Misi Strategis Jokowi Damaikan Rusia-Ukraina
loading...
A
A
A
HARI-HARI ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah disibukkan dengan berbagai agenda kunjungan di Eropa. Namun kunjungan kenegaraan kali ini tampak istimewa. Selain menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-48 G7 di Jerman, keberangkatan Jokowi juga mengemban misi yang sangat strategis. Yakni perdamaian antara Ukraina-Rusia.
Misi ini begitu penting sebab perang antara Ukraina dan Rusia yang berlangsung sejak akhir Februari 2022 lalu faktanya telah berimplikasi luas terhadap berbagai tatanan dunia, wabilkhusus ekonomi. Kendati tidak menjadi bagian dari Group of Seven atau lebih dikenal dengan sebutan G7, namun Indonesia sejatinya tengah berada pada posisi yang istimewa.
KTT di Scholls Elmau, Pegunungan Alpen Bavaria, Jerman itu, Jokowi merepresentasikan Indonesia yang berpredikat sebagai partner country dari G7. Lebih dari itu, posisi Indonesia yang saat ini tengah mengemban amanah sebagai presidensi G20 membuat hadirnya Jokowi lebih bermakna. Di beberapa forum internasional seperti G20 misalnya, Jokowi juga memanfaatkan betul sebagai sarana mengetuk kesadaran masyarakat internasional. Bahkan pada KTT G20 di Roma, Italia 31 Oktober 2021, Jokowi pernah dengan lantang berani mengkritik pembahasan isu tentang perubahan iklim yang selalu mengawang-awang.
G7 adalah komunitas negara-negara maju dan menyatakan dirinya terbuka. Negara tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada Prancis, Jerman, Italia dan Jepang. Sedang semua anggota G7 juga tergabung di G20. Bahkan di komunitas pemerintahan ini, terdapat Rusia yang saat ini tengah berseteru dengan Ukraina.
Praktis, G7 dan G20 ini berkelindan. Sejak awal, Indonesia pun tak ingin menyia-nyiakan forum penting ini. Selain datang langsung ke Jerman untuk bersama-sama dengan negara G7 mencari solusi atas isu terkini seperti krisis pangan dan energi global, Jokowi juga mengemban misi besar nan mulia, yakni mendorong perdamaian segera antara Ukraina dan Rusia.
Misi Indonesia ini tentu bukan mudah. Selain tentu banyak kendala kepentingan yang melingkupinya, namun bukan berarti perdamaian menjadi hal yang mustahil. Hidup damai sejatinya adalah menjadi naluri dan kehendak bersama manusia di muka bumi. Diniati keinginan kolektif itulah, maka antarindividu di manapun mereka hidup kemudian bersepakat saling membantu dan membangun representasi sosial dalam berbagai bidang kehidupan.
Berbasis kesadaran ini, maka upaya membangun perdamaian Ukraina-Rusia juga tidak menghadapi pintu mati. Kita semua tahu, hari-hari ini Ukraina juga tengah berupaya masuk dalam negara Uni Eropa. Sedang Uni Eropa sendiri selama ini juga tergabung dalam G20 yang di dalamnya juga terdapat Rusia. Jika benar masuk Uni Eropa, tentu kehadiran Ukraina ini ke depan akan lebih mewarnai isu-isu global yang sensitif termasuk ketika bersinggungan dengan Rusia. Dan, karena masuk dalam representasi yang sama, tentu ketegangan akan lebih mudah didialogkan ketimbang mengedepankan jalur peperangan.
Dengan pemahaman-pemahanan inilah, kita melihat langkah Presiden Jokowi merajut perdamaian dalam konflik Ukraina-Rusia itu bukanlah langkah gegabah. Indonesia adalah negara yang menahbiskan diri sebagai negara yang mencintai kemerdekaan. Dengan kemerdekaan maka hak-hak asasi yang hakikatnya menjadi fitrah manusia terlindungi. Ini sebagaimana diamanahkan dalam bunyi aliena empat Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa posisi Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat penuh. Hanya dengan kemerdekaan, maka cita-cita ketertiban, perdamaian dunia dan keadilan sosial bakal terwujud.
Ikhtiar mecapai ketertiban dunia tentu membutuhkan jalur-jalur diplomasi secara aktif, bukan mengedepankan kekerasan apalagi peperangan. Jalan yang dititi Jokowi tentu bukanlah final dan harga mati. Namun lewat strategi politik luar negeri bebas aktif, Jokowi telah membangun pondasi akan pentingnya masyarakat global segera menghentikan pertikaian, apapun latar belakang, bentuk dan motifnya.
Peperangan akan selalu memuarakan kesedihan dan penderitaan. Risiko ini tentu sangatlah mahal karena menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Kita berharap, rencana dialog langsung yang dibangun Presiden Jokowi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky maupun Presiden Rusia Vladimir Putin usai KTT G7 mendapatkan hasil positif. Apalagi, upaya ini sejatinya bagian dari diplomasi lanjutan yang selama ini sudah dibangun Jokowi.
