Politikus PAN: RUU HIP Bisa Jadi Alat Politik Penguasa

Kamis, 25 Juni 2020 - 13:06 WIB
loading...
Politikus PAN: RUU HIP...
Massa dari GNPF-Ulama dan sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni (PA) 212 menuntut dibatalkannya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 24 Juni 2020. Foto/SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Desakan kepada DPR dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undangan Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) terus meluas. Pembahasan RUU tersebut dinilai telah menabrak banyak norma.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Nazaruddin memberikan sejumlah catatan kritis tentang isi RUU HIP yang bertentangan dengan peraturan lain dan pemahaman rakyat Indonesia.

Pertama, adanya RUU HIP akan menempatkan Pancasila sebagai norma dalam Undang-Undang (UU). “Berarti telah mendegradasikan Pancasila, juga bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum,” ujar Nazaruddin dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (25/6/2020). (Infografis: Ini RUU HIP yang Picu Kontroversi dan Ditolak Ramai-rama i)

Kedua, ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dijadikan dasar hukum berpotensi membuat UU ini mengatur banyak urusan dan tumpang tindih dengan peraturan lainnya. Catatan ketiga, kata Nazaruddin, Pasal 3 RUU HIP menggunakan istilah yang berbeda dengan rumusan Pancasila dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Hanya menyebutkan: ketuhanan (dengan k kecil), kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi, dan keadilan sosial. Hal ini bisa menimbulkan tafsir yang lain terhadap Pancasila,” tuturnya.

( )

Tidak Lupa, Nazaruddin juga mengkritik terkait kemungkinan Pancasila bisa “diperas” menjadi trisila dan ekasila. Rumusan ini sangat kontroversi dan ditentang banyak pihak, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU). Namun, semuanya kompak tidak ingin penundaan pembahasan, tapi penghentiaan RUU HIP.

“Karena bertentangan dengan pemahaman sebagai besar rakyat Indonesia. Terutama umat Islam yang memahami dan meyakini bahwa Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila yang menjiwai sila-sila berikutnya,” tuturnya.

Ketua DPW PAN Yogyakarta itu mengungkapkan pemerasan Pancasila menjadi trisila dan ekasila akan mengingatkan kembali mengenai trauma politik umat Islam pada era demokrasi terpimpin. Asas gotong royong itulah yang menjadi dasar konsep nasionalis, agama, dan komunis (nasakom).

Nazaruddin menuturkan, RUU HIP ahistoris karena mengabaikan fakta bahwa Pancasila sebagai dasar negara terbentuk melalui pergulatan pemikiran, negosiasi, dan kompromi, antarberbagai elemen bangsa.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1775 seconds (0.1#10.140)