Kerja Sama PBNU dan Korporasi Sawit Tuai Kritik Aktivis Lingkungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) dengan korporasi sawit menuai kritikan tajam dari aktivis sosial dan lingkungan. Kerja sama ini menunjukkan PBNU tidak peka terhadap penderitaan rakyat yang terjadi akhir-akhir ini.
Anggota Presidium Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan mengungkapkan, saat ini rakyat di berbagai pelosok negeri sedang kesulitan mendapatkan minyak goreng. Mereka rela mengantre, bahkan tak jarang berujung ricuh, hanya untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga yang wajar.
"Kerja sama PBNU dan korporasi sawit jelas-jelas tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Di berbagai pelosok sedang kesulitan minyak goreng. Ini Ironis karena Indonesia adalah negeri terbesar perkebunan sawit," kata Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/3/2022).
Yang paling mencolok adalah terkait isu lingkungan. Deforestasi jutaan hektare yang diakibatkan ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan, banjir, dan menyempitnya ruang hidup masyarakat adat. Perkebunan sawit memuncaki daftar rentetan kasus konflik agraria selama ini.
"Dari sisi isu pertanian berkelanjutan dan pertanian keluarga, tentu kritik atas ekpansi besar-besaran sistem pertanian monokultur telah merusak sistem ketersediaan pangan bagi warga masyarakat pedesaan kita jauh sejak era revolusi hijau orde baru. Pencetakan perkebunan sawit yang terus dilakukan hingga kini, jelas telah meminggirkan petani dan pertanian tradisional warga masyarakat kita," katanya.
Atas fakta tersebut, kata Ridwan, kerja sama PBNU dan korporasi sawit menimbulkan kekecewaan di kalangan nahdliyin dan para aktivis lingkungan serta aktivis sosial di seluruh pelosok negeri.
Baca juga: Halaqah NU Hasilkan Rumusan Peremajaan Sawit Rakyat dan Program Perhutanan Sosial
Anggota Presidium Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan mengungkapkan, saat ini rakyat di berbagai pelosok negeri sedang kesulitan mendapatkan minyak goreng. Mereka rela mengantre, bahkan tak jarang berujung ricuh, hanya untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga yang wajar.
"Kerja sama PBNU dan korporasi sawit jelas-jelas tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Di berbagai pelosok sedang kesulitan minyak goreng. Ini Ironis karena Indonesia adalah negeri terbesar perkebunan sawit," kata Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/3/2022).
Yang paling mencolok adalah terkait isu lingkungan. Deforestasi jutaan hektare yang diakibatkan ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan, banjir, dan menyempitnya ruang hidup masyarakat adat. Perkebunan sawit memuncaki daftar rentetan kasus konflik agraria selama ini.
"Dari sisi isu pertanian berkelanjutan dan pertanian keluarga, tentu kritik atas ekpansi besar-besaran sistem pertanian monokultur telah merusak sistem ketersediaan pangan bagi warga masyarakat pedesaan kita jauh sejak era revolusi hijau orde baru. Pencetakan perkebunan sawit yang terus dilakukan hingga kini, jelas telah meminggirkan petani dan pertanian tradisional warga masyarakat kita," katanya.
Atas fakta tersebut, kata Ridwan, kerja sama PBNU dan korporasi sawit menimbulkan kekecewaan di kalangan nahdliyin dan para aktivis lingkungan serta aktivis sosial di seluruh pelosok negeri.
Baca juga: Halaqah NU Hasilkan Rumusan Peremajaan Sawit Rakyat dan Program Perhutanan Sosial
(abd)