Soal Penundaan Pemilu, Wakil Ketua MPR Ingatkan Jokowi Taat pada Sumpah dan Janjinya

Senin, 07 Maret 2022 - 18:59 WIB
loading...
Soal Penundaan Pemilu, Wakil Ketua MPR Ingatkan Jokowi Taat pada Sumpah dan Janjinya
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk benar-benar mewujudkan komitmennya pada konstitusi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk benar-benar mewujudkan komitmennya pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana dahulu diucapkan dalam sumpah jabatan saat pelantikan presiden.

Apalagi, pada 31 Januari 2022 pemerintah, penyelenggara pemilu, seluruh fraksi di DPR dan DPD telah bersepakat bahwa pemilu digelar pada 14 Februari 2024.

“Sehingga tidak ada opsi penundaan pemilu. Agar demokrasi masih bisa dipercaya oleh rakyat, agar semua spekulasi kontraproduktif ini dapat dihentikan, dan agar semua pihak mempersiapkan Pemilu 2024 dengan lebih baik, supaya tak terulangi lagi masalah-masalah pada Pemilu sebelumnya, sehingga hasil Pilpres juga lebih baik lagi,” kata HNW, Senin (7/3/2022).



Menurut HNW, Presiden Jokowi tentu mendapat laporan bahwa usulan penundaan pemilu tersebut selain menimbulkan kegaduhan dan kontroversi, juga mendapat penolakan besar dan meluas dari berbagai elemen bangsa. Sehingga tidak memungkinkan jika usulan itu ditindaklanjuti secara konstitusional ke MPR.

Apalagi, kata Hidayat, peta politiknya sangat jelas, partai yang mengusulkan penundaan pemilu tidak bertambah. Yang mendukung di antaranya PKB, Partai Golkar dan PAN, tapi beberapa pimpinan Golkar malah menolak usulan itu. Sementara pihak yang menolak seperti yakni PDIP, PKS, Nasdem, PD, PPP dan Gerindra tetap solid menolak, bahkan Ketua DPR, Ketua DPD dan para Pimpinan MPR ikut menegaskan menolak.



“Maka seandainya pimpinan 3 Partai pengusul itu solid memperjuangkan usulannya dan menyampaikan ke MPR untuk mengubah UUD, maka manuver mereka belum memenuhi syarat minimal yang diberlakukan oleh Konstitusi, yaitu diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 Anggota MPR (Pasal 37 ayat 1 UUD NRI 1945). Karena jumlah anggota MPR dari 3 partai itu seandainya solid pun, baru berjumlah 187 anggota. Padahal diperlukan minimal 1/3 anggota MPR yaitu 237 anggota MPR,” jelasnya.

Bahkan, lanjut HNW, hasil survei dari tiga lembaga yakni Indikator Politik, LSI dan SMRC, mayoritas publik yang puas terhadap kinerja Jokowi justru menolak pemilu atau pilpres diundur dengan alasan apapun. Mereka menginginkan agar pemilu tetap diselenggarakan 2024, sebagaimana aturan UUD dan kesepakatan KPU dengan Pemerintah dan DPR.

HNW menambahkan menurut hasil survei dari Indikator Politik, mayoritas warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga tidak setuju dengan usulan Pemilu 2024 ditunda. Ormas-Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan MUI juga menolak.



Bahkan, kata Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini, di kalangan pemuda, mahasiswa dan buruh juga terjadi penolakan terbuka sebagaimana disampaikan oleh GMNI, HMI, Pemuda Muhammadiyah, KAMMI dan KSPI. Jadi, lebih baik kalau Presiden Jokowi menegaskan demi demokrasi yang berkualitas, agar semua pihak legowo melaksanakan konstitusi serta peraturan perundangan dengan tidak lagi usulkan penundaan pemilu.

“Fokus untuk persiapkan pemilu dan pilpres 2024, agar sukses, dan tak ulangi masalah sebagaimana terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya,” tukasnya.

Oleh karena itu, Hidayat mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang dalam pernyataan terakhirnya malah menimbulkan kontroversi baru, karena dinilai tidak tegas menolak wacana usulan penundaan pilpres. Meskipun Jokowi menyampaikan komitmennya untuk taat kepada konstitusi, Presiden Jokowi menyebut bahwa wacana tersebut sebagai bagian dari demokrasi.

“Dahulu Presiden Jokowi menyebut bahwa yang usulkan perpanjangan masa jabatan Presiden menampar mukanya, mencari muka atau menjerumuskannya, tetapi kini malah menyebutnya sebagai demokrasi,” sesalnya.

Meskipun dukungan parpol untuk penundaan pemilu belum bertambah dan belum ada usulan resmi ke MPR untuk mengubah UUD 1945, menurut Hidayat, dalam rangka penyelamatan demokrasi di negara hukum seperti Indonesia dan mempertimbangkan fakta-fakta perkembangan politik di atas, akan lebih baik kalau Jokowi menyampaikan sikap yang disampaikan lebih tegas, agar semua pihak menaati Konstitusi dan perundangan yang berlaku. Apalagi mayoritas warga juga tidak setuju Pemilu diundurkan dengan dalih apapun.

“Ketegasan seperti ini diperlukan, agar pernyataan presiden yang ditunggu-tunggu itu bisa mengakhiri spekulasi dan kontroversi, serta tidak malah memunculkan interpretasi yang liar atau usulan baru yang menambah kontroversi seperti usulan mempercepat Pemilu dan memperpendek masa jabatan Presiden. Usulan-usulan yang juga tak sesuai dengan ketentuan UUD serta keputusan KPU, hal-hal yang tentu tidak diinginkan Presiden Jokowi,” pungkasnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1495 seconds (0.1#10.140)