Denny JA: Tak Cukup Alasan, Penundaan Pemilu 2024 Akan Menjadi Skandal Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu 2024 menuai pro dan kontra di masyarakat. Salah satunya, Ketua Umum Persatuan Penulis Indonesia Satupena Denny JA yang menilai wacana penundaan tidak memiliki alasan yang cukup.
“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” tulis Denny JA melalui akun Facebooknya Denny JA_World, Sabtu (5/3/2022).
Denny menjelaskan, sila pertama demokrasi itu menyelenggarakan pemilu secara reguler. Rakyat berhak memilih dan mengganti pemimpinnya secara reguler lewat pemilu.
”Pemilu dapat ditunda. Misalnya kasus yang terjadi di Ukraina saat ini. Hanya untuk permisalan saja. Katakanlah ini sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Pemilu Ukraina secara reguler misalnya akan diselenggarakan beberapa hari ke depan dari sekarang yakni, 11 Maret 2022. Masuk akal jika pemilu di negara itu ditunda,” ucapnya.
Penundaan pemilu Ukraina terjadi karena sedang dilanda perang. Prioritas utama penduduk di sana untuk survival. Mustahil mereka bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal. Suasana darurat memang dibolehkan menunda pemilu. Tapi itu haruslah alasan yang cukup, masuk akal, bisa diterima common sense seperti kasus Ukraina sekarang,” kata Koordinator Satupena ini.
Namun Indonesia menjadikan Covid- 19 untuk menunda pemilu di 2024 yang jeda waktunya masih dua tahun dari sekarang, hal itu justu bertentangan dengan data. “Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang. Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi covid-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Worldometer pada Maret 2022, jumlah kematian karena Covid-19 bertambah sedikit. Penyebabnya karena prosentase penduduk Indonesia yang divaksin sudah lebih banyak. Puncak kematian tertinggi per hari di Indonesia terjadi di Agustus 2021 yakni sekitar 2.000 orang.
”Juga dari Worldometer, penduduk Indonesia hingga awal Maret 2022, yang sudah divaksin minimal sekali sebanyak 69%. Yang sudah divaksin dua kali sebanyak 50%. Bahkan di 2022, ini sudah menjadi tren dunia. Kita bersama memasuki era endemik. Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemic,” kata Denny.
Meski yang tertular Covid-19 tetap banyak, kata Denny, tapi yang meninggal karena Covid-19 jauh lebih sedikit. Covid-19 akan menjadi sejenis flu. ”Yang tertular Flu saat ini juga sangat banyak. Tapi yang mati karena flu jauh lebih sedikit. Di 2022, Covid sudah melewati puncaknya. Apalagi di 2024, dua tahun dari sekarang,” paparnya.
Denny menilai, tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama Reformasi yaitu, pemilu yang diselenggarakan secara reguler. “Kondisi ekonomi juga tak pernah sah dijadikan alasan menunda ekonomi. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik,” katanya.
Di era media sosial sekarang ini semua pernyataan politisi terekam. Untuk itu, para politisi berhati- hati jika berbicara di publik. Apalagi jika bermanuver untuk “makar” terhadap sila pertama demokrasi dan Reformasi.
”Para politisi itu yang seolah membela Jokowi justru sebenarnya menjerumuskan Jokowi. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena dia dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu,” tandasnya.
Menurut Denny sejumlah hasil survei jelas mayoritas publik 65-80% menentang penundaan Pemilu 2024. Upaya politisi menunda pemilu dengan amendemen UUD 45 segera mendapatkan perlawanan publik dan akan terjadi kemarahan publik yang meluas karena merasa periode kekuasaan ingin dipanjang- panjangkan tanpa alasan memadai.
”Perhatian kita untuk perang melawan Covid-19 segera terganggu oleh perlawanan rakyat melawan para politisi yang dianggap makar terhadap cita-cita Reformasi. Superman sudah mati. Tak ada politisi yang sedemikian kuatnya dapat membungkam akal sehat dan rasa keadilan masyarakat luas.
Katakanlah para politisi itu berhasil mematahkan perlawanan rakyat, tapi sejarah terus bergerak. Di era politisi itu tak lagi berkuasa, rakyat akan membuat museum bagi mereka yang dianggap berkhianat dengan cita- cita Reformasi,” paparnya.
Denny menegaskan, pemilu tidak boleh ditunda kecuali ada alasan yang darurat seperti dalam kasus Ukraina. ”Apakah pemilu tak boleh ditunda? Yes! Pemilu dilarang ditunda, kecuali jika ada alasan yang sangat darurat. Untuk kasus Indonesia saat itu, tak cukup alasan darurat menunda pemilu. Upaya membenar- benarkan penundaan pemilu, atau menambah jabatan presiden tiga periode, hanya berakhir dengan skandal politik,” kata Denny
“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” tulis Denny JA melalui akun Facebooknya Denny JA_World, Sabtu (5/3/2022).
