Pemantauan: Jaga Kualitas, dan Peningkatan Layanan Penyelenggaraan Haji
loading...
A
A
A
JAKARTA - Labbaika Allahumma Labbaik…
Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik
Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulk
Laa Syarika Lak
“Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya pujian dan nikmat adalah milik-Mu, begitu juga kerajaan adalah Milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Kalimat talbiyah terus bergema di bibir maupun sanubari mendengar kabar dibukanya kembali kuota haji oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal ini menjadi kabar gembira setelah puasa haji selama dua tahun lamanya akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Haji dan Umrah mengumumkan bahwa kuota haji tahun 2022 sebanyak satu juta jemaah baik dalam maupun luar negeri. Sedangkan total kuota yang diberikan untuk jemaah Indonesia yakni 100.051 jemaah untuk keberangkatan 1443H/2022M. Adanya pembatasan kuota ini tentu berdampak pada semakin panjangnya antrian haji di Indonesia. Namun hal itu tetap tidak mengurangi antusiasme jemaah haji Indonesia untuk mendaftar haji.
Untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan para jemaah haji selama di Arab Saudi, pemerintah Arab Saudi juga menyampaikan syarat yang harus dipenuhi oleh calon jemaah yang akan menunaikan ibadah haji. Salah satunya adalah batasan usia jemaah di bawah 65 tahun. Selain itu penerapan protokol kesehatan yang ketat dengan terpenuhinya vaksin minimal dua kali bagi calon jemaah yang akan menunaikan ibadah haji.
Pelaksanaan haji kali ini tentu menjadi perhatian khusus bagi Kementerian Agama selaku panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH). Pasalnya, haji kali ini berlaku penyesuaian yang berkaitan dengan kebijakan pasca pandemi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satunya yang terjadi di Arab Saudi yaitu perubahan pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang semula dari muasasah menjadi syarikah yang berdampak pada perubahan biaya-biaya yang ditetapkan.
Kementerian Agama merespons cepat berbagai perubahan tersebut dengan terus melakukan melakukan koordinasi lintas sektoral untuk menyukseskan penyelenggaraan haji kali ini. Arah kebijakan haji Indonesia ditetapkan oleh Kementerian Agama untuk memberikan layanan terbaik bagi jemaah haji Indonesia.
Kebijakan yang dilakukan ini dimulai dari penetapan kuota haji, pembagian kuota, penyiapan akomodasi dari tanah air ke Arab Saudi hingga kebijakan fast track yang memberikan proses pelayanan proses keimigrasian (pre departure clearance) di Indonesia sebelum keberangkatan sehingga terjadi efisiensi waktu di embarkasi Jakarta.
Sedangkan layanan haji yang diberikan di Arab Saudi terdiri dari akomodasi, transportasi, dan konsumsi yang menjadi titik perhatian utama. Konsumsi jemaah haji yang semula hanya dua kali makan sehari pada penyelenggaraan haji sebelumnya, sekarang disajikan dengan 3 kali makan dengan menu khas Indonesia diharapkan jemaah nyaman dalam melaksanakan ibadah.
Terbaru aturan dari Arab Saudi terkait paket layanan di Masyair, baik di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) mengalami penambahan biaya yang tidak sedikit jumlahnya sekitar Rp1,5 triliun. Dengan komunikasi yang baik antar berbagai pihak masalah tersebut dapat terselesaikan dan jemaah haji dapat diberangkatkan.
Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik
Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulk
Laa Syarika Lak
“Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya pujian dan nikmat adalah milik-Mu, begitu juga kerajaan adalah Milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Kalimat talbiyah terus bergema di bibir maupun sanubari mendengar kabar dibukanya kembali kuota haji oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal ini menjadi kabar gembira setelah puasa haji selama dua tahun lamanya akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Haji dan Umrah mengumumkan bahwa kuota haji tahun 2022 sebanyak satu juta jemaah baik dalam maupun luar negeri. Sedangkan total kuota yang diberikan untuk jemaah Indonesia yakni 100.051 jemaah untuk keberangkatan 1443H/2022M. Adanya pembatasan kuota ini tentu berdampak pada semakin panjangnya antrian haji di Indonesia. Namun hal itu tetap tidak mengurangi antusiasme jemaah haji Indonesia untuk mendaftar haji.
Untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan para jemaah haji selama di Arab Saudi, pemerintah Arab Saudi juga menyampaikan syarat yang harus dipenuhi oleh calon jemaah yang akan menunaikan ibadah haji. Salah satunya adalah batasan usia jemaah di bawah 65 tahun. Selain itu penerapan protokol kesehatan yang ketat dengan terpenuhinya vaksin minimal dua kali bagi calon jemaah yang akan menunaikan ibadah haji.
Pelaksanaan haji kali ini tentu menjadi perhatian khusus bagi Kementerian Agama selaku panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH). Pasalnya, haji kali ini berlaku penyesuaian yang berkaitan dengan kebijakan pasca pandemi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satunya yang terjadi di Arab Saudi yaitu perubahan pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang semula dari muasasah menjadi syarikah yang berdampak pada perubahan biaya-biaya yang ditetapkan.
Kementerian Agama merespons cepat berbagai perubahan tersebut dengan terus melakukan melakukan koordinasi lintas sektoral untuk menyukseskan penyelenggaraan haji kali ini. Arah kebijakan haji Indonesia ditetapkan oleh Kementerian Agama untuk memberikan layanan terbaik bagi jemaah haji Indonesia.
Kebijakan yang dilakukan ini dimulai dari penetapan kuota haji, pembagian kuota, penyiapan akomodasi dari tanah air ke Arab Saudi hingga kebijakan fast track yang memberikan proses pelayanan proses keimigrasian (pre departure clearance) di Indonesia sebelum keberangkatan sehingga terjadi efisiensi waktu di embarkasi Jakarta.
Sedangkan layanan haji yang diberikan di Arab Saudi terdiri dari akomodasi, transportasi, dan konsumsi yang menjadi titik perhatian utama. Konsumsi jemaah haji yang semula hanya dua kali makan sehari pada penyelenggaraan haji sebelumnya, sekarang disajikan dengan 3 kali makan dengan menu khas Indonesia diharapkan jemaah nyaman dalam melaksanakan ibadah.
Terbaru aturan dari Arab Saudi terkait paket layanan di Masyair, baik di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) mengalami penambahan biaya yang tidak sedikit jumlahnya sekitar Rp1,5 triliun. Dengan komunikasi yang baik antar berbagai pihak masalah tersebut dapat terselesaikan dan jemaah haji dapat diberangkatkan.