Banggar DPR Apresiasi Pertamina Mau Berbagi Beban APBN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran ( Banggar ) DPR Said Abdullah mengapresiasi PT Pertamina untuk berbagi beban (burden sharing) sebagai respons atas kenaikan harga minyak dunia yang masih bertahan di atas USD100/barel. Dari sisi APBN, Banggar DPR telah memberikan persetujuan kepada pemerintah untuk menambah alokasi subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun dan tambahan alokasi kompensasi BBM dan listrik sebesar Rp275,0 triliun.
Adapun kompensasi ini diperuntukkan BBM sebesar Rp234,0 triliun dan listrik Rp41,0 triliun. "Terima kasih Pertamina atas kesediaan berbagi beban," ujar Said di Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Untuk diketahui, pada 19 Mei 2022, pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bersama dengan Banggar DPR menyetujui perubahan postur APBN 2022. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh pergeseran asumsi Indonesian Crude Price (ICP) pada APBN 2022 yang semula dipatok USD60/barel.
Padahal harga ICP terus merangkak naik hingga diatas rata-rata USD100/barel. Tidak menghendaki APBN berdarah-darah, dengan cepat Banggar DPR menyetujui perubahan APBN 2022 yang diajukan oleh pemerintah.
Tujuannya agar APBN bisa menyesuaikan dengan kondisi eksternal, dan pemerintah dapat memiliki elastisitas fiskal, khususnya untuk kenaikan alokasi subsidi dan kompensasi energi. Untungnya, beban yang dipikul APBN ikut dirasakan oleh Pertamina.
Menurut Said, langkah Pertamina ikut memikul beban bersama-sama dengan memprioritaskan pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai tanggung jawab bersama untuk melindungi hajat hidup orang banyak. Langkah ini memang lebih prioritas ketimbang memburu keuntungan semata di saat tekanan harga minyak bisa menyulitkan hajat hidup rakyat.
"Keprihatinan bersama yang ditunjukkan oleh Pertamina inilah yang sangat kita apresiasi," ujar politikus asal Sumenep ini.
Sebab bila tanpa kontribusi Pertamina, APBN akan jauh lebih berat menanggung beban subsidi dan kompensasi BBM. "Kesediaan Pertamina memangkas target nett profit USD3 miliar demi bersama-sama membantu negara dan rakyat bentuk nyata burden sharing," katanya.
Di tengah kenaikan harga minyak dunia, Pertamina memang berkontribusi besar pada penerimaan negara. Hingga April 2022, Pertamina berkontribusi besar pada penerimaan negara.
Belum genap semester, Pertamina telah menyumbang Rp143 triliun ke negara. Namun Pertamina tidak lantas sorak sorai mendapat windfall profit.
Semangat menjaga keprihatinan untuk berbagi beban dengan APBN agar harga BBM tidak melonjak sangat bermakna penting. "Inilah manifestasi kegotong-royongan, nyata adanya," katanya.
Said menerangkan, kenaikan harga bukan hanya terjadi di sektor minyak dan gas bumi, tetapi juga berbagai komoditas lainnya, terutama pangan. Untuk itu, Banggar DPR dan pemerintah sepakat untuk menjaga daya beli rumah tangga dengan menambah anggaran program perlindungan sosial sebesar Rp18,6 triliun.
Langkah ini sebagai antisipasi bila inflasi naik dan berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi, mengingat 53% PDB nasional disumbang dari konsumsi rumah tangga. "Menggenapi keterpaduan gerak, pemerintah juga tengah mempersiapkan reformasi subsidi BBM, LPG dan Listrik agar lebih tepat sasaran, sehingga alokasi subsidi energi yang besar bisa berdampak setimpal terhadap upaya perlindungan terhadap rumah tangga miskin," imbuhnya.
Politikus Senior PDI Perjuangan ini menjelaskan prioritas waktu dekat pemerintah mempersiapkan skema pembelian pertalite dan solar sebagai barang subsidi. Langkah ini sebagai barier agar pembeli Pertamax dan solar nonsubsidi tidak bermigrasi ke Pertalite dan solar subsidi.
