Dewan Pers Minta Dilibatkan dalam Pembahasan RKUHP, Ini Jawaban Kemenkumham
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharma Jaya menilai penyusunan draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) tidak transparan untuk masyarakat. Menurut Agung, Dewan Pers maupun masyarakat kesulitan untuk mendapatkan draf RKUHP.
Agung meminta, agar draf tersebut dapat diunggah melalui website resmi milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau DPR RI. “Ini kami tidak mendapatkan bahan utuh lengkap apa yang menjadi diskusi rencana pengesahan RKUHP. Padahal ada data yang sudah kami inventarisir. Artinya, catatan kami apakah sudah jadi? Karena sampai hari ini kami masih bingung mengakses draf RKUHP,” kata Agung dalam webinar Sosialisasi RUU KUHP bersama Dewan Pers dan Kemenkumham, Rabu (20/7/2022).
“Mohon ada transparansi draf RUU KUHP diformulasikan, supaya apa yang tertuang dalam naskah akademik kita tindaklanjuti,” sambungnya.
Agung juga mendesak agar pemerintah dapat melibatkan Dewan Pers dan masyarakat dalam penyusunan RKUHP. Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiareij justru merasa kebingungan.
Ia tidak paham partisipasi seperti apa yang dimaksud. Pasalnya, kata dia, dalam menyusun RKUHP, justru inventaris masalahnya berasal dari masyarakat. "Sampai dengan tahun 2022 ini, kita menghasilkan draf RUU KUHP yang telah disempurnakan dari draf terakhir tahun 2019. Ketika pembahasan 2014-2019 itu untuk sepengetahuan Bapak Ibu, daftar inventaris masalah itu berasal justru dari teman-teman koalisi masyarakat sipil, bukan dari kami pemerintah," katanya.
Unsur inisiatif, lanjut dia, justru bukan dari DPR, tapi dari koalisi masyarakat sipil. Bahkan, dia mengatakan, terdapat 6.000 daftar inventaris masalah yang dicatat dengan rapi.
"Dan Pak Arsul Sani sebagai anggota Komisi III punya catatan yang sangat rapi sampai sekitar 6.000 daftar inventaris masalah. Sehingga terus terang kami selalu bingung ketika ditanya partisipasi publik macam apa yang diharapkan kalau toh daftar inventaris masalah itu pun berasal dari masyarakat sipil," ucapnya.
Kemudian, terkait dengan keterbukaan draf RKUHP, ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa serta merta menyebarkan kepada khalayak. Karena ada prosedur, dan etika yang tidak dapat dilanggar.
"Sebelum 6 Juli itu kan pemerintah selalu diserang untuk kenapa ini tertutup. Ini yang ingin saya katakan, saya ketika menjadi ketua tim RUU TPKS selama RUU itu belum (diserahkan ke DPR, belum dibuka ke publik). Baru membuka ke publik ketika RUU itu secara resmi diserahkan kepada DPR. Ini karena ada prosedur, ada etika yang tidak bisa kami langgar," tuturnya.
"Jadi tunggu sampai selesai baru kami membuka ke publik. Jadi sebelum kita serahkan secara resmi ke DPR, kita tidak akan membuka, dan sekarang telah kita buka," sambungnya.
Dia pun memastikan bahwa akan melibatkan publik dalam penyempurnaan RKUHP. Dia menambahkan, akan ada dua hingga tiga kali pertemuan Komisi III DPR untuk nantinya membuka sesi partisipasi publik.
"Jadi pasti ada dua lah, satu atau dua kali, atau mungkin bahkan tiga kali nanti kami akan berbicara dengan Komisi III DPR untuk ada sesi-sesi dimana kita membuka partisipasi publik membahas berbagai isu di dalam RUU KUHP," katanya.
Agung meminta, agar draf tersebut dapat diunggah melalui website resmi milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau DPR RI. “Ini kami tidak mendapatkan bahan utuh lengkap apa yang menjadi diskusi rencana pengesahan RKUHP. Padahal ada data yang sudah kami inventarisir. Artinya, catatan kami apakah sudah jadi? Karena sampai hari ini kami masih bingung mengakses draf RKUHP,” kata Agung dalam webinar Sosialisasi RUU KUHP bersama Dewan Pers dan Kemenkumham, Rabu (20/7/2022).
“Mohon ada transparansi draf RUU KUHP diformulasikan, supaya apa yang tertuang dalam naskah akademik kita tindaklanjuti,” sambungnya.
Agung juga mendesak agar pemerintah dapat melibatkan Dewan Pers dan masyarakat dalam penyusunan RKUHP. Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiareij justru merasa kebingungan.
Ia tidak paham partisipasi seperti apa yang dimaksud. Pasalnya, kata dia, dalam menyusun RKUHP, justru inventaris masalahnya berasal dari masyarakat. "Sampai dengan tahun 2022 ini, kita menghasilkan draf RUU KUHP yang telah disempurnakan dari draf terakhir tahun 2019. Ketika pembahasan 2014-2019 itu untuk sepengetahuan Bapak Ibu, daftar inventaris masalah itu berasal justru dari teman-teman koalisi masyarakat sipil, bukan dari kami pemerintah," katanya.
Unsur inisiatif, lanjut dia, justru bukan dari DPR, tapi dari koalisi masyarakat sipil. Bahkan, dia mengatakan, terdapat 6.000 daftar inventaris masalah yang dicatat dengan rapi.
"Dan Pak Arsul Sani sebagai anggota Komisi III punya catatan yang sangat rapi sampai sekitar 6.000 daftar inventaris masalah. Sehingga terus terang kami selalu bingung ketika ditanya partisipasi publik macam apa yang diharapkan kalau toh daftar inventaris masalah itu pun berasal dari masyarakat sipil," ucapnya.
Kemudian, terkait dengan keterbukaan draf RKUHP, ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa serta merta menyebarkan kepada khalayak. Karena ada prosedur, dan etika yang tidak dapat dilanggar.
"Sebelum 6 Juli itu kan pemerintah selalu diserang untuk kenapa ini tertutup. Ini yang ingin saya katakan, saya ketika menjadi ketua tim RUU TPKS selama RUU itu belum (diserahkan ke DPR, belum dibuka ke publik). Baru membuka ke publik ketika RUU itu secara resmi diserahkan kepada DPR. Ini karena ada prosedur, ada etika yang tidak bisa kami langgar," tuturnya.
"Jadi tunggu sampai selesai baru kami membuka ke publik. Jadi sebelum kita serahkan secara resmi ke DPR, kita tidak akan membuka, dan sekarang telah kita buka," sambungnya.
Dia pun memastikan bahwa akan melibatkan publik dalam penyempurnaan RKUHP. Dia menambahkan, akan ada dua hingga tiga kali pertemuan Komisi III DPR untuk nantinya membuka sesi partisipasi publik.
"Jadi pasti ada dua lah, satu atau dua kali, atau mungkin bahkan tiga kali nanti kami akan berbicara dengan Komisi III DPR untuk ada sesi-sesi dimana kita membuka partisipasi publik membahas berbagai isu di dalam RUU KUHP," katanya.
(rca)