Mendongkrak Kepercayaan Pekerja

Senin, 22 Agustus 2022 - 10:03 WIB
loading...
Mendongkrak Kepercayaan...
Muhammad Zuhri Bahri. FOTO/DOK SINDO
A A A
Muhammad Zuhri Bahri
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

Jaminan sosial ketenagakerjaan sejatinya adalah hak bagi semua pekerja, penerima upah (PU) maupun bukan penerima upah (BPU) atau biasa disebut pekerja formal dan nonformal. Adalah mutlak bagi seluruh pekerja Indonesia mendapatkan haknya dengan menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan ( Jamsostek ). Dengan jaminan sosial, pekerja dapat bekerja lebih nyaman dan mampu meningkatkan produktivitas serta daya saing pekerja maupun perusahaan.

Namun, masih banyak pekerja yang tidak mengetahui dan menyadari bahwa dirinya adalah peserta. Bahkan, banyak masyarakat tidak paham tentang Jamsostek. Kurangnya sosialisasi akan pemahaman akan pentingnya Jamsostek juga disebabkan karena ketidakmampuan pekerja dalam mengakses informasi maupun karena ketidakyakinan untuk menjadi peserta Jamsostek yang sebenarnya sangat bermanfaat.

Masih kurangnyapublic awarenessini, tentu saja perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Seringkali penulis alami, masyarakat masih banyak yang rancu membedakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Ini menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan serius bagi manajemen BPJS Ketenagakerjaan untuk lebih dapat membangunpublic awarenessdi kalangan masyarakat akan pentingnya Jamsostek.

Sebagai satu bentuk hadirnya negara dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup layak, mandat tentang jaminan sosial ini tertuang dalam Undang-Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dari UU ini selanjutnya dibentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia melalui UU No 24/2011 yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

Melalui UU tersebut, BPJS Ketenagakerjaan memiliki tanggung jawab dan komitmen untuk melindungi dan menyejahterakan seluruh pekerja dan keluarganya, meningkatkan produktivitas dan daya saing pekerja, serta mendukung pembangunan dan kemandirian perekonomian nasional. Dalam menjalankan komitmen tersebut, BPJS Ketenagakerjaan harus didorong untuk terus meningkatkancoverageatau jangkauan dengan meluaskan penetrasi peserta. Berikutnya, membangun kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kualitas layanan. Dan selanjutnya adalah menambah benefit dengan optimalisasi investasi yang memberikan nilai tambah.

Ketiga pilar tersebut sangat strategis guna memastikan tercapainya tujuan dan target-target Jamsostek dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Oleh karena itu harus mendapatkan pengawalan yang lebih sistematis, terstruktur, dan berkesinambungan.

Reputasi dan Edukasi
Manajemen BPJS Ketenagakerjaan perlu menempuh langkah strategis untuk melakukan publikasi baik di kalangan internal maupun eksternal guna memastikan masyarakat memiliki pemahaman yang cukup akan pentingnya Jamsostek. Dengan terbentuknyapublic awareness, maka akan terbentuk kepercayaan di masyarakat untuk menimbulkan kesadaran agar dirinya ikut dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Ini penting untuk melindungi diri dan keluarga, agar ia dapat bekerja dengan tenang.

Dalam upaya menancapkanbrandBPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek, dapat ditempuh dengan cara memastikan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat mudah diakses, cepat, dan nyaman. Sektor pelayanan ini harus dibenahi dan diperbaiki terus-menerus, sehingga orang nyaman, yakin, dan percaya, apabila mereka datang ke BPJS Ketenagakerjaan akan dilayani dengan baik dan prima.

Kedua terkait pengelolaan dana atau iuran. Peserta harus diyakinkan selain keamanannya, investasi yang dikembangkan dipastikan berkembang dan dapat bermanfaat bagi peserta dan masyarakat luas serta memberikan efek jangka panjang berkelanjutan. Dengan tata kelola yanggovernancedancomplianceyaitu tertib dalam tata kelola dan mengikuti aturan yang ada, BPJS Ketenagakerjaan akan mewujudkan itu semua.

Dalam transformasi layanan digital, BPJS Ketenagakerjaan telah meluncurkan Jamsostek Mobile (JMO) yang aplikasinyauser friendly, aman, dan murah. Fasilitas ini juga dibarengi dengan pengembangan layananonsiteuntuk peserta yang tidak terjangkau oleh digitalisasi.

