pemain mematuhi aturan main tersebut sehingga permainan bisa berlangsung berkelanjutan dalam jangka panjang.
(Baca: ITS Buat Aplikasi Pemantau COVID-19 Gandeng Polres Tanjung Perak)
"Karena melibatkan banyak pemangku kepentingan, perlu dibangun keterpaduan melalui rancangan UU nasional yang generik. Hal ini untuk mengakomodasi keragaman ekosistem, adat istiadat, kapasitas teknologi, serta prakarsa lokal," kata Daniel dalam Ocean Engineering Webinar Series yang diselenggarakan Departemen Teknik Kelautan Fakultas Tekonologi Kelautan ITS, Rabu (1/7/2020).
Menurut Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Jawa Timur itu, berbagai revisi undang-undang dan peraturan daerah menunjukkan bahwa perundang-undangan adalah buah proses politik. Tapi sayangnya, justru proses politik itulah yang mengancam mutu regulasi tersebut, baik dari segi substansi maupun legislasinya. ”Biaya politik yang tinggi mengancam regulasi yang menjamin kepentingan publik dalam jangka panjang,” katanya.
Mantan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widi Agus Pratikto mengungkapkan, aspek pesisir dan laut bukan saja masalah investasi dan ekonomi, namun juga Sustainability of Integrated Coastal Zone Management (ICZM), bencana dan risiko, serta keselarasan.
(Baca: Potensi Budidaya Ikan Baru Tergarap 10%, Edhy Prabowo: Perlu Inovasi)
”UU Nomor 23 Tahun 2014 yang memberikan wewenang pemanfaatan ruang laut kepada pemerintah provinsi perizinan, merupakan tantangan bagi semua pihak berkepentingan untuk dapat bersinergi dan bekerja sama sehingga operasionalisasi, keharmonisan, dan keselarasan bisa ditingkatkan,” ujar Pratikto yang juga guru besar ITS.
Sementara, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menyatakan bahwa upaya pemerintah untuk membangun komunikasi antar pemangku kepentingan dalam pengeloaan wilayah pesisir dituangkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14/2009 tentang Mitra Bahari.
Mitra Bahari melibatkan pemerintah daerah, perguruang tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan kelompok masyarakat. "Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penguatan kapasitas SDM, lembaga, pendidikan, penyuluhan hingga pengembangan rekomendasi kebijakan,"
Lihat Juga: Isu Presidium Jelang Kongres IKA ITS: Kebutuhan Organisasi atau Gimmick Bagi-bagi Kursi?
Menurut Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Daniel M Rosyid, pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut pada dasarnya sebuah game. Permainan ini melibatkan berbagai aktor atau pemain yang berusaha mendapatkan manfaat sumber daya pesisir dan laut.
Layaknya sebuah permainan, pemanfaatan wilayah pesisir tentu membutuhkan aturan main. Daniel mengatakan, regulasi sebagai aturan main tertulis bertujuan agar permainan berlangsung sehat. Para pemain mematuhi aturan main tersebut sehingga permainan bisa berlangsung berkelanjutan dalam jangka panjang.
(Baca: ITS Buat Aplikasi Pemantau COVID-19 Gandeng Polres Tanjung Perak)
"Karena melibatkan banyak pemangku kepentingan, perlu dibangun keterpaduan melalui rancangan UU nasional yang generik. Hal ini untuk mengakomodasi keragaman ekosistem, adat istiadat, kapasitas teknologi, serta prakarsa lokal," kata Daniel dalam Ocean Engineering Webinar Series yang diselenggarakan Departemen Teknik Kelautan Fakultas Tekonologi Kelautan ITS, Rabu (1/7/2020).
Menurut Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Jawa Timur itu, berbagai revisi undang-undang dan peraturan daerah menunjukkan bahwa perundang-undangan adalah buah proses politik. Tapi sayangnya, justru proses politik itulah yang mengancam mutu regulasi tersebut, baik dari segi substansi maupun legislasinya. ”Biaya politik yang tinggi mengancam regulasi yang menjamin kepentingan publik dalam jangka panjang,” katanya.
Mantan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widi Agus Pratikto mengungkapkan, aspek pesisir dan laut bukan saja masalah investasi dan ekonomi, namun juga Sustainability of Integrated Coastal Zone Management (ICZM), bencana dan risiko, serta keselarasan.
(Baca: Potensi Budidaya Ikan Baru Tergarap 10%, Edhy Prabowo: Perlu Inovasi)
”UU Nomor 23 Tahun 2014 yang memberikan wewenang pemanfaatan ruang laut kepada pemerintah provinsi perizinan, merupakan tantangan bagi semua pihak berkepentingan untuk dapat bersinergi dan bekerja sama sehingga operasionalisasi, keharmonisan, dan keselarasan bisa ditingkatkan,” ujar Pratikto yang juga guru besar ITS.
Sementara, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menyatakan bahwa upaya pemerintah untuk membangun komunikasi antar pemangku kepentingan dalam pengeloaan wilayah pesisir dituangkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14/2009 tentang Mitra Bahari.
Mitra Bahari melibatkan pemerintah daerah, perguruang tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan kelompok masyarakat. "Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penguatan kapasitas SDM, lembaga, pendidikan, penyuluhan hingga pengembangan rekomendasi kebijakan,"
Lihat Juga: Isu Presidium Jelang Kongres IKA ITS: Kebutuhan Organisasi atau Gimmick Bagi-bagi Kursi?
(muh)