Tuberkulosis dan Kebiasaan Merokok

Jum'at, 08 April 2022 - 14:07 WIB
loading...
Tuberkulosis dan Kebiasaan...
Tjandra Yoga Aditama (Foto: Ist)
A A A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

TUBERKULOSIS adalah masalah kesehatan utama akibat infeksi di dunia dan penyebab kematian yang penting pula. Setiap hari di dunia ada lebih dari 4.100 yang meninggal karena TB, dan hampir dari 28.000 orang yang jatuh sakit tuberkulosis. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa ada 1,5 juta orang yang meninggal karena TB di di dunia sepanjang 2020, dan juga ada 9,9 juta orang yang jatuh sakit TB dalam setahun.

Dua per tiga kasus tuberkulosis di dunia terjadi di delapan negara, di mana Indonesia menduduki urutan ke tiga, yaitu berturut-turut India (26%), China (8,5%), Indonesia (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,8%), Nigeria (4,6%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,3%). Pada 2020 diperkirakan ada 93.000 jiwa meninggal akibat tuberkulosis di negara kita, dan 824.000 orang jatuh sakit TB.

Untuk negara kita maka Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan tuberkulosis. Dalam Bab II pasal 4 Peraturan Presiden ini secara jelas disebutkan dua target eliminasi tuberkulosis Indonesia pada 2030, yaitu pertama adalah penurunan angka kejadian (incidence rate) tuberkulosis menjadi 65/100.000 penduduk, dan yang kedua penurunan angka kematian akibat TB menjadi 6 per 100.000 penduduk.

Di sisi lain, di negara kita dilaporkan ada lebih dari 61,4 juta perokok, dengan prevalensi merokok sebesar 67,4% di antara pria dewasa. Kita tahu bahwa asap rokok mengandung ribuan bahan kimia dan berhubungan dengan berbagai penyakit di tubuh manusia, salah satunya terhadap tuberkulosis.

Dampak Rokok pada TB
Menurut WHO perokok berdampak buruk bagi tuberkulosis. Kebiasaan merokok meningkatkan kemungkinan terinfeksi TB, dapat memperparah gambaran klinis, memengaruhi masa pengobatan serta meningkatkan kemungkinan kekambuhan pula. Dilaporkan bahwa masalah TB dunia dapat menurun hingga 20% jika merokok dikendalikan dengan baik. WHO menyampaikan bahwa setidaknya ada lima faktor risiko paling penting untuk tuberkulosis, yaitu kurang gizi, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol, infeksi HIV dan penyakit diabetes.

Data di atas menunjukkan bahwa tuberkulosis dan juga kebiasaan merokok adalah masalah kesehatan penting di negara kita. Menurut The Global TB Report 2021 di dunia sekitar 0,73 juta kasus TB terkait dengan kebiasaan merokok. Di Indonesia, merokok merupakan faktor risiko TB yang utama setelah kekurangan gizi berdasarkan Global TB Report 2020. Data di Indonesia pada 2018 menunjukkan ada 152.000 pasien TB berisiko merokok.

Publikasi ilmiah berjudul “Effect of smoking on tuberculosis treatment outcomes: A systematic review and meta-analysis” pada Plos One September 2020 menganalisa mendalam 22 penelitian dalam bentuk sintesis kualitatif.

Hasil meta analisa ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok secara bermakna meningkatkan perburukan hasil pengobatan TB sebesar 51%. Perburukannya lebih nyata lagi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi.

Jurnal Kedokteran Internasional Thorax pada Januari 2022 memublikasi artikel berjudul “Effect of quitting smoking on health outcomes during treatment for tuberculosis: secondary analysis of the TB & Tobacco Trial”. Penelitian ini dilakukan pada 2.472 pasien tuberkulosis dan melihat dampak berhenti merokok pada beberapa indikator klinik tuberkulosis yaitu hasil konversi pemeriksaan dahak, gambaran foro ronsen dada, kualitas hidup dalam bentuk “quality of life - EQ-5D-5L”, kesembuhan penyakit, penyelesaian pengobatan dan angka kekambuhan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang berhenti merokok ternyata jauh lebih baik dampaknya bagi kesembuhan tuberkulosisnya dibandingkan mereka yang tidak berhenti merokok, angkanya 91% dibanding 80%, dan juga angka kekambuhan lebih rendah yaitu 6% dibanding 15%, angka konversi dahak pada minggu ke sembilan juga lebih baik yaitu 91% berbanding 87% serta berbagai perbedaan dampak indikator lainnya. Jadi jelaslah bahwa pasien TB yang juga merokok harus menghentikan kebiasaan merokoknya.

Bentuk Investasi
Pada 24 Maret 2022 kita memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia, yang di tingkat global temanya adalah “Invest To End TB. Save Lives”, yang secara umum dapat diartikan sebagai investasi yang diberikan dalam penanggulangan tuberkulosis akan menyelamatkan nyawa manusia di dunia. Untuk Indonesia maka tema yang dipilih adalah adalah “Investasi untuk Eliminasi Tuberkulosis, Selamatkan Bangsa”. Investasi yang dimaksud di sini tentu amat luas artinya, baik investasi pemerintah, sektor swasta, donor , serta juga investasi dalam bentuk upaya, tenaga, jiwa, cinta dan kasih sayang untuk upaya penanggulangan TB.

Dalam hal ini investasi dalam pengendalian tembakau tentu akan berperan besar dalam upaya kita bersama utuk eliminasi tuberkulosis di negara kita. Investasi dalam kebijakan dan program pengendalian tembakau ini dapat mencakup dukungan upaya berhenti merokok bagi semua orang dengan TB, menciptakan kawasan tanpa asap rokok, dan rumah bebas asap rokok dan memasukkan terapi pengganti nikotin (NRT) bersama dengan konsultasi singkat dalam layanan penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan primer kita.

Tentu upaya lain program pengendalian merokok juga perlu terus digalakkan, seperti peningkatan cukai rokok dan pencantuman peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar pada kemasan rokok, pengendalian iklan, promosi dan sponsor tembakau serta memotivasi perokok untuk berhenti merokok.

Baik juga kita amati bahwa beberapa hari sesudah Hari Tuberkulosis Dunia 24 Maret, yakni pada awal April 2022 ini umat muslim di dunia menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan. Tentu ada berbagai anjuran kesehatan yang perlu dilakukan selama kita menjalankan ibadah puasa ini. WHO “Eastern Mediterranean Regional Office (EMRO)” antara lain memberi empat anjuran penting dalam bulan puasa ini, yaitu makan gizi yang seimbang, minum air yang cukup, jangan merokok dan jangan vaping, serta puasa adalah saat baik untuk merawat dan memelihara diri sendiri dan juga memberi perhatian yang baik pada orang lain, “take care of yourself, and take care of others”.

Semua sepakat bahwa kebiasaan merokok berakibat buruk bagi kesehatan. Bagi kaum muslim yang berpuasa maka tentu tidak merokok sejak subuh sampai magrib. Akan baik sekali kalau teman-teman perokok yang berpuasa dapat melanjutkan untuk tetap tidak merokok di malam hari bulan puasa ini, dan menggunakan momentum bulan Ramadan tahun ini untuk berhenti merokok sepenuhnya, demi kesehatan kita sendiri dan juga orang di sekitar kita.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0869 seconds (0.1#10.140)