Strategi Kesadaran Publik
Selain menguatkan dan konsolidasi internal, strategi berikutnya adalah membangun komunikasi dengan pihak eksternal. Dalam upaya meningkatkanpublic awarenesstidak cukup hanya dilakukan dengan persebaran informasi, namun harus diikuti dengan kesadaran kolektif. Bagaimana caranya? Harus ada strategi komunikasi dan marketing yang lebih baik berbasis kepada masyarakat Indonesia yang heterogen.

Dengan kata lain dibutuhkangrandstrategi komunikasi yang lebih efektif untuk dapat menembus ruang-ruang kesadaran publik yang lebih terarah, fokus, dan masif. Tak hanya itu, terpenting adalah bagaimanagrandstrategi itu diimplementasikan secara lebih efektif dalam meningkatkanpublic awareness, dengan melakukan edukasi dan literasi publik (pekerja) tentang Jamsostek secara berkelanjutan dan konsisten.

Meminjam konsepCollective Consciousness-nya, Karl Marx (1859), kesadaran sosial terkait dengan kesadaran diri kolektif dan pengalaman identitas sosial bersama. Kesadaran sosial menunjukkan kesadaran untuk menjadi bagian dari komunitas orang lain yang saling terkait. "Kami Merasa" atau "Rasa Kita".

Dengan pengalaman identitas sosial bersama, individu dapat mengalami kesatuan sosial. Kesadaran sosial juga dapat merangsang bekerja menuju tujuan bersama. Teori ini dapat diterapkan dalam strategi untuk membentukpublic awareness.

Apabila di dalam lingkungan sekitarnya, seorang pekerja telah mendapatkan manfaat Jamostek, maka ia akan berkeinginan mendapatkan kesempatan yang sama, yaitu dengan kesadaran sendiri akan mendaftar sebagai peserta.

Hal itu seiring dengan teori pembelajaran sosial, Albert Bandura (1977), yang menekankan pentingnya mengamati, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap, dan reaksi emosional orang lain. Teori pembelajaran sosial ini mempertimbangkan faktor lingkungan dan kognitif saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran dan perilaku manusia.

Kedua teori tersebut dapat menjadi strategi terkait bagaimana kita menyasar komunitas tertentu, utamanya untuk BPU. Tentu saja, untuk untuk menyasarnya perlu disesuaikan dengan lingkungan komunitas secara geografis dan mata pencaharian seperti nelayan, petani, atau pekerja rentan baik di perdesaan maupun perkotaan. Program sosialisasi dan publikasi harus dikemas agar mudah dipahami dan menjadi bahasa sehari-hari mereka. Strategi komunikasi ini harus dilakukan secara masif dan dilakukan secara kontinu.

Agar didapatkan satu pemahaman utuh terkait Jamsostek ini, dibutuhkan upaya yang kuat serta biaya tidak sedikit. Maka, perlu strategi dan komitmen kuat dari jajaran direksi. Namun, akan menjadi lebih mudah apabila melibatkan stakeholdersdari berbagai institusi (Pentahelix) sepertigovernmentdi pusat dan daerah agar memberikan penguatan bagi masyarakat, bisnis atau dunia usaha dalam meningkatkan tanggung jawabnya terhadap pekerja secara lebih adil.

Demikian pula dengan komunitas seperti serikat pekerja, agar mereka lebihawaredan termotivasi untuk menjadi peserta. Selain itu peran akademisi juga penting karena mereka bertanggung jawab membekali mahasiswa sebagai calon pekerja terkait. Di sini mereka bisa menyampaikan arti penting Jamsostek serta pemikiran-pemikiran yang memberikan kontribusi pada pengembangan Jamsostek. Sedangkan untuk media, perannya sangat penting karena mereka adalah pembawa pesan yang sangat strategis untuk mensosialisasikan arti pentingnya Jamsostek.

Dukungan yang penuh dari berbagaistakeholderini,diharapkan mampu mengakselerasi tingkat pemahaman, kesadaran, dan literasi publik atau pekerja dan pada akhirnya berdampak kepada terwujudnyauniversal coveragesecara menyeluruh bagi pekerja di Indonesia.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1264 seconds (0.1#10.140)