Stunting Harus Diatasi secara Konsisten untuk Mewujudkan Indonesia Emas
loading...
A
A
A
"Sasaran intervensi gizi saat ini tercatat 12 juta remaja putri dan 4,8 juta ibu hamil," katanya.
Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan upaya mengatasi stunting merupakan hal yang penting, karena kekurangan gizi dapat menekan PDB sebesar 3% per tahun. Felly memaparkan keberhasilan Peru yang mampu menekan angka stunting sebesar 14% dalam 8 tahun. Menurutnya, upaya yang serius dari semua pihak harus dilakukan dan perlu program yang spesifik terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.
"Sangat diperlukan program spesifik yang punya daya angkat, sehingga harus ada konvergensi antarsektor untuk mewujudkan Indonesia dengan pravelensi stunting yang lebih baik," ujarnya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menegaskan kualitas SDM harus menjadi perhatian bersama, karena hari ini perbaikan kualitas keluarga memerlukan kualitas SDM anggota keluarga yang baik. Menurut Hasto, kalau kualitas SDM tidak dipersiapkan dengan baik, Indonesia akan kehilangan peluang mendapat bonus demografi.
"Pembangunan SDM harus jadi super prioritas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab waktunya terbatas untuk mewujudkan pravelensi stunting yang lebih baik harus memperkuat konvergensi sejumlah sektor," katanya.
Pakar Ilmu gizi yang juga Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal berpendapat upaya untuk mencegah stunting memerlukan asupan gizi yang cukup dalam waktu lama, perilaku pengasuhan yang baik, dan ketersediaan pangan yang memadai di tingkat rumah tangga. Fasli menilai kondisi saat ini 22% bayi mengalami stunting sejak lahir, bisa dipangkas lewat intervensi gizi di tingkat remaja putri dan ibu hamil.
"Dengan langkah itu, ada peluang penurunan angka stunting 10%-12% bila dilakukan intervensi di fase sebelum kelahiran ini," katanya.
Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi stunting, maka semua pihak harus terlibat dalam upaya perbaikan ke arah yang lebih baik. Menurut Amelia, perlu sinergi antarlembaga yang lebih baik dan pemutakhiran data agar upaya menekan angka stunting tepat sasaran.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020, Dyah Puspitarini menilai masalah stunting di Indonesia erat dengan budaya yang ada di Tanah Air. Pendekatan dari sisi intervensi budaya, menurut Diah, juga sangat diperlukan.
Wartawan senior, Saur Hutabarat menilai solusi program untuk mengatasi stunting sudah sangat jelas. Yang belum jelas, menurut Saur, adalah intervensi skala mikro di tingkat desa karena belum ada gambaran terkait desa dengan jumlah penderita stunting. Selain itu, perlu imbauan atau larangan iklan susu untuk bayi 0-6 bulan agar memaksimalkan pemberian ASI eksklusif.
Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan upaya mengatasi stunting merupakan hal yang penting, karena kekurangan gizi dapat menekan PDB sebesar 3% per tahun. Felly memaparkan keberhasilan Peru yang mampu menekan angka stunting sebesar 14% dalam 8 tahun. Menurutnya, upaya yang serius dari semua pihak harus dilakukan dan perlu program yang spesifik terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.
"Sangat diperlukan program spesifik yang punya daya angkat, sehingga harus ada konvergensi antarsektor untuk mewujudkan Indonesia dengan pravelensi stunting yang lebih baik," ujarnya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menegaskan kualitas SDM harus menjadi perhatian bersama, karena hari ini perbaikan kualitas keluarga memerlukan kualitas SDM anggota keluarga yang baik. Menurut Hasto, kalau kualitas SDM tidak dipersiapkan dengan baik, Indonesia akan kehilangan peluang mendapat bonus demografi.
"Pembangunan SDM harus jadi super prioritas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab waktunya terbatas untuk mewujudkan pravelensi stunting yang lebih baik harus memperkuat konvergensi sejumlah sektor," katanya.
Pakar Ilmu gizi yang juga Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal berpendapat upaya untuk mencegah stunting memerlukan asupan gizi yang cukup dalam waktu lama, perilaku pengasuhan yang baik, dan ketersediaan pangan yang memadai di tingkat rumah tangga. Fasli menilai kondisi saat ini 22% bayi mengalami stunting sejak lahir, bisa dipangkas lewat intervensi gizi di tingkat remaja putri dan ibu hamil.
"Dengan langkah itu, ada peluang penurunan angka stunting 10%-12% bila dilakukan intervensi di fase sebelum kelahiran ini," katanya.
Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi stunting, maka semua pihak harus terlibat dalam upaya perbaikan ke arah yang lebih baik. Menurut Amelia, perlu sinergi antarlembaga yang lebih baik dan pemutakhiran data agar upaya menekan angka stunting tepat sasaran.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020, Dyah Puspitarini menilai masalah stunting di Indonesia erat dengan budaya yang ada di Tanah Air. Pendekatan dari sisi intervensi budaya, menurut Diah, juga sangat diperlukan.
Wartawan senior, Saur Hutabarat menilai solusi program untuk mengatasi stunting sudah sangat jelas. Yang belum jelas, menurut Saur, adalah intervensi skala mikro di tingkat desa karena belum ada gambaran terkait desa dengan jumlah penderita stunting. Selain itu, perlu imbauan atau larangan iklan susu untuk bayi 0-6 bulan agar memaksimalkan pemberian ASI eksklusif.