Tunjukkan Kasih sebagai Self-Graceful melalui Komunikasi

Kamis, 14 April 2022 - 19:07 WIB
loading...
Tunjukkan Kasih sebagai Self-Graceful melalui Komunikasi
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie Dianingtyas Murtanti Putri. Foto/Dok.Universitas Bakrie
A A A
Dianingtyas Putri
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie

REMAJA sulit berbicara dan terbuka kepada keluarga (significant others), khususnya orang tua, adalah kendala yang seringkali dialami. Kendala dalam berkomunikasi sebagain faktor utama yang melatarbelakanginya. Alfred Adler merupakan seorang psikolog dan evolusi yang hasil pemikirannya mengenai teori psikologi kepribadian individual, di mana pemikirannyatersebut berbeda dengan Sigmand Freud. Adler mengemukakan bahwa berinteraksi antarmanusia akan menimbulkan konflik karena adanya perbedaan pandangan, sehingga untuk menyelesaikannya melalui komunikasi. Namun, implementasi komunikasi yang dilakukan adalah dimulai dari diri sendiri dengan mengatur mindset dan mengelola ekspektasi.

Hal ini serupa seperti yang disampaikan oleh Julia T Wood (2014:66) bahwa komunikasi merupakan simbol yang bersifat verbal dan nonverbal, lalu sebagai langkah pertama dalam memahami kekuatan bahasa (verbal) memiliki tiga karakteristik yakni arbitrariness, ambiguity, dan abstraction. Dengan kata lain, ketika berkomunikasi, bahasa (language) memegang peranan penting yang sama pentingnya juga dengan komunikasi nonverbal. Namun terkait dalam aktivitas komunikasi tentunya akan selalu adanya perbedaan pendapat yang berujung konflik karena komunikasi memiliki tiga karakteristik tersebut.

Adanya jarak usia antara remaja dengan orang tua tentu dapat menimbulkan problematika tersendiri, yang berakhir dengan superior dari orang tua terhadap anak remajanya. Akibat dari perilaku yang dilakukan ini, membuat remaja menjadi enggan untuk membuka diri (selfdisclosure) pada keluarganya. Sehingga, mereka akan mencari wadah sebagai salurannya untuk
mengurangi sumbatan yang dirasakan.

Adler menambahkan, permasalahan komunikasi interpersonal dapat memengaruhi hubungan interpersonal yang bisa diselesaikan dengan komunikasi, adalah tidak menginterupsi apa yang menjadi tugas kehidupannya yakni "pembagian tugas". Fenomena sosial yang sering kali terjadi orang tua melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal sebagai pendekatan efektif. Menerapkan I-attitude dan You-language membuat pesan yang ingin disampaikan sebagai tujuan yang baik menjadi sulit tercipta. Kemudian, memengaruhi juga kemandirian yang terbentuk pada diri mereka sebab apa yang menjadi tugas kehidupannya selalu terlibat, membuat para remaja sulit untuk menjadi problem solving terhadap berbagai masalah yang dihadapi.

Dale G. Leathers (Rahmat, 2019:110) menyatakan pengalaman memengaruhi persepsi manusia dalam memberikan arti. Apabila, pengalaman yang dimiliki terbatas, maka pengetahuannya pun terbatas, sehingga saat menyelesaikan permasalahan membutuhkan bantuan dengan cara melibatkan pihak lain sebagai penyelesaian masalah. Manusia tentu membutuhkan pengetahuan sebagai pembekalan dirinya, oleh karenanya tujuan pendidikan adalah kemandirian. Pendidikan yang diperoleh dari keluarga, sekolah memiliki satu tujuan yakni bagaimana membentuk kepribadian diri individu dengan mandiri. Dalam arti, orangtua bukan melepaskan anak-anak mereka tanpa diberikan pembekalan, namun mindset pendidikan bukanlah mengintervensi dengan bersikap superior dan anak menjadi inferior, melainkan orang tua mendampingi untuk meraih kemandirian mereka.

Adler menyebutnya sebagai pengetahuan manusia, di mana manusia berinteraksi dengan manusia lainnya secara langsung, maka sesungguhnya proses pengetahuan manusia sedang berlangsung berlaku dalam berbagai hubungan yang dijalani manusia. Kembali lagi, Adler menyebutnya sebagai dua sasaran perilaku yakni menjadi mandiri, dan hidup harmonis dengan masyarakat. Dalam proses pembentukan diri manusia mengalami perkembangan konsep dengan bertambahnya usia, pengalaman yang dialami, maka akan memengaruhi bagaimana pemahaman konsep terhadap dirinya bertambah ketika berinteraksi dengan inner circlenya hingga ketika menjalani suatu aturan dan norma yang berlaku di masyarakat.

Bagaimana sejatinya orang tua berperilaku? Penting melakukan rasa hormat pada diri seseorang tanpa memandang siapa komunikannya, dalam hal ini adalah remaja. Psikolog Sosial Erich Fromm menyebutkan menghormati berarti peduli bahwa orang lain bertumbuh dan berkembang sebagaimana adanya dirinya. Arti rasa hormat di sini berarti melihat seseorang apa adanya,diharapkan orang tua menghormati anak-anaknya lebih dulu. Sebab, tanpa adanya rasa hormat hubungan interpersonal sulit terwujud dengan baik.

Selain itu, pada usia remaja yang merupakan usia pembentukan diri dengan mencari jati dirinya. Karakteristik usia remaja tersebut, tentu akan membuat para orang tua mudah terpancing akan rasa amarah terhadap sikap dan perilaku yang disajikan oleh anak remaja. Menunjukkan kasih sebagai respons dari orang tua terhadap anak remajanya, akan membentuk keanggunan diri (self-graceful) ketika anak remajanya berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. Mengimplementasikan rasa hormat menandakan kemampuan melihat seseorang sebagaimana adanya dirinya, dengan arti menerima bahwa manusia unik sebagai individu.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1118 seconds (0.1#10.140)