Dinilai Rugikan Desa, Pasal 28 Ayat 8 UU Corona Diuji Materi ke MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-undang Nomor 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi UU digugat.
Pendaftaran Gugatan tersebut diterima MK pada Senin 23 Juni 2020. Dalam surat tanda terima bernomor 1991/PAN.MK/VI/2020 itu menyebutkan ada dua pemohon yang mengajukan JR ata UU Nomor 20/2020, yakni Suyanto dan Triyono.
Keduanya adalah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Desa (Parande) Nusantara. Pemohon menyerahkan kuasa kepada tim pengacara asal Surabaya, M Soleh and Partners.
Uji materi dilakukan karena UU No 2/2020 itu dinilai merugikan rakyat desa. Khususnya Pasal 28 Ayat 8 UU 2/2020 yang berbunyi: "Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Covid- 19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.
( )
Kerua Panitia Khusus (Pansus) UU Desa Akhmad Muqowam menyebut ketentuan dalam Pasal 28 Ayat 8 UU 2/2020 sangat jelas dapat diartikan bahwa Dana Desa tidak akan ada lagi.
Dia menjelaskan, dana desa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 72 Ayat 2 UU Desa harus dijalankan sesuai ketentuan perundangan. UU tersebut menjadi tonggak bagi keberpihakan negara terhadap desa.
"Apalagi di dalam UU tersebut memuat asas rekognisi dan subsidiaritas, yaitu merupakan eksplorasi dari nilai-nilai budaya desa," tutur mantan Wakil Ketua DPD ini dalam keterangan pers, Selasa 24 Juni 2020.
Muqowam menilai UU Desa mengakui desa adalah sebagai sebuah entitas yang harus diakui keberadaannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan sekaligus diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri kewenangan yang berskala desa.
"Disitulah orchestrasi pembangunan nasional akan harmonis setelah adanya UU Desa, dalam arti meletakkan desa sebagai subjek pembangunan. Bukan yang di masa lalu, desa hanya dijadikan sebagai objek pembangunan di Indonesia," katanya.
Pendaftaran Gugatan tersebut diterima MK pada Senin 23 Juni 2020. Dalam surat tanda terima bernomor 1991/PAN.MK/VI/2020 itu menyebutkan ada dua pemohon yang mengajukan JR ata UU Nomor 20/2020, yakni Suyanto dan Triyono.
Keduanya adalah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Desa (Parande) Nusantara. Pemohon menyerahkan kuasa kepada tim pengacara asal Surabaya, M Soleh and Partners.
Uji materi dilakukan karena UU No 2/2020 itu dinilai merugikan rakyat desa. Khususnya Pasal 28 Ayat 8 UU 2/2020 yang berbunyi: "Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Covid- 19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.
( )
Kerua Panitia Khusus (Pansus) UU Desa Akhmad Muqowam menyebut ketentuan dalam Pasal 28 Ayat 8 UU 2/2020 sangat jelas dapat diartikan bahwa Dana Desa tidak akan ada lagi.
Dia menjelaskan, dana desa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 72 Ayat 2 UU Desa harus dijalankan sesuai ketentuan perundangan. UU tersebut menjadi tonggak bagi keberpihakan negara terhadap desa.
"Apalagi di dalam UU tersebut memuat asas rekognisi dan subsidiaritas, yaitu merupakan eksplorasi dari nilai-nilai budaya desa," tutur mantan Wakil Ketua DPD ini dalam keterangan pers, Selasa 24 Juni 2020.
Muqowam menilai UU Desa mengakui desa adalah sebagai sebuah entitas yang harus diakui keberadaannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan sekaligus diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri kewenangan yang berskala desa.
"Disitulah orchestrasi pembangunan nasional akan harmonis setelah adanya UU Desa, dalam arti meletakkan desa sebagai subjek pembangunan. Bukan yang di masa lalu, desa hanya dijadikan sebagai objek pembangunan di Indonesia," katanya.
(dam)