Bawaslu Ungkap Potensi Pelanggaran Pendaftaran Parpol 2024, Sipol Jadi Sorotan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluarkan sejumlah catatan potensi pelanggaran yang harus diantisipasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) jelang pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 pada awal Agustus mendatang.
Catatan potensi pelanggaran disampaikan oleh Anggota Bawaslu Puadi dalam pembukaan rapat kerja teknis persiapan penanganan pelanggaran tahapan pendaftaran partai politik dan pemutakhiran Data Pemilih Gelombang 1 pada tanggal 12-14 Juli 2022. Baca juga: Data Terbaru dari KPU, 38 Parpol Tingkat Nasional Miliki Akses Sipol
Puadi menyebut ada beberapa catatan Bawaslu berdasarkan pelaksanaan pendaftaran parpol pada Pemilu sebelumnya. "Satu, dari aspek etik, KPU tidak cermat dalam melakukan penelitian kelengkapan dokumen pendaftaran," ujar Puadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/7/2022).
Kedua, dari aspek administrasi, meliputi: (a) KPU tidak melakukan verifikasi faktual terhadap dokumen yang diragukan keabsahannya; dan (b) KPU tidak menerima/menolak pendaftaran dengan alasan parpol tidak melakukan penginputan ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Ketiga, dari aspek pidana, berkenaan dengan ketentuan Pasal 518 di mana jajaran KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam verifikasi parpol.
Selain catatan Bawaslu pada Pemilu sebelumnya, Puadi menyampaikan bahwa lembaganya juga memiliki catatan lain yang berpotensi menjadi persoalan. Pertama, eksistensi Sipol di mana Bawaslu melalui putusannya berpandangan Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran parpol.
"Sipol hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu," ucapnya.
Kedua, pemaknaan frasa “kelengkapan persyaratan” berpotensi kembali berulang manakala KPU memaknai penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan dilakukan pada tahap pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 176 ayat (3) Undang-Undang Pemilu.
"Sementara bagi Bawaslu melalui putusannya, penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan setelah dilakukannya penelitian administrasi dan verifikasi faktual sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (1)," tutur dia melanjutkan.
Puadi berharap jajaran Bawaslu di daerah dapat memetakan potensi pelangggaran dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol, serta meminta adanya pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menangani pelanggaran yang bakal muncul.
"Melalui catatan ini Bawaslu berharap penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu dapat bekerja sama mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu guna mewujudkan kualitas demokrasi menjadi lebih baik," pungkasnya.
Catatan potensi pelanggaran disampaikan oleh Anggota Bawaslu Puadi dalam pembukaan rapat kerja teknis persiapan penanganan pelanggaran tahapan pendaftaran partai politik dan pemutakhiran Data Pemilih Gelombang 1 pada tanggal 12-14 Juli 2022. Baca juga: Data Terbaru dari KPU, 38 Parpol Tingkat Nasional Miliki Akses Sipol
Puadi menyebut ada beberapa catatan Bawaslu berdasarkan pelaksanaan pendaftaran parpol pada Pemilu sebelumnya. "Satu, dari aspek etik, KPU tidak cermat dalam melakukan penelitian kelengkapan dokumen pendaftaran," ujar Puadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/7/2022).
Kedua, dari aspek administrasi, meliputi: (a) KPU tidak melakukan verifikasi faktual terhadap dokumen yang diragukan keabsahannya; dan (b) KPU tidak menerima/menolak pendaftaran dengan alasan parpol tidak melakukan penginputan ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Ketiga, dari aspek pidana, berkenaan dengan ketentuan Pasal 518 di mana jajaran KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam verifikasi parpol.
Selain catatan Bawaslu pada Pemilu sebelumnya, Puadi menyampaikan bahwa lembaganya juga memiliki catatan lain yang berpotensi menjadi persoalan. Pertama, eksistensi Sipol di mana Bawaslu melalui putusannya berpandangan Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran parpol.
"Sipol hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu," ucapnya.
Kedua, pemaknaan frasa “kelengkapan persyaratan” berpotensi kembali berulang manakala KPU memaknai penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan dilakukan pada tahap pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 176 ayat (3) Undang-Undang Pemilu.
"Sementara bagi Bawaslu melalui putusannya, penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan setelah dilakukannya penelitian administrasi dan verifikasi faktual sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (1)," tutur dia melanjutkan.
Puadi berharap jajaran Bawaslu di daerah dapat memetakan potensi pelangggaran dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol, serta meminta adanya pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menangani pelanggaran yang bakal muncul.
"Melalui catatan ini Bawaslu berharap penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu dapat bekerja sama mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu guna mewujudkan kualitas demokrasi menjadi lebih baik," pungkasnya.
(kri)