Dia berharap agar keputusan Pertamina bisa dijadikan contoh BUMN-BUMN lainnya dengan mempertimbangkan segala kapasitasnya masing masing. "Bahwa ada saatnya pemerintah membantu BUMN, tetapi pada waktunya, BUMN tahu diri, dan berpikir strategis tentang kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar," pungkasnya.
Adapun kompensasi ini diperuntukkan BBM sebesar Rp234,0 triliun dan listrik Rp41,0 triliun. "Terima kasih Pertamina atas kesediaan berbagi beban," ujar Said di Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Untuk diketahui, pada 19 Mei 2022, pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bersama dengan Banggar DPR menyetujui perubahan postur APBN 2022. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh pergeseran asumsi Indonesian Crude Price (ICP) pada APBN 2022 yang semula dipatok USD60/barel.
Padahal harga ICP terus merangkak naik hingga diatas rata-rata USD100/barel. Tidak menghendaki APBN berdarah-darah, dengan cepat Banggar DPR menyetujui perubahan APBN 2022 yang diajukan oleh pemerintah.
Tujuannya agar APBN bisa menyesuaikan dengan kondisi eksternal, dan pemerintah dapat memiliki elastisitas fiskal, khususnya untuk kenaikan alokasi subsidi dan kompensasi energi. Untungnya, beban yang dipikul APBN ikut dirasakan oleh Pertamina.
Menurut Said, langkah Pertamina ikut memikul beban bersama-sama dengan memprioritaskan pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai tanggung jawab bersama untuk melindungi hajat hidup orang banyak. Langkah ini memang lebih prioritas ketimbang memburu keuntungan semata di saat tekanan harga minyak bisa menyulitkan hajat hidup rakyat.
"Keprihatinan bersama yang ditunjukkan oleh Pertamina inilah yang sangat kita apresiasi," ujar politikus asal Sumenep ini.
Sebab bila tanpa kontribusi Pertamina, APBN akan jauh lebih berat menanggung beban subsidi dan kompensasi BBM. "Kesediaan Pertamina memangkas target nett profit USD3 miliar demi bersama-sama membantu negara dan rakyat bentuk nyata burden sharing," katanya.
Di tengah kenaikan harga minyak dunia, Pertamina memang berkontribusi besar pada penerimaan negara. Hingga April 2022, Pertamina berkontribusi besar pada penerimaan negara.
Belum genap semester, Pertamina telah menyumbang Rp143 triliun ke negara. Namun Pertamina tidak lantas sorak sorai mendapat windfall profit.
Semangat menjaga keprihatinan untuk berbagi beban dengan APBN agar harga BBM tidak melonjak sangat bermakna penting. "Inilah manifestasi kegotong-royongan, nyata adanya," katanya.
Said menerangkan, kenaikan harga bukan hanya terjadi di sektor minyak dan gas bumi, tetapi juga berbagai komoditas lainnya, terutama pangan. Untuk itu, Banggar DPR dan pemerintah sepakat untuk menjaga daya beli rumah tangga dengan menambah anggaran program perlindungan sosial sebesar Rp18,6 triliun.
Langkah ini sebagai antisipasi bila inflasi naik dan berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi, mengingat 53% PDB nasional disumbang dari konsumsi rumah tangga. "Menggenapi keterpaduan gerak, pemerintah juga tengah mempersiapkan reformasi subsidi BBM, LPG dan Listrik agar lebih tepat sasaran, sehingga alokasi subsidi energi yang besar bisa berdampak setimpal terhadap upaya perlindungan terhadap rumah tangga miskin," imbuhnya.
Politikus Senior PDI Perjuangan ini menjelaskan prioritas waktu dekat pemerintah mempersiapkan skema pembelian pertalite dan solar sebagai barang subsidi. Langkah ini sebagai barier agar pembeli Pertamax dan solar nonsubsidi tidak bermigrasi ke Pertalite dan solar subsidi.
Dia berharap agar keputusan Pertamina bisa dijadikan contoh BUMN-BUMN lainnya dengan mempertimbangkan segala kapasitasnya masing masing. "Bahwa ada saatnya pemerintah membantu BUMN, tetapi pada waktunya, BUMN tahu diri, dan berpikir strategis tentang kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar," pungkasnya.
(rca)