Kriteria Ideal dan Tantangan Panglima TNI Mendatang

Selasa, 16 Juni 2020 - 23:05 WIB
loading...
Kriteria Ideal dan Tantangan Panglima TNI Mendatang
TNI menjadi kekuatan utama dalam menjaga keamanan dari berbagai potensi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti terorisme dan gejolak separatisme. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada 2021 mendatang. Isu ini pun belakangan mulai ramai diperbincangkan mengenai calon pengganti Hadi Tjahjanto.

Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi kekuatan utama dalam menjaga keamanan dari berbagai potensi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti terorisme dan gejolak separatisme.

Menurut dia, sejarah sudah mencatat semua prestasi TNI dalam mempertahankan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

“Sejarah mengajarkan kita bahwa demokrasi sipil yang semakin kuat saat ini juga tumbuh dan berkembang karena TNI kita makin profesional dan menjunjung tinggi demokrasi,” tuturnya Selasa (16/6/2020).( )

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini menuturkan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh Panglima TNI ke depan. Pertama, sosok tersebut harus sejalan dengan cita-cita politik Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Saya tidak bilang lagi soal loyal pada Pancasila dan UUD 1945 karena TNI sudah ahlinya urusan itu. Mereka yang paling loyal kalau urusan ideologi negara dan konstitusi. Periode pemerintahan Pak Jokowi adalah momentum untuk pembaharuan di segala dimensi. Maka, perlu dukungan institusi militer untuk menjamin keamanan dalam segala aspek,” tuturnya.

Kedua, panglima TNI baru mesti sosok yang dapat diterima di internal institusi militer dan dapat membangun solidaritas antar angkatan di dalam tubuh TNI.

Ketiga, Panglima TNI yang baru harus memiliki pemahaman komprehensif dan kemampuan bertindak cepat dalam memerangi bentuk-bentuk ancaman yang mengganggu keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

”Perang zaman sekarang sudah berpindah dari medan tempur fisik ke ruang yang tak kelihatan. Polanya asimetris dan selalu acak. Musuh kita tak kelihatan tetapi terasa dan mereka ada. Maka, TNI sebagai garda terdepan pengamanan negara harus dipimpin oleh panglima yang memiliki pemahaman tentang semua itu,” katanya.

Keempat, Panglima TNI yang baru harus memiliki kemampuan inovasi yang memadai dalam konteks melanjutkan upaya profesionalisasi militer yang sudah sukses berjalan setelah 1998. Militer Indonesia sudah canggih dalam ilmu perang, dan kita yakin justru akan semakin canggih dalam semua cabang ilmu pengetahuan.
“Untuk itu, perlu ada kepemimpinan yang beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,” paparnya.

Boni mengatakan, tidak bisa dipungkiri keadaan bahwa ada kelompok sipil yang muncul dengan mengatasnamakan apa pun untuk memperjuangkan cita-cita politik yang sempit. Ada yang memakai simbol etnik untuk memerdekakan diri dari NRKI. Misalnya, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Republik Maluku Selatan (RMS) benar-benar nyata dan masih bergerak.

“Tokoh-tokoh mereka terus bergerak di luar negeri mempengaruhi opini dunia untuk mendapatkan dukungan internasional,” katanya.

Menurut dia, Pemerintahan Presiden Jokowi sejak awal mulai dengan komitmen kemanusiaan yang kuat untuk berpihak pada kelompok yang miskin dan “terlupakan” dalam proses pembangunan sejak Indonesia merdeka.

“Itu sebabnya Papua menjadi begitu diistimewakan oleh Presiden Jokowi sejak awal. Demikian juga Aceh dan daerah terluar lainnya di tapal batas yang menghubungkan kita dengan dunia luar,” tuturnya.

Dia menjelaskan, fokus utama negara adalah bagaimana menciptakan kesejahteraan bagi setiap warganya. Tapi apa yang terjadi saat ini, politisasi makin liar. Gejolak isu rasisme Papua saat ini tidak sepenuhnya persoalan kemanusiaan, meskipun diakui aspek kemanusiaan di balik isu itu cukup menonjol.

“Tetapi, harus juga kita jujur bahwa ada unsur politik dalam gerakan itu. Ada kelompok politik dari Pulau Jawa yang ikut-ikutan memainkan isu ini untuk kepentingan pilpres 2024. Mereka tidak sepenuhnya peduli Papua, mereka hanya ingin merusak negara dan mencoreng citra pemerintahan Presiden Jokowi,” tuturnya.

Dalam situasi macam ini, koordinasi TNI dengan Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi kekuatan sentral yang menjamin pengendalian situasi bisa berlangsung efektif dan tetap dalam koridor demokrasi.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)