Dampak Corona, Pemutusan Kerja Sama Diharap Perhatikan Sisi Kemanusiaan

Senin, 13 April 2020 - 21:44 WIB
loading...
A A A
Menurut kuasa hukum PT SIM, Kesewenang-wenangan Pemerintah Provinsi NTT semakin terlihat jelas dengan mengabaikan tata cara pengakhiran perjanjian yang diatur di dalam Pasal 237 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan jalan pintas tanpa didahului peringatan yang harus dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan masing-masing peringatan memiliki jangka waktu 30 (tiga puluh hari) kalender.

"PT. SIM menolak pemutusan secara sepihak dan keberatan untuk menyerahkan bangunan. Sebab, surat pemutusan kerja sama tersebut didasarkan pada fitnah yang bertentangan dengan fakta sesungguhnya. PT. SIM tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam surat pemutusan hubungan kerja," kata Khresna.

PT SIM lanjutnya, selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati mulai dari tahun 2017 sampai 2019, serta terus berkomitmen untuk membayar kontribusi tahunan dan pembagian hasil sebesar 10% di tahun ke-10. Pembayaran kontribusi baru dilakukan sejak 2017 karena tahun 2014 s/d 2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi.

"Klien kami PT. SIM baru memulai kegiatan uji coba operasional setelah pembangunan hotel selesai dibangun pada bulan Juni tahun 2019. Selama proses pembangunan juga menghadapi banyak kendala. Walau menghadapi kendala selama pembangunan dan baru memulai uji coba pada Juni 2019, PT. SIM tetap melaksanakan pembayaran kontribusi tepat waktu sejak hotel selesai dibangun pada 2017 sesuai dengan PKS tanggal 23 Mei 2014," jelas Khresna.

Oleh sebab itu menurut Khresna, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur Pasal 236 Ayat (2) Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

"Gubernur Pemerintah Provinsi NTT sebagai Terlapor dapat dikategorikan melakukan perbuatan maladministrasi, karena telah mengabaikan kewajiban hukum dalam penyelenggaraan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Daerah dan Pemerintahan Daerah," kata Khresna Guntarto.

Selain pengaduan kepada Ombudsman RI, PT. SIM juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI dan ke Menteri Dalam Negeri RI selaku pengawas jalannya pemerintahan daerah. Permohonan perlindungan hukum disampaikan pada hari yang sama dengan pengaduan ke Ombudsman RI, Rabu (8/4/2020).

PT SIM memohon kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI dapat memerintahkan atau mengingatkan Pemerintah Provinsi NTT agar bijaksana dan manusiawi terhadap para mitra kerja sama ataupun para pelaku usaha di wilayah Provinsi NTT.

"PT SIM juga mengharapkan agar terwujud penyelesaian yang terbaik atas persoalan pemutusan hubungan kerja yang terjadi, dengan tetap memperhatikan situasi nasional dan internasional saat ini yang sedang menghadapi persoalan wabah penyakit COVID-19," tegas Khresna.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3350 seconds (0.1#10.140)