Fatwa Muhammadiyah: Ternak Gejala Ringan PMK Tetap Sah Jadi Kurban
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyepakati beberapa ketentuan berdasarkan dalil bayani dari nash dan dalil burhani dari keterangan para ahli mengenai penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan kurban. Di mana, terdapat beberapa hukum penyakit tersebut, yakni sah dan tidak sah hewan ternak terkena wabah PMK sebagai hewan kurban.
Mengutip bunyi fatwa tersebut Kamis (7/7/2022) dalam laman resmi Muhammadiyah , hewan kurban yang terkena PMK bergejala ringan dan belum menunjukkan gejala-gejala berat seperti di antaranya kuku melepuh dan terkelupas dan kaki menjadi pincang akut, tidak mau makan hingga berat badan berkurang, berbaring terus tidak bisa bangun tetap sah dijadikan hewan kurban.
Selanjutnya, untuk kategori tidak sah, adalah hewan yang terkena PMK gejala klinis kategori berat. Pada hadis disebut kriteria al-marīḍatu al-bayyinu maraḍuha (sakit yang jelas sakitnya).
Maksud dari 'sakit yang jelas' adalah sakit yang berat, sakit yang sudah hampir tidak mungkin sembuh atau sakit yang hampir pasti menyebabkan kematian.
Adapun hewan kurban yang terkena PMK dalam keadaan bergejala berat dan besar kemungkinan akan mati, kemudian disembelih paksa, lanjutnya agar masih dapat dimanfaatkan dagingnya. Maka penyembelihan tersebut bukan termasuk penyembelihan hewan kurban, melainkan penyembelihan hewan biasa.
"Apabila hewan kurban mati karena PMK sebelum dilakukan penyembelihan, maka sahibulkurban/panitia pelaksana kurban tidak diharuskan mengganti hewan kurbannya, karena sudah mendapat nilai pahala niat berkurban, meski ada kerugian secara materiil, yaitu tidak diperoleh daging kurban yang akan dibagi-bagikan sebagaimana mestinya," ujar dia.
Untuk itu, yang ingin berkurban diminta harus cermat dalam memilih dan membeli hewan kurban. Hewan kurban yang sedang sakit tidak boleh dibeli.
Lebih lanjut, hewan kurban yang berasal dari daerah yang penularan PMK-nya cukup tinggi tidak boleh dibeli, karena berpotensi besar tertular atau menularkan virus PMK.
Namun, apabila di suatu daerah ada kesulitan atau bahkan tidak dapat ditemukan hewan yang sehat, atau setelah dibeli dan menjelang waktu penyembelihan hewan kurban jatuh sakit, maka dibolehkan menjadikannya hewan kurban.
"Hal ini sesuai dengan kaidah المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ (kesulitan mendatangkan kemudahan) dan kaidah الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ (keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang)," tuturnya.
Pada fatwa ini juga memperbolehkan daging hewan kurban yang terkena PMK masih dapat dikonsumsi oleh manusia.
"Sebagai bentuk kehati-hatian, pada bagian-bagian yang terkena gejala PMK seperti mulut, lidah, kaki, dan jeroan dapat disterilkan dengan cara direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama lebih dari 30 menit atau dibuang (tidak dikonsumsi) bila merasa jijik atau khawatir," tutur dia.
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti Kunjungi Masjid Agung Paris, Bahas Tantangan Umat Islam di Prancis
Mengutip bunyi fatwa tersebut Kamis (7/7/2022) dalam laman resmi Muhammadiyah , hewan kurban yang terkena PMK bergejala ringan dan belum menunjukkan gejala-gejala berat seperti di antaranya kuku melepuh dan terkelupas dan kaki menjadi pincang akut, tidak mau makan hingga berat badan berkurang, berbaring terus tidak bisa bangun tetap sah dijadikan hewan kurban.
Selanjutnya, untuk kategori tidak sah, adalah hewan yang terkena PMK gejala klinis kategori berat. Pada hadis disebut kriteria al-marīḍatu al-bayyinu maraḍuha (sakit yang jelas sakitnya).
Maksud dari 'sakit yang jelas' adalah sakit yang berat, sakit yang sudah hampir tidak mungkin sembuh atau sakit yang hampir pasti menyebabkan kematian.
Adapun hewan kurban yang terkena PMK dalam keadaan bergejala berat dan besar kemungkinan akan mati, kemudian disembelih paksa, lanjutnya agar masih dapat dimanfaatkan dagingnya. Maka penyembelihan tersebut bukan termasuk penyembelihan hewan kurban, melainkan penyembelihan hewan biasa.
"Apabila hewan kurban mati karena PMK sebelum dilakukan penyembelihan, maka sahibulkurban/panitia pelaksana kurban tidak diharuskan mengganti hewan kurbannya, karena sudah mendapat nilai pahala niat berkurban, meski ada kerugian secara materiil, yaitu tidak diperoleh daging kurban yang akan dibagi-bagikan sebagaimana mestinya," ujar dia.
Untuk itu, yang ingin berkurban diminta harus cermat dalam memilih dan membeli hewan kurban. Hewan kurban yang sedang sakit tidak boleh dibeli.
Lebih lanjut, hewan kurban yang berasal dari daerah yang penularan PMK-nya cukup tinggi tidak boleh dibeli, karena berpotensi besar tertular atau menularkan virus PMK.
Namun, apabila di suatu daerah ada kesulitan atau bahkan tidak dapat ditemukan hewan yang sehat, atau setelah dibeli dan menjelang waktu penyembelihan hewan kurban jatuh sakit, maka dibolehkan menjadikannya hewan kurban.
"Hal ini sesuai dengan kaidah المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ (kesulitan mendatangkan kemudahan) dan kaidah الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ (keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang)," tuturnya.
Pada fatwa ini juga memperbolehkan daging hewan kurban yang terkena PMK masih dapat dikonsumsi oleh manusia.
"Sebagai bentuk kehati-hatian, pada bagian-bagian yang terkena gejala PMK seperti mulut, lidah, kaki, dan jeroan dapat disterilkan dengan cara direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama lebih dari 30 menit atau dibuang (tidak dikonsumsi) bila merasa jijik atau khawatir," tutur dia.
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti Kunjungi Masjid Agung Paris, Bahas Tantangan Umat Islam di Prancis
(maf)