Bahaya! BMKG Prediksi Kenaikan Suhu di Indonesia Capai 4 Derajat Celcius

Senin, 21 Maret 2022 - 16:23 WIB
loading...
Bahaya! BMKG Prediksi...
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta pemerintah melakukan mitigasi terkait pemanasan global dan gas rumah kaca. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta pemerintah melakukan mitigasi terkait pemanasan global dan gas rumah kaca. Sebab, kenaikan suhu di Indonesia diprediksi mencapai 4 derajat celcius pada 2100.

Gas rumah kaca tersebut pada umumnya disebabkan gas CO2 (karbon dioksida) dari kendaraan bermotor dan industri. Bila terus dibiarkan maka kenaikan suhu di seluruh pulau utama di Indonesia mencapai 4 derajat celcius pada 2100.

"Yang paling mencemaskan dari analisis BMKG, terjadi kenaikan suhu hingga 2100 di seluruh provinsi pulau utama di Indonesia apabila tidak dilakukan mitigasi iklim," ujar Dwikorita Karnawati saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Gedung Parlemen Senayan Jakarta pada Senin (21/3/2022).



Dwikorita menyebutkan dibandingkan zaman pra industri pada 1850, ada peningkatan suhu udara 4 derajat celcius saat ini. Artinya ada peningkatan empat kali lipat sudah terjadi saat ini. "Hal ini menyebabkan cuaca ekstrem semakin sering, intensitas meningkat, dan durasi semakin panjang. Apalagi kalau suhu tersebut meningkat empat kali lipat di tahun 2100," jelas Dwikorita.

Dwikorita memberi contoh Puncak Jaya Wijaya yang pada 2020 memiliki ketebalan es 31,49 meter, maka pada 2025 diprediksi es sudah punah tidak ada lagi di puncak Jaya Wijaya. Saat ini kondisi es di Gunung Jaya Wijaya hanya tinggal 1% dari puncak area Jaya Wijaya yang memiliki luas 200 kilometer persegi atau saat ini lapisan es hanya ada di sekitar 2 kilometer persegi.



Proyeksi iklim di 2030 berdasarkan basis 2006-2016, pada 2030 suhu udara akan meningkat 0,5 derajat celcius dalam kurun waktu 10 tahun dan curah hujan lebih kering 20%. Hal ini dijelaskan Dwikorita disebabkan potensi bencana hidrometeorologi semakin meningkat.

"Periode El Nino (musim kering panjang) dan La Nina (musim hujan basah yang ekstrim) periode sebelum 1980 itu 5-7 tahun sekali. Namun karena perubahan iklim pada 1981 memendek jadi 2-3 tahun, dan dua tahun terakhir terjadi setiap tahun," katanya.

Cuaca ekstrem seperti badai tropis Cempaka dan Seroja seharusnya tidak menembus wilayah khatulistiwa seperti yang sekrang terjadi di Indonesia. "Misalnya dua badai tropis tersebut yang biasanya hanya masuk ekornya saja, sekarang seluruhnya kepala hingga ekor masuk ke wilayah pulau. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu udara, terakhir badai tersebut seluruh bagian badai masuk ke daratan NTT," ungkapnya.

Dwikorita menambahkan, bencana hidrometeorologi di Indonesia meningkat, menjadi bencana terbesar dengan prosentase 95%. "Total bencana di 2021 ada 5.402 kasus bencana sebagai dampak perubahan iklim global," ucapnya.

(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3101 seconds (0.1#10.140)