Sejarah Terbentuknya PETA, Satuan Militer yang Dibentuk Jepang di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - PETA atau Pembela Tanah Air merupakan satuan militer yang dibentuk oleh Jepang saat menduduki Indonesia sekitar tahun 1942 hingga 1945. Pada riwayatnya, PETA memiliki sejarah panjang dari awal pembentukannya yang ditujukan untuk membantu Jepang di Perang Asia Timur Raya.
Dikutip dari elibrary.unikom, semua itu berawal dari Perang Dunia II yang membawa malapetaka bagi Jepang. Saat itu, Jepang menyerang pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, tepatnya pada 8 Desember 1941.
Baca juga : Peristiwa Rengasdengklok, Tonggak Sejarah Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Sekutu membalasnya dengan menyerang balik Jepang dari arah Selatan dan Timur. Alhasil, Jepang mulai terdesak.
Proses pembentukan PETA diprakarsai oleh usulan R. Gatot Mangkoepradja. Dia mengirim surat kepada Gunseikan pada 8 September 1943. Isinya berupa permintaan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu militer Jepang dalam mempertahankan tanah airnya.
Dalam hal ini, terdapat perbedaan tujuan baik dari pihak Indonesia maupun Jepang terkait pendirian PETA (Pembela Tanah Air). Bagi Jepang, tenaga rakyat Indonesia akan membantunya dalam menghadapi gempuran sekutu.
Namun, bagi Indonesia lain cerita. Sejak dulu, Indonesia menginginkan latihan militer yang bisa meningkatkan kemampuan militernya dalam usaha mencapai kemerdekaan. Pembentukan PETA ini secara tidak langsung akan memperkuat tentara Indonesia karena dilatih langsung oleh Jepang.
Akhirnya pada 3 Oktober 1942, PETA (Pembela Tanah Air) secara resmi terbentuk. Keputusan tersebut didasarkan pada maklumat Osamu Seirei No.44 yang disampaikan Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Kumakichi Harada.
Setelah terbentuk, pelatihan PETA dilakukan di komplek militer Bogor bernama Boei Giyugun Kanbu Resentai. Bentuk latihannya sendiri cukup beragam, dari penerapan taktik tempur, baris berbaris, latihan menembak, dan masih banyak lainnya.
Baca juga : Renungan Peringatan Kemerdekaan
Pada satuan militer PETA, terdapat lima macam kepangkatan dengan peran yang berbeda. Berikut di antaranya :
-Daidanco : Komandan Batalyon
-Chudanco : Komandan Kompi
-Shodanco : Komandan Peleton
-Bundancho : Komandan Regu dari Pemuda yang pernah bersekolah
- Giyuhei : Prajurit PETA yang belum bersekolah
Seiring perkembangannya, PETA (Pembela Tanah Air) mulai menjadi masalah bagi Jepang. Alasan utamanya karena kebencian anggota PETA ketika melihat rakyat Indonesia menderita dalam Romusha.
Atas hal ini, mulai menyala api pemberontakan yang dilakukan tentara PETA. Salah satunya adalah Pemberontakan PETA Blitar pada 14 Februari 1945. Gerakan ini dipimpin oleh Shodanco Soeprijadi dan dibantu Muradi serta Dr.Ismangil.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, PETA memiliki peran penting dalam terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kemudian hari.
Lihat Juga: Karier Militer Letjen Djaka Budi Utama, Kopassus yang Pernah Jabat Deputi Kemenko Polhukam
Dikutip dari elibrary.unikom, semua itu berawal dari Perang Dunia II yang membawa malapetaka bagi Jepang. Saat itu, Jepang menyerang pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, tepatnya pada 8 Desember 1941.
Baca juga : Peristiwa Rengasdengklok, Tonggak Sejarah Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Sekutu membalasnya dengan menyerang balik Jepang dari arah Selatan dan Timur. Alhasil, Jepang mulai terdesak.
Proses pembentukan PETA diprakarsai oleh usulan R. Gatot Mangkoepradja. Dia mengirim surat kepada Gunseikan pada 8 September 1943. Isinya berupa permintaan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu militer Jepang dalam mempertahankan tanah airnya.
Dalam hal ini, terdapat perbedaan tujuan baik dari pihak Indonesia maupun Jepang terkait pendirian PETA (Pembela Tanah Air). Bagi Jepang, tenaga rakyat Indonesia akan membantunya dalam menghadapi gempuran sekutu.
Namun, bagi Indonesia lain cerita. Sejak dulu, Indonesia menginginkan latihan militer yang bisa meningkatkan kemampuan militernya dalam usaha mencapai kemerdekaan. Pembentukan PETA ini secara tidak langsung akan memperkuat tentara Indonesia karena dilatih langsung oleh Jepang.
Akhirnya pada 3 Oktober 1942, PETA (Pembela Tanah Air) secara resmi terbentuk. Keputusan tersebut didasarkan pada maklumat Osamu Seirei No.44 yang disampaikan Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Kumakichi Harada.
Setelah terbentuk, pelatihan PETA dilakukan di komplek militer Bogor bernama Boei Giyugun Kanbu Resentai. Bentuk latihannya sendiri cukup beragam, dari penerapan taktik tempur, baris berbaris, latihan menembak, dan masih banyak lainnya.
Baca juga : Renungan Peringatan Kemerdekaan
Pada satuan militer PETA, terdapat lima macam kepangkatan dengan peran yang berbeda. Berikut di antaranya :
-Daidanco : Komandan Batalyon
-Chudanco : Komandan Kompi
-Shodanco : Komandan Peleton
-Bundancho : Komandan Regu dari Pemuda yang pernah bersekolah
- Giyuhei : Prajurit PETA yang belum bersekolah
Seiring perkembangannya, PETA (Pembela Tanah Air) mulai menjadi masalah bagi Jepang. Alasan utamanya karena kebencian anggota PETA ketika melihat rakyat Indonesia menderita dalam Romusha.
Atas hal ini, mulai menyala api pemberontakan yang dilakukan tentara PETA. Salah satunya adalah Pemberontakan PETA Blitar pada 14 Februari 1945. Gerakan ini dipimpin oleh Shodanco Soeprijadi dan dibantu Muradi serta Dr.Ismangil.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, PETA memiliki peran penting dalam terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kemudian hari.
Lihat Juga: Karier Militer Letjen Djaka Budi Utama, Kopassus yang Pernah Jabat Deputi Kemenko Polhukam
(bim)