Pertama Dalam Sejarah Korps Baret Merah, Ayah dan Anak Jabat Danjen Kopassus
loading...
A
A
A
”Pak Sarwo Edhie orang yang dekat dengan orang tua saya. Sebelum saya formal menjadi anak buahnya Sarwo Edhie, saya pun banyak dengar cerita-cerita tentang Pak Sarwo dari orang tua saya. Bagaimana Pak Sarwo memimpin RPKAD pada saat-saat kritis Oktober 1945,” kenang Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dalam buku biografinya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catat dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto” dikutip SINDOnews, Rabu (20/4/2022).
Untuk mengenang jasa-jasanya, nama Sarwo Edhie Wibowo kini diabadikan menjadi salah satu nama gedung di Markas Komando (Mako) Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Sikap patriotik Sarwo Edhie dalam membela Tanah Air ternyata membekas dalam benak putra pertamanya Pramono Edhie Wibowo.
Pramono Edhie Wibowo kecil sangat bangga dan kagum pada figur ayahnya. Matanya tak mau terpejam bila melihat ayahnya memakai seragam tentara yang terlihat gagah dan berwibawa. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun mengikuti jejak ayahnya masuk dunia militer sebagai medan pengabdiannya.
Selepas lulus SMA pada 1974, pria kelahiran Magelang, 5 Mei ini memutuskan untuk masuk ke Akademi Militer (Akmil). Namun langkahnya terhenti lantaran Pramono Edhie Wibowo harus ikut ayahnya yang ditugaskan menjadi Dubes Berkuasa Penuh Korea Selatan.
Meski begitu, tekad dan semangat Pramono Edhie Wibowo untuk menjadi tentara tidak padam. Adik ipar mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini terus berlatih di bawah pengawasan langsung ayahnya. Kembali ke Jakarta, Pramono Edhie Wibowo mendaftar ke Akmil, Magelang.
”Pilihan saya Angkatan Darat karena orang tua saya berjuang dan mengabdi di Angkatan Darat. Saya selalu melihat ayah saya berdinas di Angkatan Darat. Saya banyak diberi petunjuk oleh orang tua saya sehingga saya banyak mengetahui dunia militer di Angkatan Darat,” kenang Pramono Edhie Wibowo.
Lulus dari Akmil pada 1980, Pramono Edhie Wibowo memilih bergabung di pasukan tempur yakni Kopassus yang saat itu bernama Kopassandha. ”Saya mengambil jalur yang berbeda. Saya ingin berbeda dengan kakak saya. Kakak-kakak saya mengambil baret hijau, saya mengambil baret merah,” kenang Edhie dalam buku biografinya berjudul “Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo: Jejak Langkah Seorang Prajurit Komando”.
Selama pengabdiannya di Baret Merah, Pramono Edhie Wibowo beberapa kali diterjunkan ke medan operasi. Di antaranya Operasi Seroja di Timor-Timor kini Timor Leste. Karena loyalitas dan dedikasinya di medan operasi, Pramono Edhie Wibowo seringkali ditugaskan dalam operasi.
Untuk mengenang jasa-jasanya, nama Sarwo Edhie Wibowo kini diabadikan menjadi salah satu nama gedung di Markas Komando (Mako) Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Sikap patriotik Sarwo Edhie dalam membela Tanah Air ternyata membekas dalam benak putra pertamanya Pramono Edhie Wibowo.
Pramono Edhie Wibowo kecil sangat bangga dan kagum pada figur ayahnya. Matanya tak mau terpejam bila melihat ayahnya memakai seragam tentara yang terlihat gagah dan berwibawa. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun mengikuti jejak ayahnya masuk dunia militer sebagai medan pengabdiannya.
Selepas lulus SMA pada 1974, pria kelahiran Magelang, 5 Mei ini memutuskan untuk masuk ke Akademi Militer (Akmil). Namun langkahnya terhenti lantaran Pramono Edhie Wibowo harus ikut ayahnya yang ditugaskan menjadi Dubes Berkuasa Penuh Korea Selatan.
Meski begitu, tekad dan semangat Pramono Edhie Wibowo untuk menjadi tentara tidak padam. Adik ipar mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini terus berlatih di bawah pengawasan langsung ayahnya. Kembali ke Jakarta, Pramono Edhie Wibowo mendaftar ke Akmil, Magelang.
”Pilihan saya Angkatan Darat karena orang tua saya berjuang dan mengabdi di Angkatan Darat. Saya selalu melihat ayah saya berdinas di Angkatan Darat. Saya banyak diberi petunjuk oleh orang tua saya sehingga saya banyak mengetahui dunia militer di Angkatan Darat,” kenang Pramono Edhie Wibowo.
Lulus dari Akmil pada 1980, Pramono Edhie Wibowo memilih bergabung di pasukan tempur yakni Kopassus yang saat itu bernama Kopassandha. ”Saya mengambil jalur yang berbeda. Saya ingin berbeda dengan kakak saya. Kakak-kakak saya mengambil baret hijau, saya mengambil baret merah,” kenang Edhie dalam buku biografinya berjudul “Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo: Jejak Langkah Seorang Prajurit Komando”.
Selama pengabdiannya di Baret Merah, Pramono Edhie Wibowo beberapa kali diterjunkan ke medan operasi. Di antaranya Operasi Seroja di Timor-Timor kini Timor Leste. Karena loyalitas dan dedikasinya di medan operasi, Pramono Edhie Wibowo seringkali ditugaskan dalam operasi.