Mengulas Surat Jenderal Besar (Purn) AH Nasution di Tengah Badai Mei 1998

Senin, 29 Agustus 2022 - 06:11 WIB
loading...
Mengulas Surat Jenderal...
PAM Swakarsa berkonvoi menuju Gedung MPR dalam rangka pengamanan SI MPR 1998. Foto/SINDOnews/Konflik dan Integrasi TNI AD
A A A
JAKARTA - Pada 21 Mei 1998, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto menyatakan lengser dari jabatan Presiden dan digantikan oleh BJ Habibie. Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan, kemudian mengawali kariernya sebagai penasihat Presiden bidang Hankam.

Sampai pada Sintong menerima telepon dari ajudan Presiden yang mengatakan bahwa ia ditunggu di kediaman Presiden, karena Presiden dikunjungi oleh dua orang tamu yakni Kepala Kostrad Mayjen TNI Kivlan Zen dan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) Mayjen TNI Muchdi PR.



Menurut Sintong, surat itu diterimanya sesuai dengan arahan Presiden, agar kepentingan tamu itu diambil alih oleh Sintong.

Surat itu berisi saran agar Jenderal TNI Subagyo HS diangkat menjadi Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto diangkat menjadi Menteri Hankam, sedangkan Letjen TNI Prabowo Subianto diangkat menjadi KSAD. Selain itu juga agar diadakan pemisahan antara jabatan Panglima ABRI dengan Menteri Hankam.

Sintong sependapat dengan pemisahan jabatan Panglima ABRI dan Menteri Hankam agar Panglima ABRI dijabat oleh orang baru yang tidak terlibat dengan masa lalu. Bahwa sebenarnya Jenderal Besar Nasution hanya menandatangani surat itu saja, karena beliau sedang sakit.

Penulis surat itu ialah Mayjen TNI Kivlan Zen, seperti diungkap dalam bukunya berjudul Konflik dan Integrasi TNI AD.

Pada waktu Kivlan Zen dan Muchdi PR akan meninggalkan kediaman Wapres BJ Habibie di Kuningan, Habibie menanyakan kedua tamunya. "Saya ingin menyalami mereka," kata BJ Habibie kepada Sintong.

Akhirnya Sintong memanggil mereka, kedua perwira tinggi itu bertemu langsung dengan BJ Habibie di pintu ruang kerjanya dan BJ Habibie membaca surat yang ditandatangani oleh Jenderal Besar (Purn) AH Nasution.

Menurut Sintong, kehadiran Kivlan Zen ke rumah Presiden BJ Habibie di Patra Jasa, Kuningan, merupakan tindakan yang wajar, walaupun kurang tepat. Dalam hal ini Mayjen TNI Kivlan Zen sebagai kepala Kostrad melaksanakan perintah Panglima Kostrad.

Namun kehadiran Muchi PR di kediaman Presiden Habibie, merupakan tindakan janggal. "Sejak kapan Komandan Jenderal Kopassus dapat diperintah oleh Panglima Kostrad? Baik Kostrad maupun Kopassus berkedudukan sejajar sebagai Balahanpus (Bala Pertahanan Terpusat), hanya pangkat Panglima Kostrad berbeda dengan Komandan Jenderal Kopassus," kata Sintong.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1281 seconds (0.1#10.140)