Peran Aktif Indonesia dalam ASEAN

Sabtu, 30 April 2022 - 06:18 WIB
loading...
Peran Aktif Indonesia dalam ASEAN
Peran aktif Indonesia dalam ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations bermacam-macam dan penting. Foto: U.S Mission to ASEAN
A A A
JAKARTA - Peran aktif Indonesia dalam ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations bermacam-macam dan penting. Mulai dari bidang ekonomi, budaya, politik, sosial, hingga keamanan.

Dikutip dari buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi 2018 siswa SD/MI Kelas VI, ASEAN merupakan sebuah organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara . Negara-negara tersebut bersatu karena adanya persamaan letak geografis dan kemiripan budaya.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan para tokoh dunia pendiri ASEAN adalah kepentingan yang sama dalam memajukan ekonomi, sosial budaya, serta menjaga keamanan kawasan. Nah, apa saja peranan Indonesia dalam ASEAN?





1. Pendiri ASEAN
Indonesia menjadi salah satu negara pendiri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 di Thailand ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok oleh Menteri Luar Negeri dari lima negara pengusung.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), isi Deklarasi Bangkok itu adalah sebagai berikut:

- Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;
- Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
- Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
- Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada;
- Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.



Selain Indonesia, negara lain yang menjadi pendiri ASEAN adalah Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Indonesia saat itu diwakili Adam Malik, Malaysia diwakili Tun Abdul Razak, Singapura diwakili Sinnathamby Rajaratnam, Thailand diwakili Thanat Koman, dan Filipina diwakili Narciso Ramos.

Kemudian, Laos, Myanmar, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Kamboja ikut bergabung dalam ASEAN. Brunei Darussalam bergabung pada 7 Januari 1984, Vietnam bergabung pada 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar bergabung pada 23 Juli 1997, dan Kamboja bergabung pada 30 April 1999.

Adapun wilayah Asia Tenggara dibagi menjadi dua daratan. Pertama, daratan berbentuk semenanjung, yakni Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, dan wilayah Malaysia bagian barat. Kedua, daratan berbentuk gugusan kepulauan, yakni Indonesia, Filipina, wilayah Malaysia bagian timur, Singapura, dan Brunei Darussalam.



Sejak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu didirikan, Indonesia sudah tiga kali menjadi ketua ASEAN, yakni pada 1967, 2003, dan 2011. Diberitakan SINDOnews sebelumnya, Indonesia akan menjadi ketua ASEAN pada 2023.

Amanat itu diemban Indonesia setahun setelah menjadi Ketua Presidensi G20. “Jadi Indonesia di 2022 akan jadi Ketua Presidensi G20, dan selanjutnya akan jadi Ketua ASEAN di 2023," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam video virtual, Senin (7/6/2021).

Peran Aktif Indonesia dalam ASEAN

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri KTT ke-36 ASEAN secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/6/2020). Foto/Antara

2. Penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Pertama ASEAN
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama ASEAN digelar pada 1976 di Bali. Dikutip dari situs resmi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Indonesia, Agreement on the Estabilishment of the ASEAN Secretariat menjadi salah satu yang disepakati pada KTT pertama ASEAN.

Adapun inti dari keputusan sidang tersebut di antaranya adalah penetapan kedudukan Sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia. Secara resmi Sekretariat ASEAN berfungsi sejak 7 Juni 1976. Dengan adanya Sekretariat ASEAN di Jakarta, hal ini menandakan Jakarta berkedudukan sejajar dengan kota-kota lain di dunia yang menjadi pusat sebuah organisasi internasional.

Peran Aktif Indonesia dalam ASEAN

Ratusan personel Kepolisian dan TNI saat memperketat penjagaan Gedung Sekretariat ASEAN menjelang pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Jakarta, Sabtu (24/4/2021). Foto/Yulianto

3. Penggagas Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN
Komunitas Keamanan ASEAN atau ASEAN Security Community (ASC) ditandatangani pada 12 september 2003 di Senggigi, Lombok dan diwujudkan dalam Bali Concord II pada 2003. Dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, penggunaan istilah ASC sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN.

