Pengamat Ungkap PR Anies di Pilpres 2024: Kapitalisasi Kelompok Antipemerintah Jadi Dukungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selama ini dipersepsikan sebagai salah satu calon presiden (capres) 2024 potensial yang berasal dari luar lingkaran Pemerintahan Jokowi. Hal ini semestinya menjadi keuntungan bagi Anies untuk menggaet oposisi dan kelompok antipemerintah.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan, nama Anies selalu masuk ke dalam 3 besar capres berdasarkan survei yang pernah dilakukan. Namun, jarak elektabilitas Anies dengan Prabowo maupun Ganjar masih terbilang lebar, yakni sekitar 7%.
"Anies meskipun masuk 3 besar, elektabilitasnya masih sedikit jauh dengan Prabowo, dengan Ganjar, Anies 12%, Prabowo sudah 20%, ada jarak 7% antara Anies, Ganjar, dan Prabowo, hampir semua lembaga survei. Artinya, belum dimaksimalkan," kata Adi dalam sebuah acara di Jakarta, Minggu (6/3/2022).
Baca juga: Anies-Ganjar Ketat di Survei, Pengamat: Rujukan Pemilih ke Figur Cerdas dan Berprestasi
Padahal, kata Adi, Anies menjadi satu-satunya orang dari luar lingkaran pemerintah yang diproyeksikan sangat potensial maju di pemilu presiden (pilpres) 2024. Sudah semestinya kekuatan oposisi yang kritis dan antipemerintah ini bisa dikonversikan menjadi dukungan kepada dirinya.
Adi menjelaskan, jika nama Anies disimulasikan bersama tokoh antipemerintah seperti Ustaz Abdul Somad (UAS) dan Gatot Nurmantyo, Anies hanya mendulang sekitar 4-5%. Lain halnya jika Anies tidak disimulasikan dengan tokoh-tokoh dari kelompok kritis, maka hasilnya bisa 10-15%. Itu membuktikan bahwa tidak semua kelompok yang kritis dan antipemerintah ini otomatis memilih Anies.
"Kelompok kritis tidak semuanya memilih Anies, (suara mereka) terdistribusi ke Abdul Somad, Pak Gatot Nurmantyo, atau tokoh di luar kekuasaan. Artinya, orang yang selama ini anti terhadap pemerintah, tidak puas terhadap Jokowi tidak otomatis lari ke Anies Baswedan," ujar Adi.
Baca juga: Survei: Jika Head to Head, Elektabilitas Anies Baswedan dengan Ganjar Beda Tipis
Selain itu, dosen UIN Jakarta ini menambahkan, hal yang paling penting diketahui adalah pemilih parpol Islam juga tidak secara otomatis mendukung Anies, tapi terdistribusi ke Sandiaga Uno atau Prabowo Subianto. Meskipun Prabowo dan Sandi telah menjadi bagian pemerintah, basis massa lama mereka memaafkan itu dan tetap mendukung. Jadi, Anies bisa saja unggul jika disimulasikan melawan Puan Maharani atau Airlangga Hartarto, tapi jika disimulasikan dengan Prabowo dan Sandiaga Uno, hasilnya akan berbeda.
Menurut Adi, hal ini menjadi persoalan bagi Anies. Bagaimana seorang Anies dapat mengkapitalisasi secara maksimal dukungan dari kelompok kritis, antipemerintah, basis parpol Islam dan yang kecewa terhadap Presiden Jokowi, agar dapat mendukung dirinya sebagai capres.
"Di situlah problem Anies, apakah bisa mengonversikan kelompok itu hanya menjadi miliknya, atau terdistribusi ke tokoh lainnya," katanya.
Lihat Juga: Eks Relawan Anies-Sandi Ramai-ramai Dukungan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan, nama Anies selalu masuk ke dalam 3 besar capres berdasarkan survei yang pernah dilakukan. Namun, jarak elektabilitas Anies dengan Prabowo maupun Ganjar masih terbilang lebar, yakni sekitar 7%.
"Anies meskipun masuk 3 besar, elektabilitasnya masih sedikit jauh dengan Prabowo, dengan Ganjar, Anies 12%, Prabowo sudah 20%, ada jarak 7% antara Anies, Ganjar, dan Prabowo, hampir semua lembaga survei. Artinya, belum dimaksimalkan," kata Adi dalam sebuah acara di Jakarta, Minggu (6/3/2022).
Baca juga: Anies-Ganjar Ketat di Survei, Pengamat: Rujukan Pemilih ke Figur Cerdas dan Berprestasi
Padahal, kata Adi, Anies menjadi satu-satunya orang dari luar lingkaran pemerintah yang diproyeksikan sangat potensial maju di pemilu presiden (pilpres) 2024. Sudah semestinya kekuatan oposisi yang kritis dan antipemerintah ini bisa dikonversikan menjadi dukungan kepada dirinya.
Adi menjelaskan, jika nama Anies disimulasikan bersama tokoh antipemerintah seperti Ustaz Abdul Somad (UAS) dan Gatot Nurmantyo, Anies hanya mendulang sekitar 4-5%. Lain halnya jika Anies tidak disimulasikan dengan tokoh-tokoh dari kelompok kritis, maka hasilnya bisa 10-15%. Itu membuktikan bahwa tidak semua kelompok yang kritis dan antipemerintah ini otomatis memilih Anies.
"Kelompok kritis tidak semuanya memilih Anies, (suara mereka) terdistribusi ke Abdul Somad, Pak Gatot Nurmantyo, atau tokoh di luar kekuasaan. Artinya, orang yang selama ini anti terhadap pemerintah, tidak puas terhadap Jokowi tidak otomatis lari ke Anies Baswedan," ujar Adi.
Baca juga: Survei: Jika Head to Head, Elektabilitas Anies Baswedan dengan Ganjar Beda Tipis
Selain itu, dosen UIN Jakarta ini menambahkan, hal yang paling penting diketahui adalah pemilih parpol Islam juga tidak secara otomatis mendukung Anies, tapi terdistribusi ke Sandiaga Uno atau Prabowo Subianto. Meskipun Prabowo dan Sandi telah menjadi bagian pemerintah, basis massa lama mereka memaafkan itu dan tetap mendukung. Jadi, Anies bisa saja unggul jika disimulasikan melawan Puan Maharani atau Airlangga Hartarto, tapi jika disimulasikan dengan Prabowo dan Sandiaga Uno, hasilnya akan berbeda.
Menurut Adi, hal ini menjadi persoalan bagi Anies. Bagaimana seorang Anies dapat mengkapitalisasi secara maksimal dukungan dari kelompok kritis, antipemerintah, basis parpol Islam dan yang kecewa terhadap Presiden Jokowi, agar dapat mendukung dirinya sebagai capres.
"Di situlah problem Anies, apakah bisa mengonversikan kelompok itu hanya menjadi miliknya, atau terdistribusi ke tokoh lainnya," katanya.
Lihat Juga: Eks Relawan Anies-Sandi Ramai-ramai Dukungan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024
(abd)