Aliansi Kebangsaan Ingatkan Daya Beli Nasional Harus Dikelola dengan Baik

Kamis, 10 Maret 2022 - 21:21 WIB
loading...
Aliansi Kebangsaan Ingatkan Daya Beli Nasional Harus Dikelola dengan Baik
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengingatkan bahwa daya beli nasional harus dikeloka dengan baik oleh negara. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengingatkan bahwa daya beli nasional (domestic purchasing power) harus dikeloka dengan baik oleh negara. Sebab, daya beli masyarakat dan pemerintah menjadi salah satu instrumen memperjuangkan kepentingan nasional.

Menurut Pontjo, penggunaan kekuatan daya beli nasional telah dilakukan oleh hampir semua negara di dunia. Sebut saja Amerika Serikat. Selama periode pemerintahan Presiden Donald Trump (2017-2021), Amerika menerapkan kebijakan America First dengan aturan turunannya buy American and hire American.

"Kebijakan Trump ini dibuat untuk melindungi kepentingan nasionalnya terutama kepentingan para pekerja dan keluarga Amerika untuk meningkatkan kesejahteraan," kata Pontjo dalam FGD bertema Daya Beli Nasional/Domestic Purchasing Power untuk Mengembangkan Knowledge Based Economy) yang digelar secara virtual, Rabu (9/3/2022).



Diskusi serial ini merupakan hasil kerja sama Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan surat kabar harian.

Indonesia sebenarnya telah mulai melakukan perlindungan terhadap daya beli nasional. Salah satu kebijakannya adalah menerapkan kebijakan substitusi impor 35% atau setara dengan Rp152 triliun di 2022 untuk mengurangi ketergantungan impor, sekaligus mendorong penguatan struktur industri dalam negeri. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai salah satu instrumen pengendalian impor untuk memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri tumbuh dan berkembang guna meningkatkan daya saing bertarung di persaingan 4 global.

Niat pemerintah melalui kebijakan ini untuk meningkatkan nilai tambah domestik pada industri ini, lanjut Pontjo, layak diapresiasi. Namun ia mengingatkan bahwa kebijakan substitusi impor yang mendapat proteksi dengan berbagai pengaturan (lisensi, pengenaan tariff maupun hambatan nontarif), tidak mustahil program ini akan menjadi incaran pemodal pemburu rente yang tentu akan merugikan kepentingan nasional kita.

Baca juga: Bahaya Resesi Makin Nyata, Ungkit Lagi Daya Beli

"Oleh karena itu, strategi pencapaian target substitusi impor tersebut perlu dirumuskan dengan sebaik-baiknya termasuk dalam pengalokasiaan sumber daya," katanya.

Dalam pengelolaan daya beli nasional, diakui Pontjo, Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan dan hambatan, baik menyangkut kultur, hambatan birokrasi, kebijakan, regulasi, dan lainnya. Persoalan paling besar adalah masih berlangsungnya praktik kartel atau mafia pemburu rente (rent seeking) dalam bidang perekonomian/perdagangan di berbagai sektor.

Dari pengalaman beberapa negara yang maju dalam pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan, kartel dan mafia seperti ini hanya bisa dilawan dengan penguasaan teknologi, sehingga ruang dan waktu geraknya dapat diperkecil. Pengembangan teknologi harus didorong dengan pengelolaan daya beli nasional secara bijak dan tepat.

Menurut Pontjo, daya beli nasional harus terus diperkuat dan diberi haluan atau diarahkan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan. Penggunaan daya beli nasional menjadi kunci bagaimana bangsa Indonesia mengatur rumah tangganya sendiri secara mandiri dan berdaulat untuk kepentingan nasional.

"Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi penguatan daya beli nasional yang berpihak kepada kepentingan nasional termasuk untuk mendorong pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Jangan sampai daya beli nasional justru membunuh produksi kita sendiri," katanya.

Perubahan kultur
Untuk membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang mandiri dan berdaya saing, kata Pontjo, harus didukung pula dengan perubahan kultur menyangkut pola pikir dan perilaku. "Dari sisi pelaku usaha, mentalitas kebanyakan pengusaha kita yang ingin serba instan, jalan pintas, dan cari gampangan perlu bertransformasi menjadi usahawan inovatif yang berkontribusi dalam mengembangkan inovasi teknologi nasional," tuturnya.

Sedangkan di sisi masyarakat, perlu ditumbuhkan kebanggaan dan kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri. Jepang bisa menjadi contoh bagaimana masyarakatnya sangat loyal dan bangga dengan barang-barang buatan negara mereka sendiri, sehingga nyaris anti dengan produk-produk impor. Dengan mental kultural seperti ini, manfaat daya beli nasional akan dinikmati terutama oleh bangsa sendiri dan bukan oleh bangsa atau negara lain.

Pontjo mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh lagi terlena dengan kekayaan sumberdaya alamnya. Untuk mencapai kemandirian (kedaulatan) dan kemakmuran bersama sudah seharusnya bangsa Indonesia mentransformasikan diri dari perekonomian berbasis ekstraktif, pertanian tradisional, dan manufaktur konvensional menuju ekonomi berbasis sains dan teknologi (Knowledge Based Economy). Untuk itu, mendesak bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan penguasaan teknlologinya yang memang saat ini masih ketinggalan.

"Negara-negara seperti Finlandia, China, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Singapura, dan lain-lainnya dengan kebijakan dan strategi ekonomi berbasis pengetahuan terbukti memiliki keunggulan dan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan. Keunggulannya tidak hanya pada tingkat daya saing global, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bagi penciptaan kesejahteraan," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1604 seconds (0.1#10.140)