Denny menjelaskan, sila pertama demokrasi itu menyelenggarakan pemilu secara reguler. Rakyat berhak memilih dan mengganti pemimpinnya secara reguler lewat pemilu.
”Pemilu dapat ditunda. Misalnya kasus yang terjadi di Ukraina saat ini. Hanya untuk permisalan saja. Katakanlah ini sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Pemilu Ukraina secara reguler misalnya akan diselenggarakan beberapa hari ke depan dari sekarang yakni, 11 Maret 2022. Masuk akal jika pemilu di negara itu ditunda,” ucapnya.
Penundaan pemilu Ukraina terjadi karena sedang dilanda perang. Prioritas utama penduduk di sana untuk survival. Mustahil mereka bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal. Suasana darurat memang dibolehkan menunda pemilu. Tapi itu haruslah alasan yang cukup, masuk akal, bisa diterima common sense seperti kasus Ukraina sekarang,” kata Koordinator Satupena ini.
Namun Indonesia menjadikan Covid- 19 untuk menunda pemilu di 2024 yang jeda waktunya masih dua tahun dari sekarang, hal itu justu bertentangan dengan data. “Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang. Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi covid-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Worldometer pada Maret 2022, jumlah kematian karena Covid-19 bertambah sedikit. Penyebabnya karena prosentase penduduk Indonesia yang divaksin sudah lebih banyak. Puncak kematian tertinggi per hari di Indonesia terjadi di Agustus 2021 yakni sekitar 2.000 orang.
”Juga dari Worldometer, penduduk Indonesia hingga awal Maret 2022, yang sudah divaksin minimal sekali sebanyak 69%. Yang sudah divaksin dua kali sebanyak 50%. Bahkan di 2022, ini sudah menjadi tren dunia. Kita bersama memasuki era endemik. Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemic,” kata Denny.
Meski yang tertular Covid-19 tetap banyak, kata Denny, tapi yang meninggal karena Covid-19 jauh lebih sedikit. Covid-19 akan menjadi sejenis flu. ”Yang tertular Flu saat ini juga sangat banyak. Tapi yang mati karena flu jauh lebih sedikit. Di 2022, Covid sudah melewati puncaknya. Apalagi di 2024, dua tahun dari sekarang,” paparnya.
Denny menilai, tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama Reformasi yaitu, pemilu yang diselenggarakan secara reguler. “Kondisi ekonomi juga tak pernah sah dijadikan alasan menunda ekonomi. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik,” katanya.
Di era media sosial sekarang ini semua pernyataan politisi terekam. Untuk itu, para politisi berhati- hati jika berbicara di publik. Apalagi jika bermanuver untuk “makar” terhadap sila pertama demokrasi dan Reformasi.
”Para politisi itu yang seolah membela Jokowi justru sebenarnya menjerumuskan Jokowi. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena dia dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu,” tandasnya.
Menurut Denny sejumlah hasil survei jelas mayoritas publik 65-80% menentang penundaan Pemilu 2024. Upaya politisi menunda pemilu dengan amendemen UUD 45 segera mendapatkan perlawanan publik dan akan terjadi kemarahan publik yang meluas karena merasa periode kekuasaan ingin dipanjang- panjangkan tanpa alasan memadai.
”Perhatian kita untuk perang melawan Covid-19 segera terganggu oleh perlawanan rakyat melawan para politisi yang dianggap makar terhadap cita-cita Reformasi. Superman sudah mati. Tak ada politisi yang sedemikian kuatnya dapat membungkam akal sehat dan rasa keadilan masyarakat luas.
Katakanlah para politisi itu berhasil mematahkan perlawanan rakyat, tapi sejarah terus bergerak. Di era politisi itu tak lagi berkuasa, rakyat akan membuat museum bagi mereka yang dianggap berkhianat dengan cita- cita Reformasi,” paparnya.
Denny menegaskan, pemilu tidak boleh ditunda kecuali ada alasan yang darurat seperti dalam kasus Ukraina. ”Apakah pemilu tak boleh ditunda? Yes! Pemilu dilarang ditunda, kecuali jika ada alasan yang sangat darurat. Untuk kasus Indonesia saat itu, tak cukup alasan darurat menunda pemilu. Upaya membenar- benarkan penundaan pemilu, atau menambah jabatan presiden tiga periode, hanya berakhir dengan skandal politik,” kata Denny
(cip)