Penggunaan istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata, tetapi juga pada aspek-aspek keamanan. Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN ke-13 pada 2007 di Singapura untuk menggantikan VAP 2004-2010.

Konsep tersebut telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand pada 2009 dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua Hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Indonesia memainkan peranan penting dalam penyusunan APSC.



Berbagai usul Indonesia yang diterima dalam APSC, antara lain:
- Mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela (voluntary electoral observations);
- Membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak;
- Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi;
- Menggagas pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation;
- Menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum;
- Membentuk kerja sama penanganan illegal fishing; dan
- Menyusun instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Kerja sama dalam kerangka APSC sebagaimana termuat dalam cetak birunya dielaborasi lebih spesifik dalam kerja sama bidang politik, keamanan, dan hukum yang mencakup spektrum yang luas dari permasalahan tradisional dan nontradisional, dari upaya untuk memajukan tata kepemerintahan yang baik (good governance), menangani masalah terorisme, menanggulangi bencana alam, dan memberantas korupsi.



a. Kerja Sama Bidang Politik mencakup:
1) Memajukan pemerintahan yang baik;
2) Memajukan prinsip-prinsip demokrasi;
3) Memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan;
4) Menjamin implementasi SEANWFZ dan Rencana Aksinya;
5) Memajukan kerja sama maritim ASEAN;
6) Mewujudkan resolusi konflik dan penyelesaian sengketa secara damai;
7) Memperkuat sentralitas ASEAN; dan
8) Memajukan hubungan dengan pihak eksternal.

“Isu SEANFWZ (Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone) Treaty, setelah sekitar sepuluh tahun mengalami kevakuman, upaya ASEAN menciptakan suatu kawasan yang bebas senjata nuklir mengalami kemajuan yang sangat penting dengan diselesaikannya negosiasi dan pembahasan Protokol Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) dengan negara-negara pemilik senjata nuklir pada tahun 2011. Peran kekuatan Indonesia di ASEAN lah pada tahun 2011 yang berhasil menyelesaikan negosiasi dan pembahasan Protokol SEANWFZ ini,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah kepada SINDOnews, Kamis (28/4/2022).

b. Kerja Sama Bidang Keamanan mencakup:
1) Pencegahan konflik/upaya-upaya membangun kepercayaan (Confidence Building Measures/CBM);
2) Penguatan proses ARF;
3) Penanganan isu keamanan non-tradisional (bajak laut, perompakan terhadap kapal, pembajakan dan penyelundupan, dan lain-lain).
4) Penguatan kerja sama ASEAN dalam penanganan bencana dan tanggap darurat; dan
5) Pemajuan transparansi dan pemahaman mengenai kebijakan pertahanan dan persepsi keamanan.
c. Kerja sama Bidang Hukum mencakup:
1) Pencegahan dan pemberantasan korupsi;
2) Pemajuan dan Perlindungan HAM;
3) Pengembangan pengaturan hukum untuk memerangi narkotika;
4) Pembentukan kerja sama penanganan kejahatan lintas batas;
5) Peratifikasian atas Konvensi ASEAN tentang Kontra-Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism);
6) Pembentukan kerja sama dalam isu ekstradisi; dan
7) Peratifikasian Traktat tentang Bantuan Hukum Terkait Masalah-masalah Kriminalitas (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT).

4. Menciptakan Perdamaian di Kawasan Asia Tenggara
Indonesia menjadi penengah konflik antara Vietnam dan Kamboja. Pada 1991, Vietnam dan Kamboja sepakat berdamai. Indonesia juga menjadi mediator perjanjian damai Moro National Liberation Front (MNLF)-Filipina sejak 1993. Kemudian, perjanjian damai itu disepakati pada 2 September 1996 di Manila, Filipina.



5. Berkontribusi dalam SEA Games
SEA Games (Southeast Asian Games) merupakan pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara dua tahunan. Indonesia beberapa kali menjadi penyelenggara SEA Games. Tercatat, sudah empat kali Indonesia menjadi penyelenggara SEA Games, yakni SEA Games ke-10 pada 1979, SEA Games ke-14 pada 1987, SEA Games ke-19 pada 1997, dan SEA Games ke-26 pada 2011.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1672 seconds (0.1#10.140)