Peneliti: Bahaya Mikroplastik dalam Tubuh Manusia Belum Bisa Dibuktikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bahaya mikroplastik di dalam tubuh manusia hingga saat ini belum bisa dibuktikan secara empiris. Itu sebabnya sejauh ini belum ada regulasi yang menetapkan batas aman mikroplastik di dalam tubuh.
Hal itu disampaikan peneliti mikroplastik yang juga Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata, Inneke Hantoro dalam webinar 'Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan & Kesehatan' yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Inneke mengatakan, pemerintah di banyak negara belum bisa memberikan kepastian berapa standar mikroplastik yang boleh ada di dalam tubuh manusia. Menurutnya, hal itu disebabkan banyaknya tingkat kesulitan untuk melakukan analisis mikroplastik ini.
Untuk menjawab apakah mikroplastik memberikan bahaya pada kesehatan tubuh, yang harus dilakukan adalah risk assessment atau evaluasi risiko. Berdasarkan Codex Alimentarius Commision (CAC). Ada 4 tahapan untuk melakukan evaluasi risiko ini.
Pertama melakukan identifikasi hazard, dengan mengidentifikasi dulu keberadaan mikroplastik, faktor apa yang mendorong keberadaannya, karakternya bagaimana baik konsentrasinya, bentuk, ukuran, warna dan jenis polimernya.
Kedua, membuat karakteristik bahayanya dengan mengujinya kepada hewan percobaan. Ketiga, melakukan studi perkiraan paparan mikroplastik pada tubuh manusia sehingga bisa melakukan evaluasi rsikonya. Keempat, mengelompokkan risk assessment untuk menentukan apakah memang ada bahayanya pada manusia.
"Saat ini, penelitian mikroplastik ini baru ada pada tahap 1 dan 2, itupun masih banyak tantangannya. Jadi belum sampai kepada uji terhadap manusianya," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (18/6/2022).
Terkait berlimpahnya artikel yang bicara mengenai deteksi keberadaan mikroplastik di banyak produk, menurutnya, tetap harus dikaji lebih jauh. "Jadi, akan masih sangat sulit untuk melakukan penetapan standar aman dari mikroplastik itu. Seluruh dunia juga masih mengalami hal yang sama," katanya.
Peneliti Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andreas, juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnga, sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur standar terkait dengan jumlah mikroplastik dalam satu produk pangan olahan.
Hal itu disampaikan peneliti mikroplastik yang juga Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata, Inneke Hantoro dalam webinar 'Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan & Kesehatan' yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Inneke mengatakan, pemerintah di banyak negara belum bisa memberikan kepastian berapa standar mikroplastik yang boleh ada di dalam tubuh manusia. Menurutnya, hal itu disebabkan banyaknya tingkat kesulitan untuk melakukan analisis mikroplastik ini.
Untuk menjawab apakah mikroplastik memberikan bahaya pada kesehatan tubuh, yang harus dilakukan adalah risk assessment atau evaluasi risiko. Berdasarkan Codex Alimentarius Commision (CAC). Ada 4 tahapan untuk melakukan evaluasi risiko ini.
Baca Juga
Pertama melakukan identifikasi hazard, dengan mengidentifikasi dulu keberadaan mikroplastik, faktor apa yang mendorong keberadaannya, karakternya bagaimana baik konsentrasinya, bentuk, ukuran, warna dan jenis polimernya.
Kedua, membuat karakteristik bahayanya dengan mengujinya kepada hewan percobaan. Ketiga, melakukan studi perkiraan paparan mikroplastik pada tubuh manusia sehingga bisa melakukan evaluasi rsikonya. Keempat, mengelompokkan risk assessment untuk menentukan apakah memang ada bahayanya pada manusia.
"Saat ini, penelitian mikroplastik ini baru ada pada tahap 1 dan 2, itupun masih banyak tantangannya. Jadi belum sampai kepada uji terhadap manusianya," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (18/6/2022).
Terkait berlimpahnya artikel yang bicara mengenai deteksi keberadaan mikroplastik di banyak produk, menurutnya, tetap harus dikaji lebih jauh. "Jadi, akan masih sangat sulit untuk melakukan penetapan standar aman dari mikroplastik itu. Seluruh dunia juga masih mengalami hal yang sama," katanya.
Peneliti Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andreas, juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnga, sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur standar terkait dengan jumlah mikroplastik dalam satu produk pangan olahan.