Soal Tiket di Pelabuhan, Bambang Haryo Nilai Kebijakan ASDP Persulit Masyarakat

Jum'at, 13 Mei 2022 - 21:07 WIB
loading...
Soal Tiket di Pelabuhan,...
Sejumlah kendaraan pemudik antre untuk naik ke KMP Virgo 18 di dermaga 3 Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Lampung, Jumat (6/5/2022). Foto/Ilustrasi/ANTARA
A A A
JAKARTA - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memastikan tidak ada lagi penjualan tiket on the spot di pelabuhan. BUMN ini ingin mengadaptasi sistem ticketing bandara dan stasiun kereta api serta menerapkan pengisian data diri penumpang saat memesan tiket.



"Harusnya PT ASDP tahu fungsi angkutan penyeberangan adalah kepanjangan jalan raya seperti halnya jembatan atau jalan tol, yang setiap detik, menit, dan jam penumpang dan kendaraan bisa melakukan perjalanan menyeberang 24 jam nonstop," kata Bambang Haryo, Jumat (13/5/2022).

Bambang Haryo menjelaskan, angkutan penyeberangan atau kapal feri berbeda dengan pesawat terbang, kereta api, atau kapal laut jarak jauh yang tidak selalu tersedia setiap saat. Sehingga, penyeberangan seharusnya melayani penjualan tiket dengan kemudahan dan cepat.

Bila diberlakukan tiket online, tuturnya, penyeberangan bisa menerapkan seperti halnya di jalan tol menggunakan e-Toll, yang bisa didapat dengan mudah tanpa aplikasi.

Namun untuk mendapatkan tiket online ASDP, masyarakat harus mengunduh dulu aplikasi di smartphone untuk setiap pembelian tiket. Sehingga, mempersulit masyarakat yang saat ini masih banyak yang tidak melek terhadap teknologi.

"Untuk memesan tiket online dari smartphone mereka akan menemui kesulitan, sebab sekitar 40% penduduk Indonesia berpendidikan SMP ke bawah dan 20% belum mengenyam pendidikan," jelasnya.

"Demikian juga penggguna penyeberangan, sekitar 70% adalah masyarakat menengah ke bawah, sehingga dipastikan akan kesulitan mengakses untuk mendapatkan tiket online," tambahnya.

Apalagi sambung Bambang, aplikasi Ferizy itu mempunyai predikat di review pengguna di google play store hanya mendapatkan nilai 2.2 ini bukti banyak keluhan masyarakat yang kesulitan menggunakan aplikasi tersebut untuk mendapatkan tiket.

"Sehingga akhirnya mereka harus tetap menggunakan calo untuk mengakses aplikasi tersebut," ungkap Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini.

Menurut Bambang Haryo, munculnya calo-calo yang jumlahnya kini ratusan bahkan ribuan terjadi di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni. Sudah menjadi rahasia umum, biaya untuk pengurusan mendapatkan satu tiket melalui calo-calo itu menjadi mahal, misalnya tiket sepeda motor dari Rp54.000 dijual Rp65.000.

Sementara tiket penumpang bengkak dari Rp19.500 menjadi Rp25.000 dengan bantuan calo-calo yang tumbuh subur di Merak-Bakauheni.

"Padahal setiap kali transaksi tiket online Ferizy dari ASDP, konsumen sudah dikenakan biaya administrasi Rp2.500. Biaya ini seharusnya tidak boleh dikutip dari konsumen sebab pelayanan pembelian tiket sudah dibebankan kepada konsumen dengan membayar uang jasa kepelabuhanan yang cukup besar," tuturnya.

"Akibatnya, muncul ratusan kios penjual tiket yang mengais keuntungan dari tambahan biaya tiket di sekitar pelabuhan, kios-kios itu bukan travel agent resmi yang terdaftar di Kementerian Pariwisata," sambung Bambang Haryo.

Ketua Dewan Pembina DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) ini menyampaikan, beberapa praktik penjualan tiket penyeberangan di sejumlah negara yang menyediakan berbagai pilihan meskipun telah menerapkan tiket online.

"Kalau kita lihat di negara Eropa, Jepang, Filipina, termasuk negara kepulauan lainnya seperti Karibia, Yunani dan lain-lain, untuk mendapatkan tiket penyeberangan tetap memberikan layanan penjualan secara cash walaupun mereka sudah melayani penjualan secara online untuk mempercepat pelayanan," ucapnya.

"Bahkan di Eropa, bila membeli secara online, harga tiket didiskon sebesar 50% bukan malah dibebankan biaya administrasi seperti di Ferizy ASDP," tambah BHS, sapaan Bambang Haryo.

Menurut anggota DPR RI periode 2014-2019 ini, karut-marut pelayanan tiket online di ASDP harus dilakukan satu penyelidikan, karena banyak tiket hangus tak bertuan, penambahan biaya yang tidak lazim, menumbuh-suburkan sistem percaloan di penyeberangan dan menimbulkan kemacetan karena cenderung mempersulit konsumen.

"Sudah seharusnya Satgas Pungli KPK, BPK, Kejaksaan dan YLKI perlu turun tangan, terutama untuk menyelidiki mitra kerja online PT ASDP," tegasnya.

Dia menilai, ASDP selama ini gagal mengelola pelabuhan penyeberangan, terbukti saat arus mudik Lebaran tahun ini terjadi kemacetan parah di Pelabuhan Merak dan juga di Pelabuhan Gilimanuk Bali.

"Kegagalan itu karena ASDP tidak sanggup menyediakan dermaga yang layak dan cukup. Bahkan di Pelabuhan Merak ASDP harusnya malu karena pemerintah terpaksa melakukan inovasi menggunakan dermaga Pelindo di Perhubungan Laut untuk mengurai kemacetan arus mudik dan balik Lebaran tahun ini dengan mengoperasikan kapal-kapal penyeberangan yang off akibat kurangnya dermaga di Pelabuhan Merak-Bakauheni," ucap BHS.

Melihat berbagai persoalan tersebut, Bambang Haryo mendesak ASDP segera membenahi aplikasi Ferizy dan menggantinya dengan sistem yang lebih profesional dan mumpuni. ASDP juga harus bertanggung jawab menertibkan calo-calo di pelabuhan, serta menghapus tiket hangus dan biaya administrasi pembelian tiket online Rp2.500 per transaksi karena biaya ini sudah dibebankan ke dalam biaya jasa kepelabuhanan.

"Mengingat masih banyaknya masalah tiket online ASDP, Menhub harus merevisi Permenhub Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tiket Angkutan Penyeberangan secara Elektronik, agar tidak merugikan masyarakat seperti saat ini," tutup BHS.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1248 seconds (0.1#10.140)