Gagal Sandang Brevet Komando, Mantan Komandan Luhut Ini Dapat Kehormatan Gotong Peti Jenazah Jenderal Ahmad Yani

Minggu, 07 Agustus 2022 - 06:04 WIB
loading...
Gagal Sandang Brevet Komando, Mantan Komandan Luhut Ini Dapat Kehormatan Gotong Peti Jenazah Jenderal Ahmad Yani
Selalu ada hikmah di balik kegagalan. Hal itu dialami oleh pentolan Kopassus Letjen (Purn) Soegito yang harus gagal menyandang brevet komando dan baret merah. Foto/Kostrad
A A A
JAKARTA - Selalu ada hikmah di balik kegagalan. Hal itu dialami oleh pentolan Kopassus Letjen (Purn) Soegito yang harus gagal menyandang brevet komando dan baret merah karena tak kuat berjalan 500 kilometer dari Batujajar, Bandung Barat ke Nusakambangan, Cilacap.

Gagal mengikuti pendidikan komando karena sakit, mantan komandan Luhut Pandjaitan di Grup 1 Para Komando (Parako) ini malah mendapat kehormatan membantu pemakaman tujuh Pahlawan Revolusi di TMP Kalibata.

Latihan komando merupakan sebuah tahapan awal yang harus dilalui setiap prajurit yang akan bergabung dengan satuan elite. Pendidikan komando bertujuan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan prajurit sehingga baik secara individu dan kelompok melaksanakan operasi komando. Di lingkungan militer, komando juga dipahami sebagai unit tempur, jalur hirarki, atau bentuk perintah.

Pendidikan komando diakhiri di Nusakambangan, Cilacap. Sebelum upacara pembaretan, selalu diadakan demo penutup dari siswa komando yang disaksikan para undangan dan keluarga siswa. Kopassus menyebut demo saat matahari terbit ini dengan Seruko (Serangan Regu Komando).

Setelah menyelesaikan pendidikan komando dan para dasar serta berhak menyandang brevet komando dan baret merah, mereka disebar di unit-unit operasional Kopassus, yaitu Grup. Di Grup ini, pada tahap awal mereka akan melaksanakan orientasi untuk mendapatkan gambaran tugas, nilai-nilai, dan tradisi satuan barunya.

Dikutip dari buku "Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen", Minggu (7/8/2022), walau sudah tahu risikonya, tidak ada yang bisa menghalangi Soegito untuk mengikuti pendidikan komando. Salah satu alasannya cukup sepele, ingin sekali di lengan kanan bajunya ada tulisan Komando. Sehingga apa pun yang akan terjadi selama masa pendidikan, akan dihadapinya tanpa perasaan gentar.

Pendidikan komando dimulai di Batujajar pada Februari 1965. Soegito kembali bertemu dengan kelompok yuniornya dari AMN (Akademi Militer Nasional) 63 yang baru pulang dari Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan. Sebanyak 15 orang perwira remaja alumni 63 mengikuti pendidikan komando.

Letjen (Pur) Sintong Panjaitan dalam bukunya Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009) menyebutkan, bahwa mereka adalah angkatan pertama alumni AMN yang mengikuti pendidikan dasar komando yang sebetulnya adalah kali kedua bagi lulusan AMN.

Tahap demi tahap latihan dilahap Soegito dengan baik, tanpa kesulitan. Memasuki tahap terakhir yaitu longmarch dari Batujajar ke Cilacap sejauh hampir 500 kilometer selama 10 hari, mendadak Soegito merasakan sakit tak tertahankan di seluruh sendi-sendi kakinya disertai mendadak lemah sehingga tidak kuat dibawa berjalan.

Kali ini Soegito tidak mampu melawan rasa sakitnya, ia menyerah. Pelatihnya Serma Sutari berusaha menguatkan, namun sia sia. Soegito pun akhirnya ditinggal kelompoknya hingga kemudian dievakuasi oleh pelatih. Singkat cerita, ia dikembalikan ke Cijantung.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2102 seconds (0.1#10.140)