Stunting Harus Diatasi secara Konsisten untuk Mewujudkan Indonesia Emas

Rabu, 06 April 2022 - 20:42 WIB
loading...
Stunting Harus Diatasi...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan upaya penuntasan masalah gizi dan stunting harus konsisten dan terukur. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan upaya penuntasan masalah gizi dan stunting harus konsisten dan terukur. Selain itu, diperlukan gerakan bersama untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Kita merencanakan untuk mencetak generasi cerdas untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, tetapi persoalan mendasar soal terpenuhinya kecukupan gizi anak bangsa belum bisa teratasi. Harus ada upaya yang konsisten dan terukur untuk atasi kecukupan gizi bagi generasi penerus bangsa," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mengantisipasi Generasi yang Hilang Akibat Stunting yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/4/2022).

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat, data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan saat ini Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4%. Artinya, satu dari empat anak di tanah air stunting dan angka tersebut masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%.



Pada kondisi ini, pemerintah harus mempersiapkan generasi muda agar mampu mengelola bangsa ini dengan baik di masa datang. Karena itu, menurut Rerie, target pengentasan stunting jangan hanya menetapkan angka-angka tetapi harus direalisasikan dalam berbagai langkah untuk mewujudkan target tersebut.

Masalah stunting, bukan soal kesehatan semata, tapi lebih dari itu bisa mempengaruhi ketahanan bangsa. "Bagaimana generasi penerus yang kekurangan gizi bisa mempertahankan kedaulatan negeri ini?" ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.

Keterlibatan semua pihak, sangat diperlukan agar segera mengatasi masalah stunting di Tanah Air. Apalagi, Konstitusi telah menetapkan tujuan negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Erna Mulati mengungkapkan Indonesia mengalami double burden terkait kekurangan gizi baik secara mikro maupun makro nutrisi. Erna menilai ancaman stunting akan semakin besar pascabalita mendapat makanan tambahan.

Baca juga: BKKBN: Faktor Lingkungsn Penyebab Tingginya Stunting di 5 Daerah Ini

Untuk mengatasi kondisi itu, menurut Erna, Kementerian Kesehatan telah berupaya melakukan intervensi gizi sebelum kelahiran dan setelah bayi lahir. Intervensi sebelum kelahiran, ujar Erna, ditujukan bagi para remaja putri dan Ibu hamil antara lain lewat pemberian tablet tambah darah dan tambahan asupan gizi. Sedangkan intervensi gizi setelah kelahiran, lewat pemberian ASI eksklusif dan makanan pelengkap ASI.

"Sasaran intervensi gizi saat ini tercatat 12 juta remaja putri dan 4,8 juta ibu hamil," katanya.

Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan upaya mengatasi stunting merupakan hal yang penting, karena kekurangan gizi dapat menekan PDB sebesar 3% per tahun. Felly memaparkan keberhasilan Peru yang mampu menekan angka stunting sebesar 14% dalam 8 tahun. Menurutnya, upaya yang serius dari semua pihak harus dilakukan dan perlu program yang spesifik terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.

"Sangat diperlukan program spesifik yang punya daya angkat, sehingga harus ada konvergensi antarsektor untuk mewujudkan Indonesia dengan pravelensi stunting yang lebih baik," ujarnya.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menegaskan kualitas SDM harus menjadi perhatian bersama, karena hari ini perbaikan kualitas keluarga memerlukan kualitas SDM anggota keluarga yang baik. Menurut Hasto, kalau kualitas SDM tidak dipersiapkan dengan baik, Indonesia akan kehilangan peluang mendapat bonus demografi.

"Pembangunan SDM harus jadi super prioritas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab waktunya terbatas untuk mewujudkan pravelensi stunting yang lebih baik harus memperkuat konvergensi sejumlah sektor," katanya.

Pakar Ilmu gizi yang juga Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal berpendapat upaya untuk mencegah stunting memerlukan asupan gizi yang cukup dalam waktu lama, perilaku pengasuhan yang baik, dan ketersediaan pangan yang memadai di tingkat rumah tangga. Fasli menilai kondisi saat ini 22% bayi mengalami stunting sejak lahir, bisa dipangkas lewat intervensi gizi di tingkat remaja putri dan ibu hamil.

"Dengan langkah itu, ada peluang penurunan angka stunting 10%-12% bila dilakukan intervensi di fase sebelum kelahiran ini," katanya.

Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi stunting, maka semua pihak harus terlibat dalam upaya perbaikan ke arah yang lebih baik. Menurut Amelia, perlu sinergi antarlembaga yang lebih baik dan pemutakhiran data agar upaya menekan angka stunting tepat sasaran.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020, Dyah Puspitarini menilai masalah stunting di Indonesia erat dengan budaya yang ada di Tanah Air. Pendekatan dari sisi intervensi budaya, menurut Diah, juga sangat diperlukan.

Wartawan senior, Saur Hutabarat menilai solusi program untuk mengatasi stunting sudah sangat jelas. Yang belum jelas, menurut Saur, adalah intervensi skala mikro di tingkat desa karena belum ada gambaran terkait desa dengan jumlah penderita stunting. Selain itu, perlu imbauan atau larangan iklan susu untuk bayi 0-6 bulan agar memaksimalkan pemberian ASI eksklusif.

"Upaya lain yang harus dilakukan adalah mencegah pernikahan dini, karena ketidaksiapan ibu untuk melahirkan merupakan salah satu penyebab bayi lahir dengan stunting," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1394 seconds (0.1#10.140)