Chatib Basri Nilai BLT Jokowi Tepat Sasaran dan Hemat APBN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Chatib Basri mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakan pendistribusian Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat. Menurutnya langkah tersebut sudah tepat sasaran dan mampu menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Chatib mengatakan kebijakan pemberian BLT dan penghapusan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah ini sudah sangat tepat. Mengingat harga minyak sawit di pasar internasional yang melonjak begitu tinggi.
“Langkah pemerintah saya rasa itu sudah benar dengan membiarkan harganya (minyak goreng) mengikuti pasar kemudian memberikan BLT,” ujar Chatib pada diskusi Indonesia Macroeconomic Updates 2022 yang disiarkan langsung melalui YouTube
BKF Kemenkeu.
Chatib menilai pemberian BLT ini akan lebih tepat sasaran dibanding pemerintah memberikan subsidi untuk seluruh barang minyak goreng. Sebab, lanjut Chatib, subsidi membuka peluang masyarakat kalangan menengah ke atas pun akan menikmatinya.
Chatib mengatakan penerima BLT dibatasi hanya untuk kelompok masyarakat yang memang sangat membutuhkan bantuan. Hal tersebut tentu lebih tepat sasaran karena data penerimanya sudah ada.
“Beban dari BLT itu lebih kecil dibandingkan subsidi dari seluruh barang. Bayangkan kalau seluruh minyak gorengnya disubsidi, itu yang kaya juga menikmati. Tapi kalau dia targeted, punya dampak kalau saya enggak salah 20 juta rumah tangga saja yang dapat,” jelas Chatib.
Bahkan Chatib menyebut jika pemerintah menambah jumlah BLT dua kali lipat hingga 40 juta keluarga yang menerima, beban APBN yang ditanggung pemerintah pun tidak terlalu besar.
“Kalau dia 160 juta orang dibagi 40 juta rumah tangga, kalu Rp300.000 berarti kan Rp12 triliun sebulan. Kita bicara tiga bulan Rp36 triliun. Itu bayangkan lebih dari 60% penduduk Indonesia dikasih BLT,” ujar Chatib.
Presiden Jokowi sendiri akan membagikan BLT ini kepada 20,5 juga masyarakat miskin dan 2,5 juta untuk pedagang kaki lima. Bantuan tersebut akan mulai didistribusikan mulai April 2022 dan diberikan langsung untuk tiga bulan sebesar Rp300.000.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
Chatib mengatakan kebijakan pemberian BLT dan penghapusan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah ini sudah sangat tepat. Mengingat harga minyak sawit di pasar internasional yang melonjak begitu tinggi.
“Langkah pemerintah saya rasa itu sudah benar dengan membiarkan harganya (minyak goreng) mengikuti pasar kemudian memberikan BLT,” ujar Chatib pada diskusi Indonesia Macroeconomic Updates 2022 yang disiarkan langsung melalui YouTube
BKF Kemenkeu.
Chatib menilai pemberian BLT ini akan lebih tepat sasaran dibanding pemerintah memberikan subsidi untuk seluruh barang minyak goreng. Sebab, lanjut Chatib, subsidi membuka peluang masyarakat kalangan menengah ke atas pun akan menikmatinya.
Chatib mengatakan penerima BLT dibatasi hanya untuk kelompok masyarakat yang memang sangat membutuhkan bantuan. Hal tersebut tentu lebih tepat sasaran karena data penerimanya sudah ada.
“Beban dari BLT itu lebih kecil dibandingkan subsidi dari seluruh barang. Bayangkan kalau seluruh minyak gorengnya disubsidi, itu yang kaya juga menikmati. Tapi kalau dia targeted, punya dampak kalau saya enggak salah 20 juta rumah tangga saja yang dapat,” jelas Chatib.
Bahkan Chatib menyebut jika pemerintah menambah jumlah BLT dua kali lipat hingga 40 juta keluarga yang menerima, beban APBN yang ditanggung pemerintah pun tidak terlalu besar.
“Kalau dia 160 juta orang dibagi 40 juta rumah tangga, kalu Rp300.000 berarti kan Rp12 triliun sebulan. Kita bicara tiga bulan Rp36 triliun. Itu bayangkan lebih dari 60% penduduk Indonesia dikasih BLT,” ujar Chatib.
Presiden Jokowi sendiri akan membagikan BLT ini kepada 20,5 juga masyarakat miskin dan 2,5 juta untuk pedagang kaki lima. Bantuan tersebut akan mulai didistribusikan mulai April 2022 dan diberikan langsung untuk tiga bulan sebesar Rp300.000.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(cip)