Krisis Kepemimpinan Memerlukan Kabinet Krisis

Rabu, 01 Juli 2020 - 15:56 WIB
loading...
Krisis Kepemimpinan...
Dr. Fadli Zon, M.Sc. Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat V, Alumnus LSE (London School of Economics) Inggris bidang Studi Pembangunan. Foto/SINDOnews
A A A
Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat V, Alumnus LSE (London School of Economics) Inggris bidang Studi Pembangunan

TERUS terang saya prihatin menonton pidato kemarahan Presiden di hadapan para menteri dan beberapa pimpinan lembaga tinggi negara. Kemarahan itu sebenarnya disampaikan pada pembukaan sidang kabinet paripurna di Istana Negara, 18 Juni 2020 lalu. Namun, rekamannya baru diunggah oleh Sekretariat Presiden pada 28 Juni 2020 kemarin.

Ada dua sumber keprihatinan saya.Pertama, sebagai pemimpin, Presiden mestinya mengerti bahwa adab seorang pemimpin adalah bertanggung jawab atas kesalahan anak buahnya. Dengan mengumbar pidato marah-marah tersebut, Presiden bukan hanya telah mempermalukan anak buahnya, tapi juga sedang mempermalukan dirinya sendiri sebagai pemimpin.

Kalau dia menyebut menterinya tak becus bekerja, sementara Presiden sendiri tidak melakukan langkah apapun untuk menghentikan, atau memutus ketidakbecusan itu, bahkan sesudah lebih dari seminggu rapat kabinet tadi berlangsung, secara tak langsung Presiden sedang menunjukkan ketidakcakapannya dalam memilih, mengelola, serta mengontrol kinerja para menterinya.

Apalagi, sejak awal Presiden sudah menegaskan tidak ada yang disebut visi/misi menteri, yang ada hanyalah visi/misi Presiden. Artinya, semua menteri seharusnya berada di bawah pengawasan dan kendalinya.

Kedua, masih terkait prinsip dasar kepemimpinan, mengkritik, menegur, atau memarahi anak buah di muka publik bukanlah sebuah tindakan yang patut. Pemimpin memang boleh menegur, bahkan hingga sekeras-kerasnya pada anak buah, atau memarahi mereka sekasar-kasarnya, namun semua itu seharusnya dilakukan di ruang tertutup.

Sebaliknya, dalam urusan prestasi, jika anak buahnya cakap maka seorang pemimpin seharusnya memuji anak buahnya di ruang terbuka. Selain sebagai bentuk apresiasi, hal itu juga untuk mendongkrak wibawa kepemimpinannya. Dengan kata lain, cara seorang pemimpin meninggikan dirinya sendiri adalah dengan meninggikan anak buahnya. Sebaliknya, jika seorang pemimpin merendahkan anak buahnya, maka sebenarnya dia sedang merendahkan diri sendiri.

Kenapa isu adab kepemimpinan ini perlu kita anggap penting, karena kunci utama menghadapi dan menangani krisis adalah kepemimpinan. Seperti pernah saya singgung beberapa waktu lalu, saya setuju dengan pernyataan Jeffrey Sachs bahwa untuk menghadapi pandemi dan krisis yang mengikutinya, dibutuhkan sebuah kepemimpinan yang cakap, yaitu para pemimpin yang bisa memobilisasi sumber daya nasional untuk merespon bencana dan krisis. Hanya pemimpin cakap yang akan bisa membawa sebuah negara keluar dari krisis dan pandemi.

Itulah yang menjelaskan kenapa Jerman dan Selandia Baru, misalnya, berhasil mengatasi pandemi, sementara Amerika Serikat nampak kalang kabut menghadapi Covid-19. Itu tak terlepas dari soal kepemimpinan.

Menurut saya kemarahan dalam rapat paripurna kabinet itu merupakan ekspresi rasa frustrasi Presiden dalam menghadapi situasi krisis saat ini. Tapi kemarahan itu tidak ada gunanya buat rakyat, kecuali hanya bagi pribadi Presiden.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1840 seconds (0.1#10.140)