Bukan Hanya Beras
loading...
A
A
A
Kondisi ini mulai kita rasakan saat ini. Hilangnya kebiasaan masyarakat mengonsumsi karbohidrat nonberas, seolah menafikan dan mengabaikan kekayaan hayati ibu pertiwi. Setidaknya ada 100 jenis makanan karbohidrat mulai dari kentang, singkong, sagu, terigu, dan lain-lain. Indonesia tertinggal jauh dalam persoalan diversifikasi pangan bila dibandingkan negara lain, seperti Korea, Jepang, Malaysia, maupun Thailand. Padahal dari sisi keragaman sumber daya pangan lokal, negara kita jauh lebih kaya.
Dampaknya, tingginya biaya logistik dan distribusi karena sentra beras masih di beberapa daerah tertentu membuat harga beras rentan. Selain itu, memori kolektif masyarakat terhadap sumber daya pangan lokal telah terkikis. Langkah antisipatif untuk mencegah krisis pangan di masa mendatang adalah melalui pengurangan konsumsi beras dan mengedukasi masyarakat pentingnya konsumsi pangan yang lebih beragam.
Strategi Baru
Pemerintah memiliki semangat untuk mengembalikan keanekaragaman pangan berbasis nilai lokal. Karena diversifikasi pangan sejatinya tidak semata langkah sektoral pertanian belaka. Diversifikasi pangan sejatinya menjadi bagian dari memelihara ke-Bhinneka-an Indonesia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan berkali-kali bahwa negara kita memiliki kekuatan dan potensi untuk mencapai kedaulatan pangan. Ada 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan sebenarnya cukup untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Bahkan keanekaragaman pangan lokal tersebut tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, tapi juga dunia.
Mentan berharap dan berupaya agar konsumsi pangan masyarakat lebih beragam. Dampak positifnya di sektor hulu pertanian adalah bergairahnya para petani untuk menganekaragamkan usaha taninya. Pengolahan pangan lokal di pedesaan akan tumbuh berkembang dan bisnis kuliner berbahan baku pangan lokal juga semakin banyak serta digemari. Kondisi ini tentu selaras dengan fakta yang menunjukkan bahwa sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penopang utama perekonomian nasional. Diversifikasi pangan tentu akan mendorong peningkatan variasi pangan olahan produksi UMKM di pasar nasional.
Keterlibatan stakeholder ini sangat penting karena permasalahan ini cukup kompleks. Tantangan utama yang dihadapi dalam menggiatkan diversifikasi pangan adalah mengubah pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan beras ke nonberas. Dunia usaha berperan membangun industri pangan berbahan baku lokal, seperti singkong, talas, ganyong, sagu, dan lainnya, untuk diolah menjadi bahan pangan siap dimasak atau disajikan dengan cita rasa enak, penampilan menarik, kemudahan akses beli, dan harga ekonomis.
Langkah pemerintah pusat dan daerah sebenarnya bukan hanya sebatas peraturan. Dalam tataran aplikasi paling sederhana, hidangan rapat-rapat dan pertemuan, konsumsi yang disiapkan terbuat dari bahan pangan lokal. Pimpinan daerah pun secara aktif memelopori dan memberi contoh langsung untuk tidak mengonsumsi nasi, baik secara pribadi maupun dalam lingkungan perkantoran untuk menyukseskan program diversifikasi pangan.
Pemerintah juga perlu fokus memberikan stimulus dan subsidi agar harga jual bahan pangan nonberas kompetitif bahkan lebih murah dari beras. Tanpa peran serta pemerintah, budi daya pangan nonberas tidak akan optimal karena rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur serta teknologi terbaru. Apabila nilai kesehatan dan keekonomian bahan pangan nonberas tinggi, sektor usaha tentu antusias mengembangkan dan memproduksi makanan berbahan baku nonberas.
Dampaknya, tingginya biaya logistik dan distribusi karena sentra beras masih di beberapa daerah tertentu membuat harga beras rentan. Selain itu, memori kolektif masyarakat terhadap sumber daya pangan lokal telah terkikis. Langkah antisipatif untuk mencegah krisis pangan di masa mendatang adalah melalui pengurangan konsumsi beras dan mengedukasi masyarakat pentingnya konsumsi pangan yang lebih beragam.
Strategi Baru
Pemerintah memiliki semangat untuk mengembalikan keanekaragaman pangan berbasis nilai lokal. Karena diversifikasi pangan sejatinya tidak semata langkah sektoral pertanian belaka. Diversifikasi pangan sejatinya menjadi bagian dari memelihara ke-Bhinneka-an Indonesia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan berkali-kali bahwa negara kita memiliki kekuatan dan potensi untuk mencapai kedaulatan pangan. Ada 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan sebenarnya cukup untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Bahkan keanekaragaman pangan lokal tersebut tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, tapi juga dunia.
Mentan berharap dan berupaya agar konsumsi pangan masyarakat lebih beragam. Dampak positifnya di sektor hulu pertanian adalah bergairahnya para petani untuk menganekaragamkan usaha taninya. Pengolahan pangan lokal di pedesaan akan tumbuh berkembang dan bisnis kuliner berbahan baku pangan lokal juga semakin banyak serta digemari. Kondisi ini tentu selaras dengan fakta yang menunjukkan bahwa sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penopang utama perekonomian nasional. Diversifikasi pangan tentu akan mendorong peningkatan variasi pangan olahan produksi UMKM di pasar nasional.
Keterlibatan stakeholder ini sangat penting karena permasalahan ini cukup kompleks. Tantangan utama yang dihadapi dalam menggiatkan diversifikasi pangan adalah mengubah pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan beras ke nonberas. Dunia usaha berperan membangun industri pangan berbahan baku lokal, seperti singkong, talas, ganyong, sagu, dan lainnya, untuk diolah menjadi bahan pangan siap dimasak atau disajikan dengan cita rasa enak, penampilan menarik, kemudahan akses beli, dan harga ekonomis.
Langkah pemerintah pusat dan daerah sebenarnya bukan hanya sebatas peraturan. Dalam tataran aplikasi paling sederhana, hidangan rapat-rapat dan pertemuan, konsumsi yang disiapkan terbuat dari bahan pangan lokal. Pimpinan daerah pun secara aktif memelopori dan memberi contoh langsung untuk tidak mengonsumsi nasi, baik secara pribadi maupun dalam lingkungan perkantoran untuk menyukseskan program diversifikasi pangan.
Pemerintah juga perlu fokus memberikan stimulus dan subsidi agar harga jual bahan pangan nonberas kompetitif bahkan lebih murah dari beras. Tanpa peran serta pemerintah, budi daya pangan nonberas tidak akan optimal karena rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur serta teknologi terbaru. Apabila nilai kesehatan dan keekonomian bahan pangan nonberas tinggi, sektor usaha tentu antusias mengembangkan dan memproduksi makanan berbahan baku nonberas.
(ras)