Konflik lama Ukraina-Rusia ini mungkin tidak lantas berhenti dengan kunjungan seorang Jokowi. Namun upaya Indonesia membangun jembatan dialog di antara negara yang tengah bersitegang ini adalah langkah maju sekaligus berani ketimbang terjebak pada sikap keberpihakan yang tak berkesudahan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Misi ini begitu penting sebab perang antara Ukraina dan Rusia yang berlangsung sejak akhir Februari 2022 lalu faktanya telah berimplikasi luas terhadap berbagai tatanan dunia, wabilkhusus ekonomi. Kendati tidak menjadi bagian dari Group of Seven atau lebih dikenal dengan sebutan G7, namun Indonesia sejatinya tengah berada pada posisi yang istimewa.
KTT di Scholls Elmau, Pegunungan Alpen Bavaria, Jerman itu, Jokowi merepresentasikan Indonesia yang berpredikat sebagai partner country dari G7. Lebih dari itu, posisi Indonesia yang saat ini tengah mengemban amanah sebagai presidensi G20 membuat hadirnya Jokowi lebih bermakna. Di beberapa forum internasional seperti G20 misalnya, Jokowi juga memanfaatkan betul sebagai sarana mengetuk kesadaran masyarakat internasional. Bahkan pada KTT G20 di Roma, Italia 31 Oktober 2021, Jokowi pernah dengan lantang berani mengkritik pembahasan isu tentang perubahan iklim yang selalu mengawang-awang.
G7 adalah komunitas negara-negara maju dan menyatakan dirinya terbuka. Negara tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada Prancis, Jerman, Italia dan Jepang. Sedang semua anggota G7 juga tergabung di G20. Bahkan di komunitas pemerintahan ini, terdapat Rusia yang saat ini tengah berseteru dengan Ukraina.
Praktis, G7 dan G20 ini berkelindan. Sejak awal, Indonesia pun tak ingin menyia-nyiakan forum penting ini. Selain datang langsung ke Jerman untuk bersama-sama dengan negara G7 mencari solusi atas isu terkini seperti krisis pangan dan energi global, Jokowi juga mengemban misi besar nan mulia, yakni mendorong perdamaian segera antara Ukraina dan Rusia.
Misi Indonesia ini tentu bukan mudah. Selain tentu banyak kendala kepentingan yang melingkupinya, namun bukan berarti perdamaian menjadi hal yang mustahil. Hidup damai sejatinya adalah menjadi naluri dan kehendak bersama manusia di muka bumi. Diniati keinginan kolektif itulah, maka antarindividu di manapun mereka hidup kemudian bersepakat saling membantu dan membangun representasi sosial dalam berbagai bidang kehidupan.
Berbasis kesadaran ini, maka upaya membangun perdamaian Ukraina-Rusia juga tidak menghadapi pintu mati. Kita semua tahu, hari-hari ini Ukraina juga tengah berupaya masuk dalam negara Uni Eropa. Sedang Uni Eropa sendiri selama ini juga tergabung dalam G20 yang di dalamnya juga terdapat Rusia. Jika benar masuk Uni Eropa, tentu kehadiran Ukraina ini ke depan akan lebih mewarnai isu-isu global yang sensitif termasuk ketika bersinggungan dengan Rusia. Dan, karena masuk dalam representasi yang sama, tentu ketegangan akan lebih mudah didialogkan ketimbang mengedepankan jalur peperangan.
Dengan pemahaman-pemahanan inilah, kita melihat langkah Presiden Jokowi merajut perdamaian dalam konflik Ukraina-Rusia itu bukanlah langkah gegabah. Indonesia adalah negara yang menahbiskan diri sebagai negara yang mencintai kemerdekaan. Dengan kemerdekaan maka hak-hak asasi yang hakikatnya menjadi fitrah manusia terlindungi. Ini sebagaimana diamanahkan dalam bunyi aliena empat Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa posisi Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat penuh. Hanya dengan kemerdekaan, maka cita-cita ketertiban, perdamaian dunia dan keadilan sosial bakal terwujud.
Ikhtiar mecapai ketertiban dunia tentu membutuhkan jalur-jalur diplomasi secara aktif, bukan mengedepankan kekerasan apalagi peperangan. Jalan yang dititi Jokowi tentu bukanlah final dan harga mati. Namun lewat strategi politik luar negeri bebas aktif, Jokowi telah membangun pondasi akan pentingnya masyarakat global segera menghentikan pertikaian, apapun latar belakang, bentuk dan motifnya.
Peperangan akan selalu memuarakan kesedihan dan penderitaan. Risiko ini tentu sangatlah mahal karena menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Kita berharap, rencana dialog langsung yang dibangun Presiden Jokowi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky maupun Presiden Rusia Vladimir Putin usai KTT G7 mendapatkan hasil positif. Apalagi, upaya ini sejatinya bagian dari diplomasi lanjutan yang selama ini sudah dibangun Jokowi.
Konflik lama Ukraina-Rusia ini mungkin tidak lantas berhenti dengan kunjungan seorang Jokowi. Namun upaya Indonesia membangun jembatan dialog di antara negara yang tengah bersitegang ini adalah langkah maju sekaligus berani ketimbang terjebak pada sikap keberpihakan yang tak berkesudahan.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)