Kasus Brigadir J, Pegiat HAM Sebut Pentingnya Agenda Reformasi Polri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pegiat HAM sekaligus Ketua Forum De Facto Feri Kusuma mengatakan kasus kematian Brigadir J harus diselesaikan secara transparan dan akuntabel. Hal itu penting tidak hanya untuk mewujudkan keadilan bagi korban, tetapi juga menjadi pertaruhan untuk menjaga kredibilitas institusi Polri sebagai institusi penegak hukum.
Dia menambahkan, penuntasan kasus kematian Brigadir J juga merupakan bagian penting dari agenda mengoptimalkan reformasi kepolisian itu sendiri. Secara historis, kata dia, proses perubahan politik 1998 memang telah mendorong dijalankannya reformasi kepolisian sebagai bagian dari agenda reformasi sektor keamanan.
“Agenda ini salah satunya bertujuan mendorong adanya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia di dalam institusi-institusi keamanan yang ada, termasuk kepolisian,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/8/2022).
Namun, kata dia, proses reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Menurutnya, salah satu persoalan yang perlu dibenahi adalah terkait penggunaan senjata api yang tidak proporsional dan berlebihan yang berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan yang berlebihan.
“Hal ini tentu tidak terlepas dari minimnya pemahaman dan kesadaran terhadap berbagai instrumen hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Dia mengatakan, aparat kepolisian perlu memahami dan menerapkan secara ketat Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.
Dia membeberkan, ada tiga asas esensial dalam penggunaan kekuatan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality). “Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, namun aparat penegak hukum tetap perlu mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan,” tuturnya.
Dia melanjutkan, penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. Dia menambahkan, penyalahgunaan kewenangan ini bisa mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia.
“Untuk itu, reformasi Polri perlu terus didorong mulai dari reformasi pada level instrumental maupun reformasi pada aspek kultural. Reformasi kepolisian diperlukan untuk menempatkan institusi kepolisian untuk dapat bekerja dalam koridor prinsip negara hukum yang menghormati due process of law dan penghormatan atas hak-hak asasi manusia,” pungkasnya.
Dia menambahkan, penuntasan kasus kematian Brigadir J juga merupakan bagian penting dari agenda mengoptimalkan reformasi kepolisian itu sendiri. Secara historis, kata dia, proses perubahan politik 1998 memang telah mendorong dijalankannya reformasi kepolisian sebagai bagian dari agenda reformasi sektor keamanan.
“Agenda ini salah satunya bertujuan mendorong adanya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia di dalam institusi-institusi keamanan yang ada, termasuk kepolisian,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/8/2022).
Namun, kata dia, proses reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Menurutnya, salah satu persoalan yang perlu dibenahi adalah terkait penggunaan senjata api yang tidak proporsional dan berlebihan yang berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan yang berlebihan.
“Hal ini tentu tidak terlepas dari minimnya pemahaman dan kesadaran terhadap berbagai instrumen hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Dia mengatakan, aparat kepolisian perlu memahami dan menerapkan secara ketat Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.
Dia membeberkan, ada tiga asas esensial dalam penggunaan kekuatan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality). “Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, namun aparat penegak hukum tetap perlu mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan,” tuturnya.
Dia melanjutkan, penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. Dia menambahkan, penyalahgunaan kewenangan ini bisa mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia.
“Untuk itu, reformasi Polri perlu terus didorong mulai dari reformasi pada level instrumental maupun reformasi pada aspek kultural. Reformasi kepolisian diperlukan untuk menempatkan institusi kepolisian untuk dapat bekerja dalam koridor prinsip negara hukum yang menghormati due process of law dan penghormatan atas hak-hak asasi manusia,” pungkasnya.
(rca)