Pasal Penghinaan Kepala Negara Dipertahankan di RKUHP, Boleh Anjurkan Presiden Diganti

Rabu, 06 Juli 2022 - 13:10 WIB
loading...
Pasal Penghinaan Kepala Negara Dipertahankan di RKUHP, Boleh Anjurkan Presiden Diganti
Wamenkuhham Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pemerintahan menambahkan penjelasan mengenai kritik untuk pasal penghinaan presiden. Foto/tangkapan layar
A A A
JAKARTA - Pemerintah mempertahankan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden (wapres) dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pemerintah menambahkan penjelasan mengenai kritik yang dimaksud dalam Pasal 2018 ayat 2 tersebut.

“Penjelasan mengenai kritik terkait Pasal 218 ayat 2 yang menyangkut penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Dalam draf sebelumnya, Pasal 218 ayat 2 berbunyi "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."

Ayat ini dijelaskan baha yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat banyak yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi.



Menurut Edward, pemerintah menambahkan dalam penjelasan mengenai kritik yang dimaksud dilakukan untuk kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi. “Misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden atau wakil presiden,” terangnya.

Pria yang akrab disapa Prof. Eddy menyampaikan, kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden, yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut. Kritik bersifat konstruktif dan terdapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang objektif.

“Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya,” sambung Eddy.

Bahkan, kata Eddy, kritik juga dapat berupa pengungkapan kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presiden dan wakil presiden (wapres), atau bahkan menggulingkan atau mengusulkan penggantian presiden dengan cara-cara yang konstitusional.



“Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presiden dan wapres arau menganjurkan penggantian presiden dengan cara yang konstitusional,” ungkapnya,

Namun, lanjut Eddy, kritik yang dilakukan tidak boleh dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat, juga menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden.

“Dan selanjutnya kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat martabat dan atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden,” tandasnya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1205 seconds (0.1#10.140)