Pemerintah Diminta Lindungi Angkutan Umum di Era New Normal

Rabu, 17 Juni 2020 - 21:01 WIB
loading...
Pemerintah Diminta Lindungi...
Moda angkutan darat menjadi yang paling krusial dalam pelaksanaan maupun pengawasan di era kenormalan baru. FOTO/DOk.SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Era kenormalan baru ( new normal ) sudah dimulai. Pemerintah meminta adaptasi kebiasaan baru ini bisa diterapkan semua sektor, tak terkecuali transportasi umum baik darat, laut, dan udara.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada kecenderungan meningkatnya pemakaian kendaraan pribadi di masa pandemi COVID-19 . Hal itu berpotensi mengancam keberlanjutan angkutan umum.

"Pemerintah harus intervensi. Selain intervensi pada penyelenggaraan angkutan umum, pemerintah juga harus secara cepat mengakomodasi pesepeda dengan langkah-langkah yang tepat guna," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (17/6/2020).( )

Menurutnya, moda angkutan darat menjadi yang paling krusial dalam pelaksanaan maupun pengawasan di era kenormalan baru. Kesulitan tersebut dipengaruhi oleh banyaknya jenis sarana angkutan darat seperti bus besar, bus medium, angkutan kota (angkot), taksi, kendaraan roda tiga, dan ojek.

Tak hanya itu, pengusahaan jasa angkutan umum jalan juga masih banyak yang dimiliki dan dioperasikan oleh perorangan alias bukan berbentuk badan usaha yang dikelola secara profesional. Praktik demikian sudah berlangsung bertahun-tahun di seluruh daerah, terutama di kawasan perkotaan.

Melihat masih banyak pengusahaan angkutan umum yang berstatus perorangan, sudah selayaknya pemerintah pusat bersama-sama pemerintah daerah melaksanakan restrukturisasi perizinan angkutan umum sekaligus dibarengi dengan penerapan konsep baru berupa pembelian layanan.

Selain itu, perlu juga menerapkan kebijakan lain seperti pembatasan mobilisasi kendaraan pribadi, menaikkan tarif parkir, melarang parkir tepi jalan (on street parking) di jalan-jalan utama, membangun jalur sepeda, menata fasilitas pejalan kaki.

"Kuncinya sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan masing-masing pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran, sistem manajemen yang diterapkan, serta ada atau tidaknya kebijakan lain yang mendukung penyelenggaraan angkutan umum tersebut," kata dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

Terkait itu, peneliti senior Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Felix Iryantomo menilai konsekuensi dari konsep tersebut memang mengharuskan adanya alokasi anggaran untuk membeli layanan jasa angkutan. Namun, menurutnya, dana yang dibutuhkan tidak harus bersumber dari anggaran pemerintah. Bisa saja dengan melibatkan pihak lain seperti perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kemampuan untuk menyisihkan sebagian dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) pada bidang layanan angkutan umum.

"Selain dari sumber tersebut, anggaran dapat diperoleh juga misalnya dengan penggunaan dana hasil pengelolaan perparkiran, dan sebagainya yang tentunya harus bersifat akuntabel," ujar Felix.

Ia menjelaskan, sejak 2020, sudah dianggarkan program pembelian layanan untuk lima kota. Sebanyak 8 koridor di Medan, Palembang 8 koridor, Yogyakarta 3 koridor, Solo 6 koridor, dan Denpasar 6 koridor. Setiap kota rata-rata mendapat mendapat bantuan operasional sekitar Rp50 miliar pada tahun ini.

"Secara sosial, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, para operator yang sudah ada dilibatkan. Pasti ada perubahan manajemen. Dari semula sistem setoran beralih mendapatkan gaji bulanan. Target penumpang tidak perlu ada lagi, yang harus dipatuhi adalah taat pelayanan sesuai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar operasional prosedur (SOP)," katanya.

Penyediaan halte, park and ride, angkutan feeder (penyambung) dapat disediakan oleh pemda. Mereka dapat bekerja sama dengan swasta untuk pengadaan halte. Termasuk, menerapkan sistem pembayaran tap cash setiap naik bus dan menambah instrumen kamera yang dapat memantau suhu tubuh setiap pintu masuk bus.

Menurut dia, sarana transportasi umum itu harus juga higienis, yakni sehat dan bersih. Bertransportasi umum yang higienis adalah pilihan tepat bermobilitas di masa pandemi COVID-19.

"Proses adaptasi menggunakan transportasi umum ini harus menjadi perhatian regulator dan operator supaya timbul kepercayaan pada masyarakat bahwa sarana transportasi umum yang digunakan tidak hanya aman, nyaman dan selamat," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1252 seconds (0.1#10.140)