Kasus Seksual Anak, Perindo Minta Lembaga Pendidikan Bentuk Layanan Pengaduan yang Mudah Diakses
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kekerasan seksual pada anak di lingkungan sekolah kembali terjadi. Yang tengah ramai diperbincangkan publik yakni kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh anak pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Moch Subchi Al Tsani atau Mas Bechi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 8.800 kasus kekerasan seksual terjadi dari Januari hingga November 2021. Kemudian, berdasarkan data KPAI, sepanjang tahun 2021 terdapat 207 anak yang menjadi korban pelecehan seksual.
Merespons hal tersebut, Juru Bicara Nasional Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ike Suharjo turut prihatin atas kejadian di Jawa Timur dan terhadap tingginya angka pelecehan seksual pada anak.
Untuk itu, sebagai partai politik yang memiliki sensitifitas dalam isu perempuan dan anak, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi Partai Perindo.
Pertama, Ike menyebutkan, mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara masif ke seluruh lembaga pendidikan baik umum maupun agama. Serta pemerintah juga harus segera membuat aturan turunan dari UU TPKS, agar penerapannya lebih maksimal.
"Peserta didik maupun tenaga pendidik juga menjadi tahu dan paham bahwa pelaku pelecehan dan kekerasan seksual dapat dipidanakan," kata Ike kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (12/7/2022).
Ike melanjutkan, kedua adalah seluruh lembaga pendidikan membuat layanan pengaduan pelecehan dan kekerasan seksual yang mudah diakses. Agar para korban yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual dapat segera melapor.
"Karena, tidak adanya layanan pengaduan membuat korban semakin takut untuk speak up," ujarnya.
Kemudian, kata dia, Pemerintah juga harus memberikan pendidikan mengenai hal tersebut.
"Ketiga, pemerintah melalui dinas pendidikan melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pendidikan seks ke seluruh lembaga pendidikan. Sebab mayoritas korban kebanyakan berusia praremaja dan remaja," terangnya.
Menurutnya, pendidikan seks memberikan pemahaman agar anak dapat menjaga diri dan terhindar dari aksi pelecehan seksual, agar anak-anak juga dapat terhindar dari perilaku seks bebas. Yang terakhir, Ike menyebutkan, mendorong Kementerian Agama untuk secepatnya membuat aturan mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.
"Agar lembaga pendidikan agama bisa segera membentuk satuan tugas agar kasus pelecehan dan kekerasan seksual tidak terjadi lagi," tuturnya.
Ike menambahkan, jasus pelecehan dan kekerasan seksual ini terus meningkat setiap tahunnya, khususnya terjadi di lingkungan pendidikan. Pesantren kemudian menjadi lembaga pendidikan kedua dengan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terbanyak di Indonesia. Selain itu, kekerasan seksual mayoritas terjadi di sekolah boarding school, atau yang memakai sistem asrama.
Sekolah atau pesantren yang dipandang sebagai tempat yang aman, justru menjadi tempat yang mengerikan bagi anak-anak.
"Masih banyak kasus yang belum dilaporkan. Sehingga kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terlihat hanya sebagain kecil dari keseluruhan kasus yang ada," ucapnya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 8.800 kasus kekerasan seksual terjadi dari Januari hingga November 2021. Kemudian, berdasarkan data KPAI, sepanjang tahun 2021 terdapat 207 anak yang menjadi korban pelecehan seksual.
Merespons hal tersebut, Juru Bicara Nasional Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ike Suharjo turut prihatin atas kejadian di Jawa Timur dan terhadap tingginya angka pelecehan seksual pada anak.
Untuk itu, sebagai partai politik yang memiliki sensitifitas dalam isu perempuan dan anak, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi Partai Perindo.
Pertama, Ike menyebutkan, mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara masif ke seluruh lembaga pendidikan baik umum maupun agama. Serta pemerintah juga harus segera membuat aturan turunan dari UU TPKS, agar penerapannya lebih maksimal.
"Peserta didik maupun tenaga pendidik juga menjadi tahu dan paham bahwa pelaku pelecehan dan kekerasan seksual dapat dipidanakan," kata Ike kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (12/7/2022).
Ike melanjutkan, kedua adalah seluruh lembaga pendidikan membuat layanan pengaduan pelecehan dan kekerasan seksual yang mudah diakses. Agar para korban yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual dapat segera melapor.
"Karena, tidak adanya layanan pengaduan membuat korban semakin takut untuk speak up," ujarnya.
Kemudian, kata dia, Pemerintah juga harus memberikan pendidikan mengenai hal tersebut.
"Ketiga, pemerintah melalui dinas pendidikan melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pendidikan seks ke seluruh lembaga pendidikan. Sebab mayoritas korban kebanyakan berusia praremaja dan remaja," terangnya.
Menurutnya, pendidikan seks memberikan pemahaman agar anak dapat menjaga diri dan terhindar dari aksi pelecehan seksual, agar anak-anak juga dapat terhindar dari perilaku seks bebas. Yang terakhir, Ike menyebutkan, mendorong Kementerian Agama untuk secepatnya membuat aturan mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.
"Agar lembaga pendidikan agama bisa segera membentuk satuan tugas agar kasus pelecehan dan kekerasan seksual tidak terjadi lagi," tuturnya.
Ike menambahkan, jasus pelecehan dan kekerasan seksual ini terus meningkat setiap tahunnya, khususnya terjadi di lingkungan pendidikan. Pesantren kemudian menjadi lembaga pendidikan kedua dengan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terbanyak di Indonesia. Selain itu, kekerasan seksual mayoritas terjadi di sekolah boarding school, atau yang memakai sistem asrama.
Sekolah atau pesantren yang dipandang sebagai tempat yang aman, justru menjadi tempat yang mengerikan bagi anak-anak.
"Masih banyak kasus yang belum dilaporkan. Sehingga kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terlihat hanya sebagain kecil dari keseluruhan kasus yang ada," ucapnya.
(mhd)