Kebijakan Uang Ketat, Pemadam Api Inflasi?

Selasa, 26 Juli 2022 - 12:36 WIB
loading...
A A A
Tak hanya AS yang menaikkan suku bunga. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga memberikan kejutan ke pasar finansial pada Mei 2022 dengan kenaikan suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 0,35%. Peningkatan ini bakal berdampak meningginya biaya semua jenis pinjaman, termasuk hipotek, kartu kredit sampai cicilan mobil. Hal ini diprediksi akan dapat meredam permintaan dan aktivitas bisnis. Dengan adanya kenaikan suku bunga ini diharapkan dapat membantu mengendalikan lonjakan inflasi di berbagai negara tersebut.

Utak-Atik Kebijakan Ekonomi Indonesia
Guncangan ekonomi akibat inflasi telah membawa Bank Dunia menurunkan perkiraannya terhadap pertumbuhan global 2022 menjadi 3,2%. Penurunan tersebut didorong oleh berbagai gejolak ekonomi termasuk tingginya inflasi yang terjadi di berbagai negara. Jika dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2021 sebesar 5,7%, memang tak dipungkiri bahwa saat ini terjadi pesimisme di tahun 2022.

Di sisi lain, meski dunia tengah menghadapi pesimisme atas ketidakpastian ekonomi yang tengah terjadi, Asian Development Bank (ADB) justru merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 meningkat menjadi 5,2% dari sebelumnya sebesar 5,0%. Hal itu karena permintaan dalam negeri yang masih bagus dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

Meski masih termasuk dalam kategori terkendali, Indonesia saat ini juga tetap perlu waspada menghadapi inflasi yang semakin tinggi. ADB memperkirakan inflasi di Indonesia di tahun ini akan lebih tinggi yakni sebesar 4,0% dibandingkan dengan proyeksi ADB pada April sebesar 3,6% dipicu tingginya harga komoditas. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa tingkat inflasi tahunan Indonesia pada Juni 2022 sebesar 4,35%.

Tingginya angka inflasi Indonesia tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan. Bila kenaikan bahan pangan tak segera diantisipasi, maka inflasi berpotensi akan meningkat secara substansial dan fundamental. Kecenderungan peningkatan inflasi semakin menguat seiring dengan semakin meningkatnya permintaan.

Saat ini, di tengah berbagai negara berjibaku menurunkan angka inflasi melalui formula peningkatan suku bunga, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% dalam RDG Mei 2022. Suku bunga deposit facility juga tetap dipertahankan sebesar 2,75% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 4,25%.

Keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Inflasi inti pada Juni 2022 tercatat masih berada pada level yang rendah, yakni 2,63% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), di mana inflasi inti merupakan inflasi yang mencerminkan antara keseimbangan permintaan dan penawaran di dalam ekonomi nasional. Keputusan tersebut juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.

Bank Indonesia memang masih belum mengeluarkan kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi. Akan tetapi, BI tak segan akan mulai menaikkan suku bunga ketika inflasi inti terus menanjak. Dari sisi nilai tukar, kinerja rupiah saat ini masih cukup baik dibanding mata uang Asia lainnya.

Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia surplus pada 25 bulan terakhir. Akibatnya, transaksi berjalan juga ikut surplus dan membuat pasokan devisa mengalir ke dalam negeri. Kinerja rupiah pun tidak terlalu buruk, bahkan pada akhir Semester I-2022 pada saat permintaan valuta asing biasanya besar. Pada Kuartal II-2022, BI memperkirakan transaksi berjalan masih akan surplus, melanjutkan surplus pada kuartal sebelumnya.

Signifikansi Pengendalian Inflasi
Ketidakpastian ekonomi global diperkirakan masih akan terus berlanjut seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari kian meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan yang ditempuh oleh berbagai negara.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2287 seconds (0.1#10.140)